blogspot.com |
A. Latar Belakang
Hadis, bersama Alquran merupakan pedoman dan petunjuk bagi umat
Islam. Keduanya merupakan wasiat Nabi Muhammad saw. sebelum wafat. Dan dari
keduanya pula ditunjukan jalan kebenaran untuk menghadapi kehidupan di dunia
dan mendapat buah kebahagiaannya di akhirat.
Di dalam hadis Nabi, ditemukan hadis yang muatan isinya jaminan surga
pada sahabat-sahabatnya. Salah satunya yang penulis ambil adalah hadis jaminan
surga para sahabat yang melakukan baiat pada Nabi di bawah suatu pohon. Dan
jaminan surga ini dikecualikan hanya pada orang munafik.
Hadis ini bersifat eskatologis, jadi hanya para Nabi dan utusan-Nya
yang mengetahui tentang hal ini. Karena urusan seseorang masuk surga dan neraka
adalah urusan Allah dan manusia tidak akan mengetahuinya tanpa perantara wahyu.
Hadis ini terdapat pada Jami’ al-Tirmidzi kitab al-Manaqib ‘An Rasulillah
bab Fii Man Sabba Ashab al-Nabi nomor 3798 yang berbunyi:
حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَزْهَرُ السَّمَّانُ عَنْ سُلَيْمَانَ
التَّيْمِيِّ عَنْ خِدَاشٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَنْ بَايَعَ
تَحْتَ الشَّجَرَةِ إِلَّا صَاحِبَ الْجَمَلِ الْأَحْمَرِ قَالَ أَبُو عِيسَى
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Dengan terjemah:
Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan telah
menceritakan kepada kami Azhar al-Saman dari Sulaiman al-Taimi dari Khidasy
dari Abu al-Zubair dari Jabir dari Nabi saw. beliau bersabda: "Sungguh
akan masuk surga orang-orang yang berbai'at di bawah pohon, kecuali pemilik
unta merah (Ja'd bin Qais seorang munafik)." Abu Isa berkata; "Hadis
ini adalah hadis hasan gharib."
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, hadis ini berisi jaminan
surga pada sahabat Nabi yang telah melakukan sumpah setia kecuali orang
munafik. Hadis ini juga bisa dibilang menjelaskan tentang orang munafik dengan
disertai ancaman tidak masuk surga. Penulis hanya mengambil satu hadis di atas
supaya bisa fokus dan mendalam dalam melakukan penelitian terhadapnya.
B. Takhrij Hadis
Setelah dilakukan upaya takhrij
hadis melalui aplikasi CD-ROM Mausuah Hadis Syarif, ditemukan satu hadis lain
dalam Sahih Muslim kitab Sifat al-Munafiqin wa Ahkamuhum nomor 4986 yang
berbunyi:
حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا
قُرَّةُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَصْعَدُ الثَّنِيَّةَ ثَنِيَّةَ
الْمُرَارِ فَإِنَّهُ يُحَطُّ عَنْهُ مَا حُطَّ عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالَ
فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ صَعِدَهَا خَيْلُنَا خَيْلُ بَنِي الْخَزْرَجِ ثُمَّ
تَتَامَّ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَكُلُّكُمْ مَغْفُورٌ لَهُ إِلَّا صَاحِبَ الْجَمَلِ الْأَحْمَرِ فَأَتَيْنَاهُ
فَقُلْنَا لَهُ تَعَالَ يَسْتَغْفِرْ لَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ وَاللَّهِ لَأَنْ أَجِدَ ضَالَّتِي أَحَبُّ إِلَيَّ
مِنْ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لِي صَاحِبُكُمْ قَالَ وَكَانَ رَجُلٌ يَنْشُدُ ضَالَّةً
لَهُ و حَدَّثَنَاه
يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا
قُرَّةُ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَصْعَدُ ثَنِيَّةَ
الْمُرَارِ أَوْ الْمَرَارِ بِمِثْلِ حَدِيثِ مُعَاذٍ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ
وَإِذَا هُوَ أَعْرَابِيٌّ جَاءَ يَنْشُدُ ضَالَّةً لَهُ.
Telah menceritakan kepada kami
'Ubaidullah bin Mu'adz Al 'Anbari telah menceritakan kepada kami bapakku telah
menceritakan kepada kami Qurrah bin Khalid dari Abu Az Zubair dari Jabir bin
'Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
'Barangsiapa mendaki bukit Al Murar? Maka dosanya akan diampuni sebagaimana
diampuninya dosa Bani Israil.' Jabir bin Abdullah berkata; 'Yang pertama kali
mendaki bukit itu adalah pasukan berkuda kami dari Bani Khazraj. Setelah itu,
barulah pasukan yang lain menyusul bersama-sama.' Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; 'Dosa kalian akan diampuni, kecuali dosa
pemilik unta merah.' Setelah itu kami pun pergi mendatangi pemilik unta merah
itu sambil berkata; 'Ayo, mintalah kepada Rasulullah agar beliau memohonkan
ampun untukmu! ' Ternyata sang pemilik unta merah itu menjawab; 'Sungguh aku
lebih senang mendapatkan kembali untaku yang hilang daripada temanmu itu (Nabi
Muhammad) memohonkan ampun untukku.' Jabir berkata; 'Ternyata orang tersebut
sedang mencari untanya yang hilang.' Dan telah menceritakannya kepada kami
Yahya bin Habib Al Haritsi telah menceritakan kepada kami Khalid bin Al Harits
telah menceritakan kepada kami Qurrah telah menceritakan kepada kami Abu Az
Zubair dari Jabir bin 'Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda; 'Barangsiapa mendaki bukit Al Murar atau Al Marar?
Sebagaimana Hadits Mu'adz hanya saja dia berkata dengan lafazh; dan ternyata
orang itu seorang badui yang sedang mencari untanya yang hilang.'
C. I’tibar Sanad
محمد صلى الله عليه وسلم
|
|||||||
عن
|
|||||||
جابر
|
|||||||
عن
|
|||||||
محمد بن مسلم
|
|||||||
عن
|
عن
|
||||||
خداش بن عياش
|
قرة بن خالد
|
||||||
عن
|
|||||||
حدثنا
|
حدثنا
|
||||||
سليمان
|
معاذ بن معاذ
|
خالد بن الحارث
|
|||||
عن
|
حدثنا
|
حدثنا
|
|||||
أزهر بن سعد
|
عبيد الله
|
يحيى بن حبيب
|
|||||
حدثنا
|
|||||||
حدثنا
|
|||||||
محمود بن يلان
|
|||||||
حدثنا
|
|||||||
الترمذي
|
مسلم
|
Hadis yang akan diteliti ini adalah
hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmizi dalam kitab Jami’nya. Pemilihan ini
dikarenakan di dalam Jami’ al-Tirmizi menurut para ulama banyak terdapat
hadis yang da’if jika dibandingkan dengan kitab Sahihain. Maka
jika hadis dalam riwayat al-Tirmizi ini saja sudah sahih, maka hadis
dalam riwayat Muslim kemungkinan besar lebih sahih lagi kualitasnya. Dan
jika dalam riwayat al-Tirmizi ini benilai da’if, maka hadis ini dapat
meningkat kualitasnya dengan muttabi’ dari riwayat Muslim.
Dari skema sanad di atas, dapat
diperhatikan urutan periwayatannya sebagai berikut:
No.
|
Nama Periwayat
|
Urutan Sebagai Periwayat
|
Urutan Sebagai Sanad
|
1.
|
Jabir ibn Abdillah
|
Periwayat 1
|
Sanad 6
|
2.
|
Muhammad ibn Muslim
|
Periwayat 2
|
Sanad 5
|
3.
|
Khiddasy ibn Iyasy
|
Periwayat 3
|
Sanad 4
|
4.
|
Sulaiman al-Taimi
|
Periwayat 4
|
Sanad 3
|
5.
|
Azhar ibn Saad
|
Periwayat 5
|
Sanad 2
|
6.
|
Mahmud ibn Gailan
|
Periwayat 6
|
Sanad 1
|
7.
|
Al-Tirmizi
|
Periwayat 7
|
Mukharrij
|
Sanad hadis yang diriwayatkan
al-Tirmizi ini menggunakan sighat al-tahammul wa al-ada’ dengan al-Qira’ah
(haddasana) hanya pada sanad pertama dan kedua. Setelah itu semuanya
menggunakan ‘an.
Dari skema sanad di atas, dapat
diketahui setidaknya periwatan di tingkatan sahabat hanya Jabir seorang diri,
jadi hadis ini tidak mempunyai syahid. Dan untuk periwayat kedua, yakni
Muhammad ibn Muslim hanya seorang diri tanpa muttabi’. Dan untuk
periwayat ketiga terdapat seorang muttabi yakni Qurrah ibn Khalid.
Periwayat keempat memiliki dua orang muttabi’ yakni Mu;ad ibn Mu’ad dan
Khalid ibn al-Haris. Sebagaimana periwayat keempat, periwatat kelima juga
mempunyai dua orang muttabi’ yakni Ubaidillah dan Yahya ibn Habib. Dan
periwayat keenam tidak memiliki muttabi’ karena hadis dalam riwayat
Muslim hanya memiliki lima perawi sebelum mukharrij hadis.
D. Kritik Sanad
Penelitian sanad ini diawali penulis
dengan meneliti semua perawinya.
1. Al-Tirmizi
2. Mahmud ibn Gailan
c.
Guru: Azhar ibn Saad al-Saman, Ibrahim ibn Habib
ibn Syahid, Ahmad ibn Salih al-Misri, Azhar ibn al-Qasim, Bisyr ibn al-Sari,
Hujain ibn al-Musanna, Husein ibn Ali al-Ju’fi, dll.[8]
d.
Murid: jamaah ulama, selain Abu Daud, Abu Zur’ah,
Abu Hatim, Mutayyan, al-Husn ibn Sufyan, al-Haisam ibn Khalaf, Abu al-Qasim
al-Baghwi, Ibrahim ibn Abi Talib, Abu al-Abbas al-Sarraj, Ja’far ibn Ahmad,
Muhammad ibn Syazan, dan Ibn Khuzaimah.
3. Azhar ibn Saad
a.
Nama lengkap:
Azhar ibn Saad Abu Bakr al-Saman al-Bahili[11]
c.
Guru:
Sulaiman al-Taimi, Abdullah ibn ‘Aun, Hisyam ibn Abi Abdillah al-Dastu’i, Yunus
ibn Ubaid[15]
d.
Murid:
Mahmud ibn Ghailan, Ibrahim ibn Muhammad, Ahmad ibn Ibrahim, Ahmad ibn Usman,
Mas’ud ibn al-Farat, dll.[16]
4. Sulaiman al-Taimi
a.
Nama
lengkap: Sulaiman ibn Tarkhan Abu al-Mu’tamar al-Taimi
c.
Guru:
Khiddas al-‘Abdi, Aslam al-‘Ijli, Anas ibn Malik, Barkah Abi al-Walid, Bakr ibn
Abdillah al-Muzani, Sabit al-Bunani, al-Hasan al-Basri, Khalid al-Asbaj, dll.[22]
d.
Murid: Ibrahim
ibn Saad, Asbat ibn Muhammad, Ismail ibn ‘Ulayyah, Jarir ibn Abd al-Hamid, Hafs
ibn Giyas, Hammad ibn Salamah, dll.[23]
5. Khiddasy ibn ‘Iyasy
a.
Nama
lengkap: Khiddasy ibn ‘Iyasy al-‘Abdi[26]
b.
Lahir/wafat/tempat:
-/-/Basrah[27]
c.
Guru: Abu
al-Zubair al-Makki[28]
d.
Murid: Abu
Hafs Juhair ibn Yazid al-Abdi, Sulaiman al-Taimi, Muhammad ibn Sabit al-Abdi[29]
6. Muhammad ibn Muslim
a.
Nama
lengkap: Abu Zubair Muhammad ibn Muslim ibn Tadrus[32]
c.
Guru: Jabir
ibn Abdillah, Said ibn Zubair, Sufyan ibn Abd al-Rahman al-Saqafi, Tawus ibn
Kaisan, Abdullah ibn Babah, Abdullah ibn Zubair, Abdullah ibn Salimah, Abdullah
ibn Damrah, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Amr, dll.[35]
d.
Murid:
al-Zuhri, Lais ibn Abi Salim, Ismail ibn Umayyah, al-A’masy, Ammar al-Dahni,
Hisyam ibn ‘Urwah, Musa ibn ‘Uqbah, dll[36]
7. Jabir ibn Abdillah
a.
Nama
lengkap: Jabir ibn Abdillah ibn Riab ibn al-Nu’man ibn Sinan ibn Ubaid ibn Adi
ibn Ganam, ibn Ka’ab ibn Salamah al-Ansari al-Salami[41]
c.
Guru:
Rasulullah saw., Khalid ibn al-Walid, Talhah ibn Ubaidillah, Abdullah ibn
Unais, Ali ibn Abi Talib, Ammar ibn Yasir, Umar ibn Khattab, Muaz ibn Jabal,
Abu Bakr al-Siddiq, Abu Humaid al-Sa’idi, Abu Said al-Khudri, Abu Ubaidal
al-Jarrah,dll.[44]
d.
Murid: Ibrahim
ibn Abdillah ibn Qarid, Ibrahim ibn Abd al-Rahman ibn Abdillah, Ismail ibn
Basyir, al-Hasan al-Basri, dll.[45]
e.
Penilaian: siqah[46]
Setelah
dipaparkan keterangan masing-masing perawi, terdapat perawi yang memiliki ta’dil
dan tajrih sekaligus. Maka penulis memilih kaidah tajrih didahulukan
daripada ta’dil, karena menurut penulis yang sepakat dengan pendapat
ulama sebelumnya, yakni para ulama hadis itu merupakan orang yang berhati-hati
dari mencela seseorang tanpa alasan. Dan bisa diambil kesimpulan juga bahwa
ulama yang men-tajrih lebih mengetahui keadaan perawi daripada yang
hanya men-ta’dil saja.
Dan dari
data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa al-Tirmizi siqah, Mahmud ibn
Gailan siqah, Azhar ibn Saad da’if, Sulaiman mudallis,
Khiddasy ibn Iyasy majhul, Muhammad ibn Muslim mudallis dan Jabir
siqah. Beberapa dari perawi ada yang
didapatkan data antara guru dan murid, dan ada yang tidak. Tetapi jika dilihat
dari kesezamanan perawi, bisa dimungkinkan semua perawi memiliki hubungan antar
guru dan murid. Jadi belum bisa dipastikan apakah antar perawi memiliki
hubungan antar guru dan murid ataukah sumber data dari kitab rijal yang kurang
lengkap.
Dari
penggunaan sigat al-tahammul wa al-ada’ terdapat sigat ‘An
yang digunakan menghubungkan Azhar ibn Saad, Sulaiman, Khiddasy ibn Iyasy dan
Muhammad ibn Muslim yang keempat perawi tersebut dinilai da’if dan
terdapat dua dua diantaranya dituduh mudallis. Dan untuk penelitian syaz dan illat penulis masih
belum bisa melakukannya karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis
sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa sanad dari
hadis ini bernilai da’if.
E. Kritik Matan
Sebagaimana
sanad, matan juga tidak bebas kritik meskipun sanadnya sahih, apalagi
jika sanadnya da’if sebagaimana hadis di atas. Karena sanad dan matan
merupakan dua elemen yang harus ada dalam hadis. Dalam melakukan kririk matan
ini, penulis menggunakan metode kritik matan Salah al-Din al-Adlabi, yakni tidak
bertentangan dengan Alquran, tidak bertentangan dengan hadis dan sirah yang
valid, tidak bertentangan dengan akal dan kenyataan empiris, dan
menyerupai sabda Rasulullah saw.[47]
1.
Tidak
bertentangan dengan Alquran
Dalam hadis
ini dapat dipahami secara tektual bahwa orang-orang yang melakukan baiat di
bawah pohon akan masuk surga kecuali orang yang munafik. Hadis ini tidak
bertentangan dengan Alquran surah al-Fath ayat 18 yang berbunyi:
Teks Arab Tidak Bisa di Tampilkan
Ayat di atas
tidak bertentangan dengan hadis yang diteliti melainkan malah menguatkan satu
sama lainnya. Dan tentang orang munafik yang dikecualikan ini tidak
bertentangan dan didukung pada Alquran surah al-Munafiqun ayat 6 yang berbunyi:
Teks Arab Tidak Bisa di Tampilkan
Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa hadis di atas tidak bertentangan
dengan ayat Alquran.
2.
Tidak
bertentangan dengan hadis dan sirah yang valid.
Selanjutnya
setelah dicek, hadis ini juga tidak bertentangan dengan hadis lain dalam Sahih
al-Bukhari bab Gazwah al-Hudaibiah nomor 4072 yang berisi:
حدَّثنا محمودٌ حدَّثنا عُبيدُ اللّهِ عن إِسرائيلَ عن
طارقِ بن عبدِ الرحمن قال: انطلَقْتُ حاجّاً فمرَرتُ بقومٍ يصلُّون، قلت: ماهذا
المسجدُ؟ قالوا: هذه الشجرة حيثُ بايعَ رسولُ الله صلى الله عليه وسلّم بيعةَ
الرِّضوان. فأتيتُ سعيدَ بن المسيَّب فأخبرته، فقال سعيدٌ: حدَّثني أبي أنه كان
فيمن بايع رسولَ الله صلى الله عليه وسلّم تحتَ الشجرة، قال: فلما خَرجنا من العام
المقبل اُنَسِينَاها فلم نَقدِر عليها. فقال سعيد: إنَّ أصحابَ محمدٍ صلى الله
عليه وسلّم لم يَعلموها، وعلمتموها أنتم؟ فأنتم أعلم!
Secara
historis, hadis ini tidak bertentangan dan mengada-ada, banyak kitab-kitab
sirah menjelaskannya tentang Bai’at al-Ridwan yang dilaksanakan pada
saat perjanjian Hudaibiyah sebelum Rasulullah melaksanakan Fathu Makkah.
Termasuk hadis riwayat al-Bukhari di atas juga menguatkan dari sisi
historisnya.
3.
Tidak bertentangan dengan akal dan kenyataan
empiris.
Secara akal
sehat hadis ini dapat diterima karena jaminan masuk surga ini pantas untuk
mereka yang melakukan sumpah setia pada Rasulullah. Dan karena urusan masuk
surga adalah perkara yang eskatologis, maka hanya bisa diketahui melalui wahyu
dan sabda Nabi, dan hadis di atas telah menjelaskannya. Serta pengecualian
terhadap orang munafik yang menunggangi onta merah ini masuk akal juga,
sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat yang penulis cantumkan sebelumnya.
4.
Menyerupai sabda Rasulullah saw.
Dilihat dari
keserupaan dengan sabda Rasulullah, hadis ini bisa dibilang sesuai dengan
kekhasan sabda Rasulullah, yakni memberikan jaminan bagi yang pantas
mendapatkannya dan tidak berlebih-lebihan, serta tidak menyebut langsung nama
orang munafik tersebut, melainkan hanya memberikan kode atau ciri-cirinya saja.
Dan mengenai nama orang munafik tersebut merupakan keterangan dari ulama.
Karena bukanlah etika yang baik ketika kita menyinggung seseorang dengan
namanya langsung meskipun kita tahu ia benar-benar salah, karena akan
menimbulkan ghibah. Dan Rasulullah tidak mungkin melakukan ghibah karena akhlak
Rasulullah adalah semulia-mulianya akhlak umat manusia.
Maka setelah
dipaparan
argumentasi mengenai matan hadis, dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sahih
matannya, karena tidak bertentangan dengan Alquran, hadis yang lain, fakta
sejarah, akal sehat dan hadis tersebut tidak bertentangan dengan kekhasan sabda
kenabian.
F. Kesimpulan
Setelah
dipaparkan hasil penelitian atas sanad dan matan, yakni sanadnya da’if
dan matannya sahih, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa hadis ini
bernilai da’if. Karena tidak ada korespondensi langsung antara kesahihan
sanad dan kesahihan matan, sebab terkadang yang pertama sahih tetapi yang kedua
tidak.[48] Tetapi hadis ini bisa jadi naik peringkatnya menjadi sahih li
gairihi dengan bantuan riwayat penguat dari Muslim jika setelah diteliti
riwayat tersebut bernilai sahih.
Meskipun begitu, para ulama hadis berpendapat tentang bisa keliru dan
lupanya para perawi siqah, dan bolehnya menilai jujur pada perawi
pendusta. Pembolehan ini bukanlah imajinasi dan asumsi yang salah. Akan tetapi
hal itu boleh saja terjadi secara akal dan kebiasaan, dan memang pernah terjadi
secara hakikat dan praktik. Siapa saja yang jeli, dia bisa menduga adanya
kesalahan dalam kabar yang dibawa oleh perawi siqah, dan mungkin menilai
jujur kabar yang dibawa perawi yang diragukan olehnya, akhirnya dia tidak bisa
mengambil kata final sampai terbukti bahwa fakta dan hakikat bertolak belakang
dengan keyakinannya selama ini.
Akan tetapi,
jika kabar perawi siqah dibarengi sejumlah indikator kesahihan dan
kepercayaan dari semua sisi, semuanya itu menguatkannya, melambungkan
derajatnya sampai pada dugaan kuat, derajat menjadi sumber pengetahuan, dan
tidak menyisakan keraguan di dalamnya. Demikian juga dengan kabar pendusta,
kalau dibarengi sejumlah indikator kedustaan dan keraguan, maka memang dia
sudah jelas kedustaannya, dan setelah itu tidak ada lagi kemungkinan untuk
membenarkannya.[49]
Baca Juga: Riview Kitab Umdat al-Qori dan Lainya
Oleh karena
itu, kesahihan sanad saja tidak cukup memadai untuk menjamin kesahihan matan,
begitu pula sebaliknya dalam kasus hadis ini, kesahihan matan yang tidak
dibarengi kesahihan sanadnya.
[6] Ibn Abi Hatim al-Razi, al-Ta’dil
wa al-Tajrih, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, TT, juz 1, hlm. 294.
[10] Abu al-Fadl Ahmad ibn Ali
al-Asqalani, Tazhib al-Tazhib, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1996, juz 5,
hlm. 482.
[18] Abu Ja’far Muhammad ibn
Amr ibn Musa ibn Hammad al-Uqaili, Du’afa’ al-Uqaili, Dar al-Kutub
al-Ilmiah, 1998, juz 1, hlm. 132.
[24] Abu al-Fadl al-Asqalani, Lisan
al-Mizan, Beirut: Dar Ihya’ al-Turas al-‘Arabi, 1996, juz 1, hlm. 244.
[41] Abu Amr al-Qurtubi, al-Isti’ab
fi Ma’rifat al-Ashab, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1995, juz 1, hlm. 292.
[47] Salah al-Din ibn Ahmad
al-Adlabi, Menalar Sabda Nabi: Menerapkan Metode Kritik Matan dalam Studi
Hadis, terj. Ita Qonita, Yogyakarta: Insan Madani, 2010, hlm. v-vi.
0 komentar:
Post a Comment