Piagam Madinah dan Prinsip Kehidupan Sosial Masa Nabi

Piagam Madinah, hidayatullah.com

BAB I
PENDAHULUAN

Pada saat seluruh dunia tenggelam dalam arus kebohongan, kehilangan human dignity, jauh dari sinaran tauhid, keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama masyarakat dunia khususnya arab sangat rapuh dan memprihatinkan, muncul seorang tokoh besar dalam sejarah sepanjang masa. Ia membawa obor transportasi dari kehidupan kegelapan menuju cahaya terang. Ia mengantarkan masyarakat yang kacau menjadi masyarakat yang terbimbing dan terdidik, lebih-lebih melepaskan bangsa arab dari kemusrikan menuju tauhid. Ia adalah nabi Muhammad SAW yang terkenal sebagai pembawa risalah yang rohmatam lil’alamin periode rosulullah SAW merupakan masa cikal bakal pembentukan peradapan islam. Perdapan islam di bangun dengan menjadikan agama islam sebagai dasar pembentukannya. Dalam masa ini, diuraikan dinamika yang terjadi pada masyarakat muslim dalam upaya meritis penegaan risalah islam disekitar jazirah Arab sebagai pandangan hidup baru  masyarakat, setelah terjadinya peristiwa piagam madinah

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang  terjadinya piagam Madinah hingga pencetusan piagam tersebut ?
2.      Bagaimanakah peletakkan dasar politik  piagam  madinah?
3.      Bagaimanakah system kehidupan social pasca piagam madinah?
4.      Apa sajakah prinsip-prinsip kehidupan social pada masa Nabi?

BAB II
PEMBAHASAN

  A.  PERISTIWA PIAGAM MADINAH
Terbentuknya Piagam Madinah bermula pada pertemuan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dengan enam orang dari suku Khajraj, Yatsrib di Aqabah, Mina yang datang ke Mekah untuk menunaikan haji. Selanjutnya, keenam tamu dari Yatsrib itu masuk Islam; bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kepada Nabi mereka menceritakan keadaan Yatsrib, bahwa kehidupan di sana selalu diresahkan dengan permusuhan antargolongan dan antar suku, khususnya suku Khajraj dan suku Aus, dan mereka mengharapkan semoga Allah mempersatukan golongan-golongan dan suku-suku yang selalu bertikai itu melalui perantaraan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam. Kemudian mereka berjanji untuk mengajak penduduk Yatsrib lainnya masuk Islam.
Kemudian pada musim haji tahun kedua belas kenabian datang dua belas orang laki-laki penduduk Yatsrib menemui Nabi di Aqabah. Mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan muhammad adalah utusan Allah. Selain itu mereka juga berjanji kepada Nabi bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, berbuat zina, tidak akan berbohong dan tidak akan mengkhianati Nabi. Bai’at ini selanjutnya disebut dengan Bai’at Aqabah Pertama.
Pada tahun selanjutnya tujuh puluh orang Yatsrib yang telah masuk Islam berkunjung ke Mekkah. Mereka mengundang Nabi untuk berhijrah ke Yatsrib dan mereka menyatakan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam adalah nabi mereka dan pemimpin mereka. Pertemuan ini juga dilaksanakan di Aqabah. Di tempat itu mereka mengucapkan baiat bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, dan akan membela Nabi sebagaimana mereka membela anak dan isteri mereka. Dalam pada itu, Nabi juga akan memerangi musuh-musuh yang mereka perangi dan bersahabat dengan sahabat-sahabat mereka. Nabi dan mereka adalah satu. Baiat ini dikenal dengan Bai’at Aqabah Kedua. Oleh kebanyakan pemikir politik Islam, dua bai’at itu, Bai’at Aqabah Pertama dan Bai’at Aqabah Kedua, disebut sebagai batu-batu pertama dari bangunan negara Islam. Berdasarkan dua baiat itu maka Nabi menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk hijrah ke Yatsrib pada akhir tahun itu juga, dan beberapa bulan kemudian nabi hijrah menyusul mereka.
Ada tiga hal yang mendasar yang menjadi pokok pemikiran Nabi sehingga muncul Piagam Madinah, Pertama: Ketika Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam datang ke Madinah, beliau mengetahui bahwa pihak Quraisy tidak akan membiarkan hidup dengan tenang di sana dan akan melakukan apa pun  menghancurkannya beserta pengikutnya. Oleh karena itu beliau meningkatkan kewaspadaan untuk memperkuat sistem pertahanan Yatsrib, Madinah, sehingga siapapun yang memeluk agama Islam akan merasa aman dan selamat di kota tersebut. Pertimbangan ini memperoleh prioritas tinggi dan merupakan dasar kebijaksanaan pertahanan pada tahun-tahun berikutnya. Kesiapan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam ini didasarkan pada kenyataan yang terbukti benar.
Nabi Muhammad dan para sahabat belum bisa tenang di Madinah ketika kaum Quraisy memulai suatu gangguan dan perampokan dan mengancam sama sekali untuk menghancurkan mereka. Mereka juga berkomplot dengan orang Yahudi dan orang Munafik dan menuntut pengusiran Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dari kota mereka. Abu Jahal bahkan menulis surat kepada Abdullah bin Ubay pemimpin kaum munafik di Madinah, untuk membunuh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dan mengusirnya dari kota tersebut, atau mereka datang dan menghancurkan Abdullah bin Ubay sekalian dengan Nabi Muhammad. Karena itu, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam melakukan tindakan pengamanan dan pertahanan Madinah melawan musuh dari luar dan dalam. Nabi Muhammad membuat rencana pertahanan yang efektif bagi Madinah, baik untuk menghadapi serangan dari luar maupun menghadapi subversi dari dalam.
Kedua: Sebagai pendatang, kaum Muhajirin datang ke Madinah dan meninggalkan harta bendanya di Mekah. Mereka tidak memiliki sumber pendapatan dan hidup amat miskin serta kelaparan. Oleh karena itu, Nabi mendirikan suatu pakta persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshor, dan menurut kesepakatan tersebut mereka menjadi saudara dalam kepercayaan. Kesepakatan ini akhirnya mengubah ikatan timbal balik menjadi suatu ikatan darah dan persaudaraan yang sebenarnya. Dengan demikian timbullah persaudaraan yang murni antara kaum Anshar dan Muhajirin yang mengikat semua orang Muslim menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan kuat.
Ketiga: Kota Madinah mempunyai penduduk Yahudi yang besar jumlahnya, yang tinggal di dalam kota di berbagai benteng suku yang terpencar dan terlindung. Dari sudut pandang militer perlu dicapai suatu bentuk perjanjian dengan mereka untuk mempertahankan kota bersama-sama. Menyadari hal ini, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam merundingkan suatu persetujuan dengan Yahudi, dan ini dianggap sebagai satu dokumen politik terbesar dalam sejarah. Perjanjian tersebut juga dapat dianggap sebagai sumbangannya yang terbaik dan termulia pada konsep kebebasana manusia. Perjanjian tersebut benar-benar satu piagam kebebasan bagi Yahudi dan warga Madinah lainnya.[1] Piagam Madinah mencakup perjanjian tiga pihak yaitu. kaum Muslim , Orang Arab yang belum Islam, dan kaum Yahudi dari Bani Nadir dan Bani Quraizah. Piagam ini menjamin hak sosial maupun hak beragama orang Yahudi dan Muslimin dan menetapkan tugas mereka.  Piagam ini sesungguhnya mengukuhkan status keagamaan, sosial dan politik orang Yahudi dalam masyarakat. Mereka dalam piagam madinah mnyepakati lima perjanjian  , yaitu sebagai berikut.
  1.    Tiap kelompok dijamin kebebasanya dalam beragama
  2.   Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah
  3. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan madinah, baik yang muslim maupun yang non muslim
 4. Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Nabi Muhammad sebagai pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala perkara yang di hadapkan kepadanya
 5. Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi, dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah yang baru terbentuk[2].


 B. DASAR-DASAR POLITIK MADINAH
Nabi Muhammad ternyata bukan hanya seorang Nabi dan Rasul, tapi juga seorang ahli politik yang ulung dan diplomat yang bijak, sebagai pahlawan perkasa perang dan sebagai kesatria dalam memperlakukan musuh yang kalah. Kepiawaiannya berpoltik antara lain di tunjukkan dalam perjanjian damai dengan penduduk non muslim Madinah. Dalam perjanjian itu ditetapkan dan di akui hak kemerdekaan tiap-tiap golongan untuk memeluk dan menjalankan agmanya. Dengan perjanjian itu, Kota Madinah menjadi Madinah Al-haram arti yang sebenarnya. Setiap penduduk brtanggung jawab dan memikul kewajiban bersama untuk menyelnggarakan keamanan dan membela serta mempertahankan negeri terhadap ancaman dan serangan msuh dari manapun juga datangnya. Perjanjian ini kemudian dikenal dengan piagam madinah , dan merupakan peristiwa baru dalam dunia politik dan peradaban manusia[3]..Pemerintah yang di bentuk Nabi di madinah , terdapat beberapa hal yang prinsipel dan pokok seperti termuat dalam piagam madinah yang terdiri dari 47 pasal di antaranya adalah sebagai berikut .
Negara dan pemerintahan Madinah adalah bercorak teokrasi yang dikepalai oleh seoang Rasul yakni Muhammad dan beliau adalah pemimpin agama . Beliau membuat UU atas dasar Al-Qur’an. Walaupun nabi adalah kepala pemerintahan, namun kedaulatan ada di tangan Allah (Q.S. Al-Hajj :64-65) . Nabi Muhammad adalah sebagai pelaksana, namun ia tidak dapat mengabaikan kedaulalatan rakyat. Seperti pada waktu keadaan darurat ia menerima masukan dan saran dari Majelis Syura dan pemerintahan ini juga tidak bercorak monarki tapi republic. Negara Islam yang di kepalai Muhammad memberi kemerdekaan individu , kebebasan beragama, hak sebagai warga sosialdan Negara , juga kedaulatan di tangan Allah dan di akui Nabi berkuasa penuh sebagai kepala Negara. Oleh karena itu , para ahli menyebutnya sebagai Islamic state. Di samping itu , untuk mengendalikan pemerintahan Nabi di Madinah sudah ada sebuah sekertariat Negara, Negara juga terbagi Sembilan provinsi yang di kepalai oleh seorang wali (gubernur), dan banyak dua puluh satu yang di kepalai oleh seorang amil yang tugas utamanya sebagai tax collector. Ada sumber-sumber pendapatan Negara( ghanimah, zakat, jizyah, kharaj. Depertemen kehakiman yang dikepalai oleh nabi, juga ada prtahanan dan bidang keagamaan .
Dengan demikian , jelas bahwa pemerintahan yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah memilki ciri khas tersendiri dan sebagai sebuah institusi pmerintahan yang berdaulat , Nabi Muhammad adalah kepala Negara , sekaligus kepala angkatan bersenjata, ketuaa pengadilan, dan tanggung jawab atas departemen-departemen yang di bentuknya[4].

 C. SISTEM KEHIDUPAN SOSIAL BERDASAR PIAGAM MADINAH
Berdasarkan pasal pertama konstitusi Piagam Madinah, nabi membentuk ummah yang disepakati oleh empat macam komunitas: Yahudi, Nasrani, Anshar, dan Muhajirin – yakni Negara persemakmuran . Di madinah ini Nabi segera membangun masyarakat baru, sebuah masyarakat madani atau masyarakat sipil yang kokoh.
Perlu di garis bawahi , bahwa dalam periode makkah, dakwah yang di lakukan Nabi di tekankan pada penanaman dasar-dasar keimanan. Hal ini berbeda dengan saat ia berada di madinah. Di madinah Nabi Muhammad menerapkan syari’ah Islam dan pembangunan ekonomi, sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan pindah ke Madinah, nabi berhasil meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan Islam.
Rasulullah SAW mengambil contoh dengan mengambil Ali ibn Abu Thalib sebagai saudaranya sendiri. Hamzah, pamannya, di persaudarakan dengan Zaid ibn Haritsah, dahulu hamba sahaya nabi dan termasuk orang ang mula-mula masuk Islam. Abu  Bakar Ash-shidiq di persaudarakan dengan kharijah ibn Zuhair  , ja’far ibn Abu Thalib diperdaudarakan dengan itban ibn Malik al-khazraji. Nabi uga mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum Anshar , hal ini memperkuat persatuan Islam , mereka saling menolong di antara sesamanya.

 D. PRINSIP-PRINSIP KEHIDUPAN SOSIAL PADA MASA NABI
Beberapa asas masyarakat Islam yang telah di letakkan oleh Rasulullah antara lain:
  1.      Al-ikha (persaudaraan)
Merupakan salah satu asas penting masyarakat Islam yang di letakkan oleh Rasulullah. Berbilang ayat dalam Al-Qur’an dan sejumlah hadits Rasulullah mengajarkan bahwa persaudaraan yang hakiki adalah persaudaraan seiman dan seagama. Bangsa Arab yang sebelumnya lebih menonjolkan identitas kesukuan , setelah mereka memilih Islam di ganti dengan identitas baru yaitu Islam, demikian pula loyalitas kabilah atau suku ditukar dengan loyalitas Islam, atas dasar ini pula Rasulullah mempersatukan kaum muhajirin dan kaum Anshor.
  2.      Al-musawwah (persamaan)
Rasulullah dengan tegas mengajarkan bahwa seluruh manusia adalah keturunan Adam yang di ciptakan Tuhan dari tanah. Berdasarkan asas ini setiap warga masyarakat memiliki hak kemerdekaan dan kebebasan atau huriyyah.  oleh karena itu , Rasaulullah sangat memuji dan menganjurkan para sahabat-Nya yntuk memerdekakan hamba-hamba sahaya yang di memiliki oleh bangsawan-bangsawan Quraisy.
  3.      Al-tasamuh
Ummat Islam siap berdampingan secara baik dengan ummat yahudi. Mereka mndapat perlindungan dari negara dan bebas melaksanakan ajaran agamanya, asas ini senafas dengan surat Al-kafirun ayat 6.
  4.      Al-tasyawur (musyawarah)
Sebagaimana diisyaratkan dal surat Al-Imran ayat 159 telah dilaksanakan oleh Rasulullah dengan para sahabatnya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Syura ayat 38, kendatipun Rasulullah mempunyai status yang tinggi dan terhormat dalam masyarakat.
  5.      Al-ta’awun ( tolong-menolong)
Tolong-menolong sesama muslim, antara lain telah ditunjukkan dalam bentuk persaudaraan antara Muhajirin dan Anshor, sedangkan dalam pihak lain sesama penduduk madinah.
  6.      Al-adalah (keadilan)
Sesuai dengan prinsip pada surat Al-Ma’idah ayat 8 dan al-Nisa ayat 58 berkaitan erat dengan hak dan kewajiban setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat sesuai sengan posisi masing masing, di satu sisi seseoang hendaknya memperoleh haknya, sementara pada sisi lain ia berkewajiban memberikan hak orang lain kepada yang berhak menerimanya[5]
  7.      Prinsip Ummat
  8.      Prinsip pelaksanaan hukum 
  9.      Prinsip kepemimpinan
  10.  Prinsip ketakwaan, Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
  11.  Prinsip Hidup bertetangga
  12.  Prinsip pertahanan
  13.  Prinsip kebebasan[6]
  
BAB III
PENUTUP

  A. KESIMPULAN
Peristiwa hijrah ini tercatat ebagai salah satu lembaran terpenting dalam dalam peradaban Islam pada zaman Nabi di madinah, Nabi Muhammad membuat perjanjian di antara suku-suku yang ada di sana yang menghasilkan konstitusi tertulis pertama dalam sejarah umat manusia, piagam madinah (The Charter of Medina)
Berdasarkan pasal pertama konstitusi tersebut, nabi membentuk ummah yang disepakati oleh golongan: Yahudi,, Muslim (Muhjirin dan Anshar) serta masyarakat  yang belum memeluk Islam  yakni membentuk Negara dan pemerintahan Madinah dimana bercorak teokrasi yang dikepalai oleh Rosululloh S.A.W dan beliau menjabat sebgaia pemimpin agama sekaligus kepala pemerintahan. Beliau membuat UU atas dasar Al-Qur’an. Dan untuk menstabilkan keadaan pemerintahannya Rosululloh membentuk beberapa lembaga kenegaraan serta membentuk Sembilan provinsi dengan pusat pemerintahan adalah Madinah dan mengangkat seorang gubernur di masing-masing provinsi tersebut  dan pejabat di tingkat bawah gubernur untuk mebant mengurusi sumber pendapatan pemerintahan


 Dalam bidang sosial Rosululloh banyak melakukan terobosan baru di antara mennyaudarakan antara kaum muhajirin dan anshor, kemudian membangun hubungan baik dengan umat beragama lainnya seperti yahudi dan nasrani, bersama-sama melindungi kerukunan yang terjalin dan serta ikut mempertahankan wilayah Madinah dari serangan musuh, menjamin kebebasan beragama umat agama lain serta menjamin keamanan mereka dan mendapat perlakuan yang sama dan adil di mata hukum.
Dengan dicetuskan piagam Madinah ini prinsip-prinsip kehidupan umat pun tertata dengn baik dibuktikan dengan adnya sikap toleran, saling tolong menolong, kemudian persamaan hak, persaudaran yang terjalin baik



DAFTAR PUSTAKA

Karim, M, Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradapan Islam. Yogyakarta:
Bakaskara. 2011.
Maryam, Siti. Sejarah Peradapan Islam Yogyakarta:
LESFI. 2012.
Pulungan, Suyuti. Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah di Tinjau          dari Pandangan Al-Qur’an.Yogyakarta: OMBAK 2014.
Di akses dari http://majelispenulis.blogspot.co.id/2012/12/sejarah-piagam-madinah.html  pada tanggal 21 Desember 2016



[2] M.abdul karim,sejarah pemikiran dan peradaban islam (Yogyakarta:bagaskara,2015) hal.67-70.
[3] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:LESFI, 2012), hal.31.
[4] M.abdul karim,sejarah pemikiran dan peradaban islam (Yogyakarta:bagaskara,2015)hal.74-75.
[5] Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:LESFI, 2012), hal.31-32.
[6] Pulungan suyuthi,Prinsip-Prinsip Pemerintahan Piagam Madinah di Tinjau dari Pandangan Al-qur’an, (Yogyakarta:Ombak,2014), hal.143-104

0 komentar:

Post a Comment