Benturan NU dan PKI 02


NU dan PKI, http://www.nu.or.id
BAB 1

  
      A.    Latar Belakang

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang kemudian dikenal dengan G30-S/PKI itu merupakan peristiwa teragis yang tidak pernah dilupakan oleh bangsa ini, baik oleh kalangan TNI, kalangan NU maupun kalangan PKI sendiri. Peristiwa itu terus diingat karena peristiwa itu sangat mengerikan dan menyakitkan, sehingga selalu dikenang agar tidak terulang. Berbagai buku catatan dikeluarkan baik versi pemerintah atau TNI, adapula versi perguruan tinggi baik lokal maupun dari Barat yang berpretensi netral walaupun seringkali terjebak pada satu sisi. Selain itu muncul berbagai memori atau biografi yang semuanya membela diri, terutama ketidakterlibatan mereka daam peristiwa tragis tahun 1965 tersebut.

Dalam situasi begini membuat masyarakat awam menjadi bingung terutama diri kalangan generasi muda yang tidak ikut menyasikkan dan mengalami peristiwa tersebut, sehingga informasi apapunyang diterima tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya ataupun kekeliruannya, akhirnya pandangan yang muncul belakangan begitu mudah diterima, sehingga saat ini telah mampu memersihkan PKI dari peristiwa 1965 itu, sehingga yang muncul bukan istiah G30-S/PKI, melainkan G30-S, di mana PKI tidak terlibat atau disaksikan keterlibatannya. Perubahan ini sempat menghebohkan saat diperkenalkan melalui buku pelajaran di sekolah. Memang awanya Kol. Untung sendiri menyebut gerakannya sebagai Gerakan 30 Septemer, tetapi ketika semuanya jelas bahwa pelaku Gerakan 30 September tersebut adalah PKI, maka ditegaskan menjadi G30-S/PKI, sebagai pengukuhan dan penegasan siapa pelakunya. Maka saat ini ketika para aktivis PKI pada bebas maka mereka merehablitasi para dirimya salah satunya menyangkal keterlibatan PKI
  
   B.     Rumusan Masalah

1.      Asal-Usul Konfik  Antara NU dan PKI

2.      Apa saja aksi Pemanasan PKI 1950-1965

3.      Langkah apa saja yang dilakukan NU untuk menghadapi G30S/PKI

   C.     TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makaah ini adalah:

1.      Mengetahui konfik antara NU dan PKI

2.      Mengetahui cara NU untuk menghadapi G30S/PKI





D.    MANFAAT
Hasil penelitian ini pada akhirnya dapat bermanfaat:

1.      Dapat memberikan bahan masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang selanjutnya dapat dijadikan acuan bagi penelitian

2.      Dapat memberikan pengetahuan tentang Konfik NU dan PKI dan mengetahu cara NU untuk menghadapi PKI

3.      Diharapkan sebagai langkah awal bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, serta merupakan suatu karya ilmiah untuk memnuhi tugas perkuliah.

BAB 2
PEMBAHASAN


    A.   Asal-Usul Konflik antara NU dan PKI
  
    ·        Perbedaan Epistemologi dan Ideologi

Islam adalah agama yang berdasarkan pada kepercayaan pada Tuhan yang Maha Esa, yang mempercayai alam ghaib dan akhirat atau adanya hidup sesudah mati. Selain itu mengajarkan seperangkat aturan yang disebut dengan syariat sebagai tuntunan dalam kehidupan dunia maupun akhirat.

Hal itu sangat berbeda dengan Marxisme, Leninisme, dan komunisme yang berpijak pada filsafat materialisme, yang menganggap bahwa hanya satu benda (materi). Di situ tidak ada hal yang diluar materi1. Tuhan sebagai hal yang imateri dianggap tidak ada. Karena itulah kepercayaan dasar Marxisme adalah atiesme. Sementara Marxisme lahir dari gua garba filsafat Barat yang berawal dari renaisans, yang berangkat dari ketidakpercayaan pada agama dengan berpijak pada akal pikirannya bisa menguasai segala-galanya. Berbeda dengan kepercayaan agama yang menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan, sehingga dirumuskan dalam sebuah diktum; man is measure of the all of thing (manusia menjadi ukuran segala sesuatu). Kebaikan dan keburukan suatu hal diukur dari manfaat dan madlorot bagi akal manusia. Di situ tidak ada pertimbangan agama. Manusia menjadi pusat segalanya, inilah yang disebut pemikiran humanis dan humanisme yang bersifat antroposentris2. Lahirnya humanisme barat adalah dalam rangka melawan teosentrisme, karena itu watak dasar humanisme ini adalah indivudualis, liberal dan ateis

         ·        Perbedaan Kultur

Komunisme dan Kolonialisme barat memiliki agenda yang sama di samaping menjajah adalah melakukan westernisasi terhadap kebudayaan Nusantara. Semua pengalaman Barat, pemikiran Barat itu hendak dikembangkan di Indonesia dalam sebuah misi sivilisasi, atau pemberadaban bangsa-bangsa Timur. Kolonialisme dengan mendirikan berbagai sekolah baik sebelum maupun setalah Politik Etis telah mengajarkan sekularisme dan juga individualisme yang terselubung dalam berbagai mata pelajaran mualai filsafat, biologi, bahasa, budaya, sejarah hingga administrasi.

Dengan agenda itu mereka mampu menciptakan kelas ambtenaar yang setia pada Belanda dan menggunakan simbol Belanda dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dari kelompok terpelajar produk pendidikan Belanda itu muncul kelompok kecil yang dididik secara khusus oleh kelompok Sosial Demokrat atau yang disebut kelompok liberal. Kelompok sosialis di bawah bimbingan Sneevliet seorang aktivis kiri dari Belanda itu membina orangorang Indonesia seperti Semaun, Alimin, Muso dan sebagainya





kemudian berkembang menjadi komunis. Dari situ kelihatannbahwa antara liberaslime dengan komunisme itu sama sama darinBarat yang dikembangkan oleh orang-orang Belanda sendiri yang berbeda haluan beda strategi dalam meraih kepentingan. Itulah yang dicium oleh KH Saifuddin Zuhri bahawa perlawanan terhadap komunisme harus sejalan dengan perlawanan terhadap liberalisme karena keduanya berlandaskan pada asas yang sama yaitu materialisme dan ateisme.

        ·         Perbedaan Politik

Perbedaan NU dengan PKI semakin mencolok dalam bidang politik, kalau NU lebih mengutamakan harmoni atau ishlahil ummah (untuk kesejahteraa rakyat) lahir dan batin. Sebaliknya PKI membangun sistem politik yang kontradiktif bahkan konfrontatif di tengah masyarakat Nusantara yang harmoni. Perbedaan itu juga menjadi hambatan tersendiri bagi perkembangan politik PKI. Walaupun di sementara waktu hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum muda yang agresif. Tetapi radikalisme seperti itu akan selalu hanya bisa diikuti sedikit orang, dan itupun bersifat temporal, mayoritas selalu menghendaki hidup damai. Saling menyerang dihadapan umum masih dianggap tabu dalam tradisi politik bangsa Indonesia. Tradisi politik yang dikembangkan PKI tidak melahirkan ketenteraman malah mengundang terjadinya benturan antar masyarakat antar tradisi.


        B.     Aksi Pemanasan PKI 1950-1965

          ·        Provokasi Politik PKI

Kepemimpina Aidit yang progresif itu berhasil menyatukan kekuatan PKI yang porak poranda. Maka dalam waktu singkat beberapa organisasi kiri seperti Barisan Tani Indonesia (BTI), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan juga Pemuda Rakyat bisa dirangkul menjadi organ resmi PKI, selain itu berbagai organisasi profesi dan kekaryaan dibentuk untuk menunjang perjuangan PKI. Dengan menyatunya kekuatan kiri itu maka agresivitas PKI tidak terbendung lagi. Aksi kekerasan memang telah menjadi sikap dan ideologi PKI, karena itu watak dasar ini sangat sulit untuk disembunyikan. Sekitar tahu 1951 berbagai perusahaan strategis baik di sektor industri mapun perkebunan serta transportasi masih di tanagan Belanda, maka SOBSI dan BTI melakuakan serangkaian pemogokan. Langkah itu tidak hanya mengganggu perusahaan tetapi juga mengganggu kehidupan masyarakat. Bahkan kemudian pada 5 Agustus 1951 PKI melakukan serangan terhadap Markas Brimob Tanjung Priok Jakarta. Ketika perilaku PKI sudah diangagap membahayakan keamanan negara maka Jaksa Agung dan Mahkamah Agung maupun Presiden Soekarno menyerukan dilakuakn tindakan tegas terhadap semua pengacau keamanan negara3. 30 Dengan adanya perintah itu maka aparat keamanan pemerinmtah melakukan penangkapan terhadap pelaku penyerbuan terhadap aparat negara itu. Terbukti beberapa CC PKI terlibat. Dengan tegas aparat kemanan menangkap beberapa tokoh penting PKI seperti DN. Aidit, Karim DP maupun Supranoto dan lain sebagainya. Selain itu beberapa Anggota DPR PKI juga ditangkap aparat seperti





Ir. Sukirman, Peris Pardede, Hutomo Supardan dan lain sebagainya sebanyak 15 orang Selain itu beberapa pimpinan PKI daerah juga ditangkap aparat keamanan. Ini menunjukkan PKI tidak serius dalam menempuh jalan baru, masih menggunakan jalan lama dan tradisi lama yaitu melakukan sabotase
  
        ·         Penghinaan pada Agama

Marxisme lahir dari gua garba filsafat Barat yang memiliki pandangan positivistik dengan prinsip bahwa hakekat yang ada adalah materi, tidak ada roh dan tidak ada kehidupan sesudah mati, karean itu Marxisme melihat agama secara filosofis hanyalah khayalan dan secara sosial sebagai candu. Hal itu tentu berbeda dengan pandangan kaum agama manapun, bahwa dunia tidak hanya materi percaya adanya roh dan percaya adanya Tuhan, dan agama hadir untuk memberikan petunjuk dan tuntunan terhadap kehidupan sosial dan kerohanian. Perbedaan kepercayaan itu setelah Marxisme menjelma menjadi komunisme dan di Indonesia
komunisme mengejawantah dalam Partai Komunis Indonesi (PKI) yang terstruktur, maka perbedaan prinsip itu di masyarakat menjadi benturan keras. Kaum beragama merasa berkewajiban memperkuat agama, sementara PKI berkewajiban mengikis habis segala bentuk kepercayaan agama.
Dengan segala cara PKI menghina agama yang dianggap suci, serta merendahkan martabat
tokoh agama yang menjadi anutan masyarakat. Sunan Ampel bapak para Walisongo yang dihormati umat Islam se Jawa bahkan se Nusantara mendirikan sebuah masjid di kawasan
Kembangkuning persis di jantung kota Surabaya. Mesjid tersebut dirawat dikeramatkan oleh umat Islam di Jawa hingga kini, mesjid tersebut digunakan sebagai pusat dakwah Islam dan aktivitas keagamaan lainnya. Sejak Pemilu 1955 posisi PKI Surabayaa yang semakin menguat apalagi didukung sebagian aparat tentara. Dengan kekuatan yang ada itu, maka pada tahun 1962 gerombolan Pemuda Rakyat di dukung kawanan Gerwani yang garang menyerbu Mesjid keramat tersebut. Tempat suci itu diinjak-injak sambil menyanyi dan menari-nari menyanyikan lagu genjer-genjer. Bahkan mereka bermaksud mengubah masjid tersebut menjadi markas Gerwani.
  
      ·         Aksi Penyerobotan tanah

Kelambanan pemerintah dalam melaksaananakan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang sudah disahkan pada tahun 1960-an itu disayangkan oleh semua partai termasuk NU, tetapi yang dilakukan sebatas mendorong pemerintah agar segera melaksanakan amanat undang-undang tersebut. Sementara itu PKI menggunakan kesempatan tersebut untuk menjalankan agendanya sendiri untuk mencari simpati di masyarakat. Dengan motif semacam itu, kemudian PKI melakukan aksi sepihak, dengan dalih melaksanakan Landreform4 seperti yang diamatkan UUPA itu mereka menjanjikan rakyat untuk mendapatkan tanah.


      ·         Awal Provokasi PKI di Bali 1965

Masyarakat Bali mayoritas beragama Hindu, mereka memiliki fanatisme yang tinggi terhadap Presiden Pertama RI Soekarno yang dianggap memiliki darah Bali. Karena itu mereka juga memiliki ikatan yang kuat dengan partai politik yang didirikan Proklamator itu, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI). Masyarakt Bali masih semi feodal di situ terdapat banyak puri (keraton) dan banyak pula para brahmana yang berada di berbagai pura. Selebihnya adalah masyarakat biasa. Komposisi penduduk yang feoalistik ini dengan sendirinya menjadi ajang kampanye yang empuk bagi PKI yang memperjuangkan persamaan kelas. Propaganda PKI ini sangat mengena di masyarakat yang merasa didiskriminasi oleh sistem keraton dan agama, sehingga mereka banyak yang masuk dalam barisan PKI. Bahkan beberapa di antara keluarga Puri yang menjadi anggota PKI, padahal partai ini berjuang melawan segala bentuk kraton. Kelompok ini dalam kenyataannya banyak benturan dengan kelompok PNI yang dianggap sebagai pendukung feodal.

       ·         Provokasi PKI di Sumatera Utara 1956-1964

Sumatera Utara yang merupakan mayoritas Muslim, sejak Pemilu 1955 Posisi NU di kawasan ini sangat kuat, beberapa bupati dan pimpinan militer berasasl dari NU sehingga pada tahun 1956 NU menyelenggarakan Muktamar di kota yang sedang bergolak itu. Kesatuan TNI Dewan Gadjah yang dipimpin Kol. Maludin Simbolon memberontak terhadap pemerintah pusat, sehingga menimbulkan pergolakan bersenjata.
Setelah ada pembicaraan serius antara KH Idham Chalid dengan Simbolon, maka Muktamar bisa dijalankan dengan lancar. Rupanya Simbolon tidak mengusik NU, sebab yang dimusuhi Simbolon hanya Ali Sastroamidjoyo beserta partainya yaitu PNI.  Medan menjadi basis PKI, di pulau ini terutama setelah terjadinya pemberontakan Simbolon dan PRRI berlangsung. Operasi pembasmian pemberontakan Simbolon dan PRRI oleh TNI yang banyak berasal dari unsur kiri, terutama dari kelompok Merapi- Merbabu Compleks sempat dikirim ke daerah ini. Kelompok itu merupakan penggerak PKI di daerah tersebut, sehingga posisi PKI makin kuat.
Sementara NU mulai menguat di daerah itu dengan munculnya tokoh besar seperti H Zainul Arifin seorang Wakil Perdana Menteri, H. Djamaluddin Tarigan (DPR-GR), serta H Nuddin
Lubis, ketua Konsul NU Sumetera Utara yang kemudian diangkat sebagai anggota DPR GR dan pengurus PBNU. Pada saat yang bersamaan PKI juga mulai tumbuh pesat setelah penaklukan pemberontakan Simbolon. Tokoh yang muncul antara lain Jusuf Adji Torop Simandjuntak (CC PKI), Amat Johar Nuri, Makmun Duana (DPRGR) dan Kusniawati (Gerwani) juga seorang tokoh Sobsi bernama Bebas Pakpahan. Daerah yang paling pesat
perkembangan PKI-nya adalah Langkat dan Labuhan Batu karena di sana terdapat perkebunan besar, yang menjadi sarangnya Sobsi dan Pemuda rakyat serta BTI.

     ·        NU Membela Kelompok Lain

Sejak akhir 1950-an NU tampil sebagai imamnya umat Islam bukan saja organisasi ini memiliki prinsip yang kuat tetapi juga memiliki kekuatan politik yang disegani, sejak dibubarkannya Masyumi NU telah memiliki peran menonjol, apalagi setelah partai Islam modernis itu dibubarkan maka NU menjadi kekuatan utama kelompok Islam di Indonesia. Kekuatan yang dimiliki NU itu tidak dipergunakan untuk memupuk kekuasaan sendiri atau
untuk menginjak lawan politiknya. Sebaliknya digunakan untuk membela Negara dan membela hak dasar kelompok lain. Ketika PKI menyerang PNI, Muhammadiyah dan eks Masyumi, maka tampil membela mereka padahal selama ini menjadi pesaing dalam politik nasional. Tetapi ketika berhadapan dengan musuh dari luar maka ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah (kebangsaan) dibangun kembali. Tidak hanya membela Muhammadiyah, NU dan Ansor juga membela PNI dalam peristiwa perebutan tanah masih terjadi di Pagu Kediri, ketika PKI menguasai tanah bengkok dusun, saat itu Parmin Kepala Dusun berasal dari PNI meminta bengkok desa tersebut diserahkan tetapi PKI menolak, lalu setelah panen Kamituwo mengambil secara paksa harta desa tersebut. Saat itu pasukan BTI datang menyerang pertemuan teresebut dan mengeroyok Parmin sang Kepala Dusun. Selain itu Kyai Muhammad Said yang mencoba menolong Parmin ikut dianiaya tetapi tidak mempan. Berita tentang penganiayaan Parmin dan Kiai Said itu memancing kemarahan Ansor, karena itu Ansor menyerbu markas BTI, ketuanya Kasdi dan Kasidi ditangkap dan
pengikutnya dihajar ramai-ramai, kemudian mereka diserahkan pada polisi lalu diadili dan dimasukkan penjara5.

        ·         Propaganda, Trauma, Kewaspadaan

Selama ini PKI masih sering melontarkan propaganda damai bahwa mereka tidak anti agama, bersahabat dan menghormati kebebasan beragama. Meraka hanya membela rakyat dan melawan kapitalisme serta imperialisme dibuktikan masyarakat sendiri sebagai suatu taktik belaka. Memang hal itu sebagian bisa mereka buktikan beberapa tokoh agama yang menjadi tokoh PKI, tetapi masyarakat tidak mudah terkecoh oleh kenyataan yang langka itu.
Sebaiknya masyarakat menganggap tokoh agama yang mengikuti garis perjuangan PKI itu dianggap tidak tahu agama dan tidak tahu PKI.
Berbagai propaganda itu tidak mengubah kepercayan masyarakat yang berpegang sikap dan perilaku PKI sehari-hari di lapangan yang jauh berbeda dengan apa yang mereka propagandakan. Dalam perilaku sehari-hari PKI Pesindo sangat kejam menghadapi lawan politiknya dan sikapnya yang jelas sangat anti agama dan anti Tuhan. Selain itu partai ini juga diidentifikasi masyarakat sebagai partainya para preman dan perampok. Partai ini memang menampung dan melindungi para perampok untuk melancarkan tindakannya, bahkan oleh PKI dijadikan sebagai sarana melakukan subversi. Masyarakat merasakan semuanya ini sebagai pengalaman sehari-hari yang sangat meresahkan kehidupan mereka.


   
      C.    Langkah NU Menghadapi G30S/PKI

Proses pengambilan sikap untuk itu terjadi seperti ini, persis pada pagi-pagi hari tanggal 1 Oktober 1965 itu, Pucuk Pimpinan Gerakan Pemuda ANSOR sedang menyelenggarakan
            rapat pleno lengkap di Jakarta. Pada awalnya semua pihak termasuk PP Ansor masih bertanya-tanya apa yang sedang terjadi dan siapa pelakukanya. Saat itu juga dilakukan usaha untuk mengumpulkan berbagai keterangan tentang situasi yang
sebenarnya, maka pada siang harinya, setelah mendengarkan Pengumuman tentang susunan dan personalia Dewan Revolusi yang diumumkan oleh Letnan Kolonel Untung, situasi menjadi sedikit terang siapa pelakuknya dan apa tujuannya, yang tidak jauh yang didukan oleh Ansor dan kalangan NU pada umumnya, mengingat pemanasan dan persiapan yang dilakukan PKI sudah cukup lama.


Saat itulah PP Gerakan Pemuda Ansor menyelenggarakan rapat kilat dan mengambil kesimpulan dengan tegas dan yakin bahwa: (1) Apa yang dilakukan oleh “Gerakan 30 September” adalah suatu perebutan kekuasaan negara; (2) Bahwa telah jatuh
beberapa korban terdiri dari Perwira-Perwira Tinggi Angkatan Darat yjang telah diculik dan dibunuh oleh “Gerakan 30 September” adalah didalangi dan dilaksanakan oleh PKI, sehingga perebutan kekuasaan Negara pada hari itu pada hakekatnya dilancarkan oleh gerombolan PKI. Pada 1 Oktober 1965 jam 14.30 itu pula PP Gerakan Pemuda ANSOR mengeluarkan suatu pernyataan yang sama dengan yang dikeluarkan PBNU, walaupun tidak berhubungan satu sama lain, karena situasi rawan tidak memungkinkan keduanaya bertemu saat itu6. Rupanya seluruh jajaran pengurus NU di daerah baik di wilayah maupun di cabang juga mengadakan petemuan di tempat masing-masing. Walaupun tanpa komunikasi satu sama lain, tetapi melihat situasi pemanasan sebelumnya, maka mereka sepakat bahwa PKI-lah yang melakukan kudeta itu. Sebagai contoh pertemuan di rumah Kiai Sofyan Ketua PCNU Trenggalek dalam pertemuan itu ditegaskan bahwa pelaku penculikan para jenderal adalah PKI. Kalangan militer sendiri juga belum mendapatkan gambaran yang pasti siapa pelaku Gerakan itu Letnan Suyatno Komandan Koramil Kampak yang datang tengah malam pada pertemuan itu juga baru menduga pelaku Kudeta adalah PKI. Karena itu dia menyaraknan para Kiai untuk waspada karena tidak menutup kemungkinan PKI akan melakukan serangan pada ulama NU7.
Mengingat gawatnya situasi maka PP-GP Ansor menyerukan kepada anggota PP-GP Ansor, agar lebih meningkatkan kewaspadaan dan menghimbau untuk sementara waktu tidak tinggal di rumah. Kemudian rapat yang semula di Jakarta pusat itu tidak aman, maka dicari tempat yang lebih aman di pinggiran kota yaitu di Klender. Dari persembunyian itulah PP Ansor memantau perkembangan situasi dan memberikan instruksi lebih lanjut kepada pimpinan Wilayah dan Cabang NU seluruh Indonesia.


Sebagai rasa tanggung jawab pada NU yang
nama baiknya dicemarkan oleh Dewan Revolusi, maka pada malam hari itu, Pucuk Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor mengeluarkan suatu Pengumuman atas nama PBNU, yang isinya
membantah keterlibatan para pimpinan NU dalam Dewan Revolusi, hal itu tidak lebih hanya maneuver Letkol. Untung Samsuri. Menghadapi pemberontakan kelompok jenderal PKI itu
kalangan TNI yang terdiri Kostrad serta RPKAD dengan cepat berhasil merebut kembali RRI dan Kantor Telepon dan menggiring pasukan Gestapu ke arah Lubang Buaya, maka Panglima Kostrad waktu itu, yaitu Mayor Jenderal Suharto mengeluarkan pengumuman melalui RRI yang menyatakan, bahwa Kostrad telah mengambil tindakan terhadap pasukan “Gerakan 30 September” dan menyebutkan perbuatan mereka kontra revolusi. Dengan adanya pengumuman RRI dari Mayor Jenderal Suharto ini, maka PP-GP Ansor semakin yakin akan
kebenaran pengamatannya mengenai peristiwa yang terjadi pada hari itu, dan berketetapan hati untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya untuk mengikut sertakan Gerakan Pemuda Ansor dalam penumpasan terhadap Gestapu itu lebih lanjut. Dalam waktu singkat, maka pada tanggal 4 Oktober, jenazah para jenderal diketemukan di dalam sumur yang ada di
daerah Lubang Buaya, yang terletak berdekatan dengan Pangkalan Udara Halim Perdana Kusumah. Penemuan jenazah para Perwira Tinggi Angkatan Darat itu kemudian disiarkan ke seluruh Surat Kabar di Ibu Kota dan Surat-Surat Kabar Daerah.
Tersiarnya berbagai berita disertai gambar para perwira tinggi AD yang menjadi korban itu, dengan sendirinya berita itu membawa efek psikologis yang mendalam pada Rakyat Indonesia, sehingga membangkitkan kecaman, kebencian dan mengundang lahirnya gerakan perlawanan terhadap pelaku pemberontakan itu. Setelah penemuan para korban dan semakin jelas pelakuknaya PP-GP ANSOR yang terus menerus berkumpul diberbagai tempat dan selalu berpindah-pindah itu. Dalam menghadapi situasi yang genting itu mereka dengan berani mengambil suatu keputusan dengan tegas menuntut pembubaran PKI beserta seluruh Ormas, yang selama ini selalu membuat kerusuhan dan keresahan masyarakat. Keputusan itu diambil dengan pertimbangan bahwa kalau saat ini yang menjadi sasaran pembunuhan adalah para Jenderal, maka dalam waktu dekat sebagaimana perilaku PKI selama ini maka PKI pasti akan lebih
kejam lagi menganiaya dan membunuh para ulama atau para kyai yang selama ini mereka golongkan sebagai setan desa. Oleh karena itu, karena PKI telah terbukti melakukan tindakan makar maka Ansor sebagai pembela agama dan penjaga negara harus melakukan serangan dengan segera. Dalam waktu singkat dibuatlah suatu rumusan pernyataan yang akan ditandatangani oleh PBNU dan seluruh Pucuk Pimpinan Ormas underbouw terpenting NU. Isinya dengan tegas menuntut agar PKI dan segenap ormas-nya dibubarkan, karena jelas bahwa PKI adalah pelaku peristiwa perebutan kekuasaan negara pada tanggal 1 Oktober 1965. Setelah Draft Pernyataan itu telah siap, maka dilakukan upaya untuk meminta tanda-tangan PBNU, tetapi keberadaan mereka tidak diketahui. Namun besok pagi tanggal 5 Oktober, jenazah Perwira-Perwira Tinggi AD itu akan dimakamkam di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Para pimpinan PP-GP ANSOR dan pengurus PB-PMII menemui para


Pengurus NU saat pemakaman para korban di Taman Makam Pahlawan Kalibata untuk menandatangani pernyataan bersama yang sudah disiapkan.
Setelah ketemu para pengurus PBNU antara lain K.H. Masjkur, Rois Syuriyah PBNU langsung memberikan tandatangannya. Begitu juga Ketua I PBNU K.H. M. Dachlan juga
memberikan tanada tangan terhadap draf yang dibawa oleh KH Yusuf Hasyim dari Ansor itu. Di situ pula K.H. Achmad Sjaichu Ketua II PBNU juga membubuhkan tanda-tangannya. Setelah resmi pimpinan Syuriyah dan Tanfidziyah membubuhkan tandatangannya, maka semua Pucuk Pimpinan badan otonom NU itu seperti PP-GP Ansor, PB-PMII, PP Sarbumusi, PP Pertanu, PP Muslimat NU, PP Lesbumi, dan lain sebagainya, semuanya membubuhkan tanda-tangannya pula. Maka selesailah surat pernyataan resmi PBNU beserta badan otonomya mengenai Gerakan makar 30 September itu.





BAB III

PENUTUP

A.       Simpulan

       Makalah tentang Benturan NU dan PKI ini dapat di tarik beberapa butir
 kesimpulan, antara lain:

1.         Rumusan masalah 1. Asal-Usul Konflik PKI adalah adanya Perbedaaan Epistemologi dan Ideologi, Perbedaan Kultur, Perbedaan Politik

2.         Rumusan masalah 2. Aksi Pemanasan PKI 1950-1965 adalah  Provokasi Politik PKI, Penghinaan terhadap Agama, Aksi Penyerobotan Tanah, NU membela kelompok lain,  Propaganda, Trauma, Kewaspadaan

3.         Rumusan masalah 3. Langkah NU menghadapi G30S/PKI adalah Pihak GP ANSOR melakukan cara pembersihan anggota PKI dengan jalan perang


B.       SARAN

Maka sebagai tindak lanjut terdapat beberapa saran antara lain:

1.         Perlu diadakan penelitian lanjut tentang Benturan NU dan PKI secara lebih lanjut, dan lebih detail serta mendalam. Agar mendapatkan data yang lebih lengkap. Untuk pembelajaran serta informasi bagi masyarakat luas.



DAFTAR PUSTAKA

Dkk, A.S (1990). Lubang-Lubang Pembantaian, Petualangan PKI di Madiun. Jakarta: Penerbit Grafiti

DZ, H. A. (2013). Benturan NU dan PKI. Jakarta: TIM PBNU.

Mawardi, C. Peristiwa Gerakan 30 September.

Sunyoto, A. (1990). Banser Jihad Melawan PKI.

Wilis, A. H. Aku Menjadi Komandan Banser.


Baca Juga: Benturan NU dan PKI 01

0 komentar:

Post a Comment