KITAB SAHIH AL-QASAS AL-NABAWI


images-na.ssl-images-amazon.com
Kitab hadis sekunder tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun pada masa maraknya penyusunan kitab hadis sekunder, ulama terkesan mencukupkan diri pada kitab-kitab sebelumnya. Mereka hanya melakukan penyempurnaan atau membuat kitab baru dengan mengambil referensi dari kitab terdahulu. Namun, para ulama tersebut berkesperimen agar membaca, memahami, atau bahkan menghafal hadis terasa lebih mudah.
Syarah hadis pun berkembang menjadi semakin kreatif dengan banyaknya tema baru yang diangkat. Hal itu dikarenakan bahwa hadis Nabi tidak hanya berbentuk pada segala hal yang berkaitan dengan syariat. Baik berupa perintah maupun pelarangan dalam agama. Hadis juga bukan hanya yang berbicara kemukjizatan anonim pada era-nya yang terkait dengan ilmu sains saja. Hal yang pada masa lalu belum diketahui, namun hadis tersebut dapat dibuktikan pada era modern dengan bantuan sarana-sarana canggih. Namun, hadis juga membungkus sebuah hikayat berupa sejarah yang juga diturun-temurunkan kepada generasi selanjutnya.
Adanya hadis yang berbicara mengenai sejarah tersebut, maka bermunculan-lah ulama yang mengkompilasi hadis-hadis sejarah tersebut. Salah satunya adalah al-Huwaini. Al-Huwaini, sosok ulama terpandang pada era kini. Al-Huwaini menghadirkan sebuah karya yang berbicara mengenai sejarah dalam hadis. Kitab yang dimaksud adalah kitab karyanya yang berjudul Sahih al-Qasas al-Nabawi. Penulis merasa perlu membahas kitab syarah hadis yang hadir di masa kontemporer ini. Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai biografi singkat al-Huwaini, sistematika penulisan, kelebihan, dan kekurangan dari kitab ini.




B.     Biografi Abu Ishaq al-Huwaini
Salah satu ulama besar di abad ini dan pakar hadis kenamaan sepeninggalnya al-Albani adalah Abu Ishaq al-Huwaini al-Atsari. Nama lengkapnya adalah Hijazi bin Muhammad bin Yusuf bin Syarif al-Mishri. Orang tuanya memberi nama Hijaz kepadanya karena bertepatan setelah mereka pulang dari ibadah haji. Dulu bernama Hijaz, sekarang  menjadi Arab Saudi. Pada awalnya, nama kunyahnya adalah Abu al-Fadhl (sama dengan nama kunyah Ibnu Hajar). Selama menuntut ilmu, dia banyak mempelajari buku karya Abu Ishaq al-Syatibi, sehingga lama kelamaan dia menyukai kunyah Abu Ishaq. Abu Ishaq juga merupakan nama kunyah dari salah satu sahabat Rasul, Sa’ad bin Abi Waqqash. Oleh karena itu, al-Huwaini akhirnya menggunakan nama Abu Ishaq sehingga dikenal khalayak ramai dengan nama Abu Ishaq al-Huwaini.
Masih ada lagi gelar al-Huwaini yang lain. Dia digelari juga dengan nama al-Atsari. Nama al-Atsari diambil karena al-Huwaini menyibukkan diri dengan memperdalam ilmu dalam bidang kajian hadis. Seperti yang diketahui bahwa hadis memiliki nama lain, yaitu atsar.
Ulama yang satu ini, dilahirkan pada hari Ahad, tanggal 1 atau 2 (terdapat perbedaaan pendapat) bulan Zulqaidah tahun 1375 H, bertepatan pada tanggal 10 Juni 1956 M.  Tanah kelahirannya adalah Huwain, Kafr al-Syaikh, yaitu salah satu kota yang ada di Mesir. Oleh karena itu, namanya al-Huwaini al-Mishri tersebut disandarkan pada tanah kelahirannya. Abu Ishaq al-Huwaini merupakan anak dari istri ayahnya yang ketiga. Abu Ishaq al-Huwaini tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang baik. Keluarga yang juga sangat mencintai agama dan menjunjung tinggi syariat Islam. [1]
Jenjang beliau dalam menuntut ilmu:
·       Madrasah Ibtidaiyah di Wazariyah.
·       Pendidikan I’dadiyah al-Qadimah.
·       Pendidikan Tsanawiyah di Madrasah al-Syahid ‘Abd al-Mun’im Riyadh.
·       Kuliah di Jami’ah ‘Ain Syams Mesir, Fakultas Adab, jurusan Bahasa Spanyol. [2]
Di antara guru-guru Abu Ishaq al-Huwaini dalam menuntut ilmu agama adalah ‘Abdul Hamid Kasyk, Muhammad Jamil Ghazi, ‘Abd al-Rahman ‘Abd al-Khaliq, Dr. ‘Abdul Fatah Al-Halwu, Ahmad Muqir, dan Sayyid Sabiq yang terkenal dengan Fiqh Sunnahnya, dan gurunya yang paling terkenal adalah al-Albani. Walaupun dalam beberapa masalah, Abu Ishaq al-Huwaini memiliki perbedaan pendapat dengan guru-gurunya. Namun, Abu Ishaq al-Huwaini tetap bersikap hormat pada guru-guru yang menjadi tempatnya menuntut ilmu.
Abu Ishaq al-Huwaini telah banyak melahirkan karya berupa buku. Karya-karyanya tersebut kebanyakan berfokus pada bidang ilmu hadis. Karya-karyanya tersebut ada yang berbentuk tahqiq maupun takhrij hadis, dan ada yang sudah dicetak maupun yang belum. Adapun beberapa di antara bukunya yang sudah terbit adalah al-Insyirah fii Adab al-Nikah, al-Nafilah fii al-Ahadis al-Dha’ifah wa al-Bathilah, Naha al-Shahabah ‘an al-Nuzul bi al-Rakbah, Kasyf al-Mahkhbu’ bi Tsubut Hadts al-Tasmiyah ‘Inda al-Wudhu’, dan buku yang akan dibahas pada makalah ini Shahih al-Qashshash al-Nabawi  yang diterbitkan di Jeddah: Maktabah al-Shahabah, pada tahun 1411 H.
Adapun karya-karyanya yang belum dicetak dan masih dalam proses adalah seperti Durrat al-Taj ’ala Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Tasliyah al-Kadzim bi Takhrij Ahahdits wa Atsar Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, al-Hidayah bi Syarh Shahih al-Ahadis al-Qudsiyah, Musnad Abu ‘Awanah yang penulisannya telah selesai dan menunggu penerbitan, dan masih banyak lagi karya-karyanya lain. [3]



C. Sistematika dan Karakteristik Kitab
Kitab ini sebagaimana kitab hadis sekunder yang lain, berasal dari kitab-kitab primer sebelumnya. Serta hadis dalam kitab ini tanpa disertai sanad lengkap dan tematik. Sistematika hadis ini sesuai dengan daftar pustaka yang terdapat di akhir kitab. Kitab ini terdiri dari 50 hadis yang terbagi dalam 50 pasal juga.
Tiap pasal dalam kitab ini terdiri dari satu hadis. Diawali dengan sanad tetapi sudah diringkas hingga pada tingkat sahabat. Kemudian disusul dengan hadis yang sesuai dengan judul dalam pasal. Selanjutnya diberi penjelasan tentang kualitas hadis beserta sumber rujukannya. Dan dalam satu pasal tersebut diakhiri dengan penjelasan kata-kata yang asing (gharib al-hadis) jika diperlukan.
Kitab ini sebagaimana judulnya berisi tentang kisah-kisah para Nabi sebelumnya serta kisah-kisah umat di masa lalu yang bisa diambil pelajarannya. Kisah dalam kitab ini adalah kisah yang pada umumnya telah tersebar di kalangan masyarakat tetapi mushannif mengkhususkan pada hadis yang sahih saja. Karena menurut pendapat mushannif sebagian besar kisah-kisah para Nabi dan umat terdahulu dalam hadis merupakan hadis yang dhaif bahkan batil.
Hadis-hadis dalam kitab ini juga rata-tata pendek, yakni cukup satu halaman serta maksimal sebanyak empat halaman meskipun hanya beberapa saja. Hadis dalam satu pasal juga terkadang tidak hanya satu hadis juga, tetapi ditampilkan juga hadis dalam jalur lain atau dengan redaksi yang lain. Mengenai gharib al-hadis juga tidak terdapat di semua pasal, tetapi hanya ada di beberapa pasal tergantung mushannif.



D. Kelebihan dan Kekurangan pada Kitab
Semua kitab himpunan hadis memiliki identitasnya masing-masing, dan dalam penulisan kitab pada umumnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun tidak semua kelebihan suatu kitab dianggap mutlak sebagai kelebihan, dan juga sebaliknya. Itu tergantung dari perspektif pembaca, terkadang penilaiannya bisa berbeda dari masing-masing pembaca. Berikut kami cantumkan kelebihan dan kekurangan kitab yang telah kami teliti;
1.      Kelebihan
a.       Semua hadis pada kitab ini sudah diberikan status kualitas hadis, dan pencantuman para mukhorrij hadis.
b.      Ketika penulis kitab menemukan hadis yang terdapat kata-kata gharib, terdapat halaman tersendiri untuk menjelaskan kata-kata gharib tersebut..
c.       Sistematika penulisan kitabnya disusun dengan rapi, sehingga indah untuk dilihat dan mudah untuk dibaca.
d.      Ketika terdapat hadis yang bermuatan ayat al-Quran, penulis membedakan tulisannya, dengan cara memberikan tanda kurung dan menebalkan teksnya. Ini sangat membantu untuk membedakan kalimat hadis dan ayat al-Quran.

2.      Kekurangan
a.       Pada setiap kisah yang dituliskan, penulis kitab hanya memasukkan satu hadis saja.
b.      Pada kurang lebih seperempat awal kitab, hadis yang dicantumkan memiliki syakal yang lengkap, namun lebih dari separuh hadis dari kitab ini tidak bersyakal.
c.       Terdapat hadis yang syakalnya terbuang, atau tidak tercantum.
d.      Judul kisah tidak dicantumkan, hanya terdapat pada daftar isi saja. Penulis hanya mencantumkan judul : kisah satu, kisah dua, dst.



E. Kesimpulan
Sahih al-Qasas al-Nabawi merupakan salah satu kitab hadis sekunder yang termasuk baru. Kitab ini hanya khusus memuat hadis-hadis sahih tentang kisah-kisah para Nabi dan umat terdahulu. Dengan keunggulan sistematika yang rapi dan memudahkan pembaca, kitab ini diberi harokat dan keterangan tambahan pada hadis yang dibahas seperti sumber rujukan dan gharib al-hadis.


Meskipun begitu, sebagaimana kitab-kitab yang lain, kitab ini tetap mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk kelebihan akan sangat mudah didapatkan setelah pembaca mulai membaca kitab ini. Sedangkan untuk kekurangannya cukup sulit untuk menemukannya karena kami merasa belum cukup pantas untuk menilai kurang kitab ini dengan segala kekurangan kami. Tetapi meskipun begitu, kami tetap mencoba menggali kekuranganya agar bisa menjadi evaluasi dan pembelajaran bagi produk kitab-kitab hadis selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA
http://alheweny.me/pages/page/about
https://rumaysho.com/12062-ilmuwan-yang-menjadi-ulama-6.html



[1] http://alheweny.me/pages/page/about
[2] https://rumaysho.com/12062-ilmuwan-yang-menjadi-ulama-6.html
[3] http://alheweny.me/pages/page/about

0 komentar:

Post a Comment