Sistem Bisnis MLM dan Hukumnya Dalam Islam


Multi-Level Marketing

Secara umum Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah), orang akan disebut Upline jika mempunyai Downline. Salah satu ruang lingkup permasalahan dari bisnis MLM yaitu pendukung MLM senantiasa menekankan bahwa anda dapat menjadi kaya karena dimotivasi untuk dapat melakukan MLM di waktu luang sesuai kontrol anda sendiri karena sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan fleksibilitas dan kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam seminggu dapat menghasilkan tambahan pendapatan yang besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain. Sistem kerja MLM yang sesuai syariah menurut al-Quran dan al-hadits yaitu terhindar dari unsur-unsur haram seperti riba, gharar, dharar, dan jahalah.Dzulm, walaupun barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal. Dan tidak diperbolehkan memakai sistem MLM atau hanya berkedok MLM yang masih meragukan ataupun yang sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis tersebut baik dari segi kehalalan produknya, sistem marketing fee, legalitas formal, maupun pertanggungjawabannya.
Inilah fakta, dalil-dalil, pandangan ulama’ terhadap fakta dalil serta status tahqiq al-manath hukum MLM, dilihat dari aspek muamalahnya. Analisis ini berpijak kepada fakta aktivitasnya, bukan produk barangnya, yang dikembangkan dalam bisnis MLM secara umum. Jika hukum MLM dirumuskan dengan hanya melihat atau berpijak pada produknya —apakah halal ataukah haram— maka hal itu justru meninggalkan realita pokoknya, karena MLM adalah bentuk transaksi (akad) muamalah. Oleh karenanya hukum MLM harus dirumuskan dengan menganalisis keduanya, baik akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi) yang ada dalam MLM telah dijelaskan dalam paparan di atas.
Adapun dari aspek produknya, memang ada yang halal dan haram. Meski demikian, jika produk yang halal tersebut diperoleh dengan cara yang tidak syar’i, maka akadnya batil dan kepemilikannya juga tidak sah. Sebab, kepemilikan itu merupakan izin yang diberikan oleh pembuat syariat (idzn asy-syari’) untuk memanfaatkan zat atau jasa tertentu. Izin syara’ dalam kasus ini diperoleh, jika akad tersebut dilakukan secara syar’i, baik dari aspek muamalahnya, maupun barangnya. Dengan melihat analisis di atas maka sekalipun produk yang diperjual-belikan adalah halal, akan tetapi akad yang terjadi dalam bisnis MLM adalah akad yang melanggar ketentuan syara’ baik dari sisi shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran); pada kondisi lain tidak memenuhi ketentuan akad karena yang ada adalah akad terhadap jaminan mendapat diskon dan bonus (point) dari pembelian langsung; maka MLM yang demikian hukumnya adalah haram.
Namun, jika ada MLM yang produknya halal, dan dijalankan sesuai dengan syariat Islam; tidak melanggar shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran). Serta ketentuan hukum syara’ yang lain, maka tentu diperbolehkan. Masalahnya adakah MLM yang demikian?!

Logika Bisnis Riil
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah logika bisnis riil. Apakah mungkin suatu usaha bisnis riil dapat menjanjikan keuntungan berlipat-lipat, bahkan hingga ribuan persen, dalam waktu yang sangat singkat? Ini adalah sesuatu yang tidak mungkin. Biasanya profit semacam itu hanya dihasilkan dari aktivitas spekulasi di pasar uang dan pasar modal konvensional, dengan instrumen bunga dan gharar yang sangat kental.

Fakta-fakta yang terjadi pada MLM
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa sangat terlihat dengan jelas bahwa system MLM yang berjalan saat ini tidak sesuai dengan syari’at. Bagaimana mungkin para pebisnis MLM dapat menuai hasil jutaan rupiah hanya dengan menkonsumsi/membeli/menjual sekian produk. Sebagai contoh, A terdaftar sebagai member PT.MLM. Sesuai dengan kesepakatan dari PT.MLM, untuk mendapatkan bonus, A harus menjual/membeli/mengkonsumsi produk PT.MLM sebanyak 50 poin (misalkan bonus Rp 1 Juta). Dengan mengkonsumsi/menjual/membeli dengan nilai 50 poin, A akan mendapatkan bonus atas penjualan/pembelian/konsumsi pribadi dan bonus poin jaringan group. Selanjutnya A merekrut 3 orang downline, dan masing-masing downline melakukan hal yang sama seperti A. Kemudian pada akhir bulan (atau istilahnya closing), A berhasil menjual/mengkonsumsi/membeli produk senilai 50 poin, sedangkan poin jaringan group berhasil menjual/mengkonsumsi/membeli produk senilai 500 poin.
Kalkulasi yang umum terjadi kemudian adalah sebagai berikut :
Bonus yang didapat oleh A :
Penjualan/konsumsi pribadi       = 50 poin
Penjualan/konsumsi group         = 500 poin
Total Bonus                                = 550 poin

Dari sini dapat kita lihat, total bonus yang akan dikalkulasikan untuk bonus A adalah sebesar 550 poin. Bagaimana mungkin A mendapatkan bonus senilai 550 poin, sedangkan A hanya berhasil mencapai target 50 poin. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hak A adalah hanya sebesar 50 poin, sedangkan sisanya bukan haknya. Umumnya, para pebisnis MLM seakan tidak tahu, tidak mengerti atau mungkin tidak mau tahu dan tidak mau mengerti dengan realita seperti ini. Kemudian mereka akan mengatakan, “Saya berhak mendapat bonus dari jaringan saya karena saya yang merekrut mereka melalui para downline-downline saya“. Sistem seperti inilah yang memang ditetapkan oleh perusahaan yang menjalankan system MLM. Dan ini bertentangan dengan ajaran Islam.
Ini yang menjadi permasalahan. Para promoter (upline) merasa bahwa mereka berhak mendapatkan kontribusi dari hasil kerja downline mereka. Persepsi seperti ini yang diterapkan kepada para downline mereka. Mereka mengatakan kepada para downline-nya, “Jika anda ingin seperti saya, maka anda harus menerapkan hal yang sama kepada para downline anda“.
Atau mungkin mereka akan mengatakan, “Sistemnya memang seperti ini“. Tapi para pebisnis MLM tidak tahu (atau pura-pura tidak tahu) bahwa ini bertentangan dengan aturan bermuamalah dalam syariat Islam.
Ada juga para pebisnis MLM yang mengatakan, “Sistem yang dijalankan tidak zhalim. Bisa saja para downline memiliki peringkat dan penghasilan yang lebih besar daripada upline, karena para downline bekerja lebih baik daripada upline mereka. Jadi tidak zhalim“.
Lantas siapa yang berhak menentukan criteria zhalim atau tidaknya system yang berjalan ? Tidak lain yang mengatakannya adalah para pemilik perusahaan dengan system MLM dan para pebisnis MLM. Bagaimana mungkin mereka bisa mengatakan “ini tidak zhalim”, sedangkan mereka mendapatkan bonus dari hasil kerja downline mereka, atau bonus mereka didapatkan dari perhitungan bonus group (hasil kerja downline) mereka. Seakan mereka merasa berhak mendapatkan kontribusi atau apapun namanya dari hasil kerja downline mereka, inilah yang dinamakan zhalim dan bathil. Sedangkan dalam Al Qur’an sudah jelas dikatakan, “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil…“ [QS Al Baqarah 188]. Dan firmanNya, “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” [QS Asy Syu’araa’ 183].
            Kalau mereka mau mengakui dengan sejujurnya, bahwa bonus yang benar-benar menjadi hak mereka hanyalah dari hasil penjualan/konsumsi/pembelian pribadi mereka. Para downline dan upline bekerja dalam satu team. Dalam artian, para downline tidak bekerja untuk upline, karena bonus yang didapatkan tidak dibayarkan dari kantong pribadi upline mereka. Terkecuali, bonus para downline dibayarkan oleh para upline, maka bisa dikatakan para downline memang bekerja untuk upline.
Sepertinya hal ini sudah jelas dan sangat jelas untuk dipahami. Hanya saja para pebisnis MLM dan perusahaan dengan system MLM menyamarkan kondisi ini, dan bisa juga karena kejahilan atau ketidakmautahuan para pebisnis itu sendiri[1]

Baca Juga: Homoseksual dalam Tinjauan Hukum Islam


[1] Thowi, “Sistem Bisnis MLM dan hukumnya dalam Islam” dalam https://superthowi.wordpress.com/2013/06/20/sistem-bisnis-mlm-dan-hukumnya-dalam-islam/, diakses tanggal 16 Desember 2015.


0 komentar:

Post a Comment