Pergerakan Umat Islam Pasca Kemerdekaan


 
Umat Islam dan Soekarno, tugassekolah.co.id
 A. 
Latar belakang
Umat islam selalu ikut andil dalam menyuarakan aspirasi untuk negara Indonesia. Salah satunya melalui pergerakan politik. Sebenarnya keterlibatan umat islam dalam politik sudah terjadi sebelum kemerdekaan, namun pada makalah ini akan saya bahas secara khusus mengenai bagaimana pergerakan politik islam setelah kemerdekaan.
   B.     Rumusan Masalah
   1.      Bagaimana Pergerakan umat islam pasca kemerdekaan
   2.      Seperti apakah dinamika umat islam pasca kemerdekaan

   C.     Tujuan
    1.      Mengetahui bentuk pergerakan umat islam pasca kemerdekaan
    2.      Mengetahui dan memahami dinamika umat islam pasca kemerdekaan


BAB II
PEMBAHASAN
   A.    Masa Revolusi fisik
Setelah Indonesia merdeka, keadaan di Indonesia belum sepenuhnya membaik, hal itu karena Belanda yang pernah menjajah Indonesia ingin menguasai indonesia kembali. Untuk itu Indonesia berusaha mengukuhkan pengakuan secara de facto dan de jure dari Internasional. Pada waktu itu salah satu tokoh islam Haji Agus Salim, yang kebetulan menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia melakukan diplomasi ke negara-negara Timur Tengah dan berhasil membawakan pengakuan dari tujuh negara yang antara lain : Mesir, Siria, Iran, Lebanon, Arab Saudi, Yaman, dan Afghanistan. Dengan adanya pengakuan de jure ini, maka dengan hal ini dapat mendorong Belanda untuk pergi dari Indonesia.[1]
Seminggu setelah kemerdekaan Soekarno mengusulkan pembentukan partai pembantu presiden dan partai tunggal yaitu PNI atau Partai Nasional Indonesia. Namun hal ini ditentang oleh para tokoh yang menginginkan kehidupan demokratis, khususnya Muhammad Syahrir, menurutnya pembentukan partai tersebut akan mengarah pada otoritarisme. Akhirnya keinginan beliau didukung oleh KNIP( Komite Nasional Indonesia Puat). Dari situlah Soekarno menyetujui keinginan tersebut. Untuk kemudian, mulailah diberlakukanya sistem parlementer, yang mana membuka kesempatan parpol untuk berpartisipasi di kancah legislatif.
Pada tanggal 3 November 1945 Wapres mengeluarkan maklumat tentang diperbolekanya mendirikan parpol. Dalam kesempatan ini, umat islam menyambutnya dengan mengadakan kongres pada tanggal 7-8 November, dan menghasilkan pendirian parpol yang dinamakan Masyumi. Umat islam, menyuarakan aspirasinya dengan partai Masyumi, dimana didalamnya terdapat beberapa organisasi yang terbentuk, seperti : NU, STII, PSII, dll. Masyumi pernah meraih suara mayoritas dari penyelanggaraan pemilu tahun 1946 dan 1951 didaerah jawa dan Yogyakarta. [2]
Partai masyumi tidak sepenuhnya berjalan mulus. Dikarenakan persoalan tertentu, ditahun 1947-1952 terdapat partai yang keluar dari masyumi, yaitu NU dan PSII. Puncaknya yaitu adanya keputusan dibubarkanya Masyumi oleh Presiden pada tahun 1960 dikarenakan tuduhan keterlibatan dalam pemberontakan PRRI pada tahun 1957-1958. Selain itu umat islam juga terlibat dalam menghadapi pasukan belanda, yaitu barisan Hizbullah dan Sabilillah.

    B.     Masa Demokrasi Parlementer

Pada tanggal 17 Agustus 1950 terdapat peran ulama lain dalam pengentasan RIS, yaitu Mohammad Natsir yang merupakan Ulama persatuan Islam (Persis), beliau merupakan tokoh yang menawarkan mosi integral untuk pemulihan RIS menjadi NKRI dan diberlakukanya UUDS 1950.[3]

Pada masa ini terdapat sistem multipartai, ditandai dengan adanya kebebasan berpendapat. Pemerintahan saat itu diwarnai dengan pergantian tujuh kabinet secara berturut-turut. Namun disatu sisi sistem ini memiliki kelemahan yang menyebabkan rasa ketidaksenangan rakyat hingga aksi pemberontakan seperti NII.

Disamping umat islam menggunakan gerakan parpol, terdapat pula gerakan islam yang radikal salah satunya adalah Darul Islam yang bertempat di Jawa Barat, dibawah pimpinan Kartosuwiryo tahun 1948 sampai tahun 1959.

 NII(Negara Islam Indonesia) merupakan suatu usaha untuk mendirikan negara islam,  NII disebut juga Darul islam. Gerakan ini didirikan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Kelompok ini berdiri akibat rasa sakit hatinya umat islam atas perjuanganya yang kurang diakui secara de facto.

Gerakan yang berkedok islam ini tersebar diberbagai wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan Islam tersebut mendapat perlawanan keras dari tentara republik Indonesia karena mereka dianggap tidak patuh dan tunduk pada pemerintah serta melakukan pemberontakan dimana-dimana.

Pergerakan partai politik umat islam pun mengalami pasang surut, seiring dengan jatuh bangunya parlemen. NU dan Perti juga keluar dari kabinet, karena kurang setuju terhadap cara penyelesaian krisis pada saat itu. Masa demokrasi parlementer berakhir dengan dikeluarkanya dekrit presiden 5 juli 1959 dan pengukuhan kembali UUD 1945.
    
   C.     Masa Demokrasi Terpimpin
Pada masa ini Soekarno menggagas suatu konsep politik yaitu “NASAKOM” yang merupakan singkatan dari Nasionalis agama dan komunis. Gagasan ini mendapat berbagai respon dari umat islam. Ada yang menolak ada pula yang menerima. Diantara partai yang menerima adalah  NU, NU mendukung terealisasinya NASAKOM, bahkan memberi gelar kepada Soekarno Waliyyul Amri Dharury bisy Syaukah (arti harfiahnya : Pelindung dalam keadaan darurat dengan pemberian wewenang).[4]
Pada saat itu kekuatan umat islam mengalami kemrosotan, apalagi partai besar islam Masyumi sudah dibekukan semenjak adanya tudingan keterlibatan dengan PRRI tanggal 17 Agustus 1960. Jadi yang tersisa hanya NU yang dapat menyampaikan aspirasi umat islam. Dan pada waktu itu juga, PKI dan NU mendukung sepenuhnya posisi kepresidenan Soekarno seumur hidup.
   D.    Masa Orde Baru
Orde baru dimulai sejak berakhirnya masa orde lama. Masyumi dari kalangan islam berharap dapat menyuarakan aspirasinya kembali. Namun keinginan mereka tidak tercapai. Pemerintah orde baru hanya toleran kepada partai- partai islam yang moderat dan sekiranya dapat berkerjasama dengan pemerintah. Orde baru menganggap partai ekstrem kanan seperti masyumi akan mengganggu stabilitas dan keamanan.
Sebagai ganti dari partai masyumi, didirikanlah partai Parmusi (Partai Muslimin Indonesia). Dimana partai ini didirikan oleh beberapa tokoh Masyumi. Dengan harapan agar umat islam tetap dapat berperan dalam dunia politik. Lagi lagi pemerintah memberi sikap ketidak setujuan, khususnya pada formasi kepemimpinan partai ini, dan pada akhirnya pemerintah menempatkan H.M.S Mintaredja sebagai orang yang dapat dipercaya.[5]
Disisi lain , terdapat usaha pihak lain untuk mengembalikan umat islam pada ranah politik, yaitu Mohammad hata. Beliau mendirikan Gerakan Demokrasi Islam Indonesia bersama para pemuda yang belum pernah terlibat pada masa demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin. Namun pada akhirnya tedapat perbedaan keinginan dari pihak Amal muslimin dan Muhammad Hatta yang menyebabkan tidak terealisasinya gerakan ini menjadi partai.
Pada tahun 1971 diselenggarakan pemilu, dan yang mendapatkan suara terbanyak adalah Golkar, sebenarnya Golkar bukanlah partai politik, akan tetapi Golkar diperbolehkan mengikuti pemilu. Karena NU dan Golkar memiliki selisih sedikit. Pemerintah menyederhanakan partai  dengan alasan semakin banyak partai akan menimbulkan konflik.
Kemudian dikemukakanlah hasil sidang umum MPR Tahun 1973. PPP(Partai Persatuan Pembangunan) sebagai wadah parmusi, NU, Perti,PSII. PDI(Parta Demokrasi Indonesia) sebagai wadah PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai murba, dan IPKI.
Pada masa orde baru, pemerintah juga menerapkan floating mass atau masa pengembangan, dimana seluruh kegiatan politik dilarang dari desa, kelurahan, dan kecamatan. PPP dan PDI dilarang melakukan aktivitas politik, namun lagi lagi golkar diperbolehkan.
Umat islam berasumsi bahwa mereka juga berhak ikut serta dalam pembangunan nasional, untuk itu para cendekiawan muslim menggunakan strategi dakwah sebagai partisipasi pembangunan sosial. Hal ini justru didukung oleh pemerintah, dikarenakan tidak menyimpang dari agenda orde baru yaitu pembangunan nasional dan tentunya tidak mengancam eksistensi kekuasaan.[6]
E.     Masa Reformasi
Setelah lengsernya Presiden Soeharto di tahun 1998 masuklah dalam era yang disebut Reformasi. Di era ini terdapat kebebasan demokrasi. Tentunya praktik demokrasi sangat dianjurkan. Pergerakan umat muslim di era reformasi hingga kini terbagi pada dua sisi, yang pertama dari sisi Partai politik dan yang kedua pergerakan yang berangkat dari ormas islam.
Banyak organisasi-organisasi islam yang lahir dengan karakternya masing-masing, seperti : FPI, MMI, dll. Banyaknya partai partai yang muncul juga mewarnai era reformasi, khususnya partai islam. Memang, pada kenyataanya partai-partai islam tidak mendapatkan suara terbanyak, namun munculnya partai-partai islam ini dapat menjadi pacuan bagi partai-partai islam untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu koalisinya memunculkan beberapa tokoh utama pada posisi-posisi strategis di lembaga eksekutif dan legistatif. Seperti Amin Rais sebagai ketua DPR-RI dan Gus Dur sebagai Presiden.
HTI dan FPI adalah contoh pergerakan islam yang sangat berambisi untuk menhendaki penetapan Syariat pada tatanan Pemerintahan sampai merujuk pada keinginginan mendirikan Khilafah Islam.[7]
Menurut Sukma dan Joewono, partai Islam kini dapat dibagi berdasarkan sikapnya terhadap relasi Islam-negara ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menginginkan agar hukum Islam diterapkan di dalam negara. Kelompok ini terdiri dari PBB, PKS dan PPP. Sedangkan kelompok kedua menginginkan agar negara tidak menganut hukum Islam. Kelompok ini terdiri dari PAN dan PKB.

Saat ini umat islam meningkat dalam sisi kesadarnya. Mereka seringkali menyuarakan aspirasinya seperti mengkritiki pemerintah tentang bagaimana kebijakanya. 

BAB III
PENUTUP
    A.     Kesimpulan
Pergerakan umat islam mengalami dinamika, pasang surut dalam upaya mereka untuk menyuarakan aspirasinya. Akan tetapi mereka tidak pernah putus asa dalam memberikan suatu gagasan, karena mereka juga merasa bahwa umat islam berhak ikut serta dalam mewujudkan cita-cita Indonesia.
    B.     Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun selalu kami harapkan demi perbaikan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan penulis pada khususnya.


DAFTAR PUSTAKA

Kaelan, Pendidikan Pancasila. Paradigma Yogyakarta. 2016
Hidayat, Komarudin. Pranata Islam Di Indonesia. Ciputat : Logos Wacana Ilmu. 2002

http://berlian11susetyo.blogspot.co.id/2016/05/pergerakan-islam-pada-masa-pasca.html
http://waroeng-alam.blogspot.co.id/2017/04/perkembangan-islam-pasca-kemerdekaan.html
http://makalah-mantap.blogspot.co.id/2014/05/politik-islam-era-orde-revormasi.html

Baca Juga: Benturan Nu dan Pki 02 


[1] Komaruddin Hidayat, Pranata Islam Di Indonesia (Logos Wacana Ilmu : 2002) hlm. 175-176.
[2] Kaelan, Pendidikan Pancasila,(Paradigma Yogyakarta : 2016 ), hlm. 42
[3] http: //peran-umat-islam-dalam-kemerdekaan-indonesia/
[4] http://berlian11susetyo.blogspot.co.id/2016/05/pergerakan-islam-pada-masa-pasca.html

[5] Komaruddin Hidayat, Pranata Islam Di Indonesia (Logos Wacana Ilmu : 2002), hlm. 198-200.
[6] Komaruddin Hidayat, Pranata Islam Di Indonesia (Logos Wacana Ilmu : 2002), hlm.206-207.
[7] Rendy Adiwilaga, Gerakan Islam Politik Dan Proyek Historis Penegakan Islamisme Di Indonesia ( Jurnal Wacana Politik : 2017), hlm. 5

0 komentar:

Post a Comment