GERAKAN EKONOMI ISLAM (HUSAMI DAN GAMBELA)


Uang, data:image

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Gerakan Ekonomi Islam (Husami dan Gambela) ” sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi tugas perkuliahan terutama  pada mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak penyusunan makalah  ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bpk. Drs. H. Jahdan Ibnu Human Saleh, Ms, selaku dosen Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia..
       Penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan penulis dalam  hal kemampuan yang masih dalam taraf  belajar oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam penulisan karya tulis ini sangat penulis harapkan dan semoga penulisan laporan ini bermanfaat bagi penulis dan dapat menambah bahan referensi bagi orang lain.


                              Yogyakarta


Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...  i
KATA PENGANTAR  ………………………………………………………….     ii 
DAFTAR ISI  ……………………………………………………………………    iii
BAB    I           :  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  …………………………………….…….…  1
B.     Rumusan Masalah……………………………………….…..  1
C.     Tujuan ……………………………………………………...   2
D.    Manfaat ………… ……………………………………...…..  2
BAB    II         :  PEMBAHASAN
A.    HUSAMI……...………………………………….………..   3
1.      Latar belakang terbentuknya HUSAMI..………………..  4
2.      Kegiatan HUSAMI..……..……………….……………    4

B.     Gambela…………… ……………………………………...4
1.      Latar belakang munculnya perisriwa Gambela………….4
2.       Peristiwa Gambela………………………………………6

BAB    III        :  PENUTUP
A.    Simpulan  ………………………………………………… 10   
B.     Saran  ……………………………………………………..  10
DAFTAR PUSTAKA…………..…………………………….. 11


BAB I
PENDAHULUAN
   
   A.LATAR BELAKANG
Lapangan kegiatan umat Islam itu luas, tidak hanya dalam bidang politik saja. Kalau pintu untuk lapangan politik tertutup, masih terbuka pintu untuk kegiatan di berbagai lapangan yang lain, seperti lapangan ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain, sehingga umat Islam secara nyata dapat menyumbangkan tenaganya buat pembangunan bangsa[1].
Terhadap pertanyaan bahwa dagang dan aktivitas ekonomi lainnya tidak mengenal agama. Sebaliknya Islam mengajar, bahwa dalam usaha kita mencari nafkah untuk keperluan hidup, kita sekali-kali tidak boleh melupakan kewajiban kita terhadap sesama manusia, khususnya terhadap orang-orang yang miskin dan lemah. Dalam usaha mencari nafkah itu kita harus memperhatikan dan memegang teguh norma-norma moral yang tinggi. Kaum Muslimin tidak boleh mencuri, menipu, memaksa secara kasar atau halus, menyalahgunakan amanah dan lain-lain sebagainya, untuk memperoleh keuntungan.
Adakah pendapat dan keyakinan HUSAMI, agama dan moral tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan dari usaha ekonomi, sebagaimana halnya juga agama dan moral tidak dapat dan tidak boleh dilepaskan dalam kegiatan politik.Kecuali dalam keadaan perang terhadap musuh, maka dalam keadaan damai dan justru untuk memelihara perdamaian, tidak boleh kita untuk mencapai tujuan-tujuan kita mempergunakan tipu dan dusta, paksa dan kekerasan. Baik dalam pergaulan sehari-hari, maupun dalam perjanjian.. perjanjian dagang ataupun percaturan politik, yang putih mesti dikatakan dan diperlakukan sebagai putih, yang hitam. Atau, kalau kita tidak mau atau tidak berani mengatakan kebenaran, kita tutup mulut. Coba, lihat akibat-akibatnya, kalau seorang presiden seperti L.B. Johnson dari Amerika Serikat dituduh tentang adanya credibility gap pada dirinya, dia kurang dipercayai[2].
Hal-hal yang demikian di negara-negara yang berhukum dan teratur, sangat mempengaruhi kedudukan yang bersangkutan. Tetapi dalam zaman Orla masyarakat kita sudah dibiasakan untuk dibohongi dan membohongi.Dan kebiasaan ini tidak mudah dihilangkan kembali.

   B. RUMUSAN MASALAH
Penulis telah menyusun beberapa yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.      Apa itu HUSAMI?
2.      Bagaimana  peristiwa Gambela terjadi?


   C.  TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui tentang HUSAMI
2.      Mengetahui bagaiman peristiwa Gambela
    
    D. MANFAAT
Hasil penelitian ini pada akhirnya dapat bermanfaat :
1.      Dapat memberikan bahan masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang selanjutnya dapat dijadikan acuan bagi penelitian.
2.      Dapat memberikan pengertian kepada masyarakat tentang HUSAMI dan Gambela
3.       Diharapkan sebagai langkah awal bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, serta merupakan suatu karya ilmiah untuk memenuhi tugas perkuliahan.

BAB II
PEMBAHASAN

   A.HUSAMI
Himpunan Usahawan Muslimin Indonesia yang di singkat HUSAMI yang terbentuk pada tanggal 24 Juli 1967. HUSAMI adalah sebuah Organisasi yang berbentuk badan hukum yang tunduk kepada segala hukum yang sah yang berlaku di Indonesia dan berasaskan Islam, dengan berlandasan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sedangkan maksud dari tujuannya adalah mempelajari serta mengembangkan ajaran-ajaran dan kaidah-kaidah Islam di lapangan ekonomi keuangan, membantu dan memperkuat usaha-usaha ekonomi ummat Islam Indonesia, serta memberikan darma dan sumbangan bagi pembangunan ekonomi keuangan negara dan masyarakat Indonesia[3]. Sjafruddin diangkat sebagai Ketua Umum.
1.      Latar belakang terbentuknya HUSAMI
Sejak usaha untuk merehabilitasi partai Masyumi tertutup, hati Sjafrudin menjadi cabar untuk kegiatan kepartaian. Dia tidak ikut-ikutan dalam persiapan pembentukan Partai Muslimin Indonesia atau kegiatan-kegiatannya kemudian, walaupun karena diajak oleh kawan-kawannya yang lain, dia pun hadir juga dalam pertemuan-pertemuan yang memerlukan kehadirannya sebagai tokoh bekas Masyumi.
Ia berpendapat bahwa lapangan kegiatan umat Islam itu luas, tidak hanya dalam bidang politik saja. Kalau pintu untuk lapangan politik tertutup, masih terbuka pintu untuk kegiatan di berbagai lapangan yang lain, seperti lapangan ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain, sehingga umat Islam secara nyata dapat menyumbangkan tenaganya buat pembangunan bangsa.
Sebagai seorang ahli ekonomi dan keuangan, maka perhatiannya tertumpu pada lapangan tersebut. Dan memang banyak usahawan muslimin yang dikenalnya yang bertanya tentang kaidah-kaidah dan ajaran Islam dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Sehingga terasa pentingnya ada penelitian oleh orang-orang ahli dalam bidangnya untuk menjawabnya. Dan kenyataan itu akhirnya melahirkan gagasan untuk membentuk sebuah organisasi yang dapat menjadi wadah para usahawan muslimin yang sadar akan keislamannya. sebagai hasilnya pada tanggal 24 Juli 1967 dibentuklah sebuah organisasi yang diberi nama Himpunan Usahawan Muslimin Indonesia yang disingkat sebagai HUSAMI oleh Sjafruddin Prawiranegara bersama-sama dengan 41 orang pengusaha muslimin lainnya.

2.      Kegiatan HUSAMI
 Di dalam Mukadimah Anggaran Dasarnya, antara lain dinyatakan:
Salah satu kegiatan awal yang diadakan oleh Husami ialah sebuah diskusi yang luas mengenai politik ekonomi dan keuangan pemerintah. Syafruiiddin sendiri menyampaikan sebuah prasaran dalam diskusi itu, yang diselenggarakan di Masjid Al-Azhar, Kebayoran, 25 Agustus 1967 dan sebagai hasilnya disusunlah semacam memorandum yang berjudul Beberapa Pikiran tentang Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi. “
Namun demikian, baru pada bulan November 1967, diselenggarakan resepsi perkenalan Husami, di mana Menteri Negara bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberikan kata sambutan yang menyatakan kegembiraan dan kepercayaannya bahwa Husami akan menjalankan perannya sebagai usahawan swasta yang berdasarkan Islam dan yang aktif serta tidak menggantungkan diri kepada fasilitas pemerintah seperti kebanyakan usahawan swasta di zaman Orde Lama[4].
            Pada tahun 1969 itu, ada beberapa perusahaan swasta yang juga menyelenggarakan perjalanan haji, di samping yang diatur oleh Dirjen Urusan Haji. Husami turut serta menyelenggarakan perjalanan haji itu dengan ongkos yang jauh lebih murah daripada ONH pemerintah. Dan penyelenggaraan perjalanan haji oleh Husami tahun itu berhasil dengan baik, terbukti dari kepuasan yang dinyatakan oleh para peserta. Karena pengalaman penyelenggaraan haji yang pertama yang berhasil baik itu, maka Husami bermaksud untuk terus membantu pemerintah menyelenggarakan perjalanan haji, dengan ongkos yang serendah mungkin dan pelayanan yang sebaik mungkin.

B.     GAMBELA

Gambela adalah suatu nama kapal yang dipakai oleh Husami untuk mengangkut jamaah haji[5].

1.      Latar belakang munculnya peristiwa Gambela

a.       Pada tahun 1969 tiba-tiba pemerintah menghapuskan subsidi bagi calon haji yang selama ini diberikan, sehingga biayanya melonjak dari Rp 62.500,pada tahun 1968 menjadi Rp 165.000,-pada tahun 1969. Dengan demikian puluhan bahkan mungkin ratusan ribu calon haji yang selama bertahun-tahun telah membayar uang pendaftaran dan ongkos-ongkos lain serta membeli saham PT Arafat yang ditetapkan sebagai satu-satunya pengangkut jemaah haji Indonesia, dengan mendadak kehilangan kemungkinannya untuk dapat menunaikan rukun Islam yang kelima dengan ongkos murah. Tidak pula jelas bagaimana kedudukan modal yang “jumlahnya milyaran rupiah itu, karena para calon haji yang secara paksa harus membayar saham itu, tidak pernah menerima sahamnya. Sebagai pemegang saham, para calon jemaah itu tidak mempunyai hak apa-apa atas jalannya perusahaan PT Arafat, jangankan pula akan pembagian keuntungannya -  kalau ada[6].
Mereka yang hendak menjalankan rukun haji, harus membayar biaya ONH (Ongkos Naik Haji) sepenuhnya, tanpa diperhitungkan dengan uang yang pernah mereka serahkan selama bertahun-tahun sebelumnya, walaupun perjalanannya diselenggarakan oleh Dirjen Urusan Haji dengan PT Arafat juga. Pemerintah Orde Baru secara satria telah mengambil-alih semua hutang yang dibuat oleh pemerintah Orde Lama ke luar negeri tetapi menghapuskan begitu saja piutang rakyat kecil yang selama bertahun-tahun dipaksa oleh pemerintah Orde Lama untuk naik haji.
b.      Pada tahun 1969  itu, ada perusahaan swasta lain, yang bernama Al-Ikhlas yang juga turut menyelenggarakan perjalanan haji dan ternyata tidak beres, sehingga ada ribuan jamaah yang terlantar. Tentu saja hal itu merepotkan pemerintah. Dan dengan alasan itu, pemerintah mengeluarkan Keppres no. 22 dan Inpres no. 6 tahun 1969 yang memberikan monopoli kepada pemerintah dalam soal penyelenggaraan haji. Dengan kata lain, karena adanya sebuah perusahaan swasta yang tidak bertanggung jawab, Pemerintah bukannya bertindak menghukum yang bersangkutan, melainkan melarang semua Usaha swasta dalam bidang ini, walaupun telah terbukti melakukan tugasnya dengan baik seperti Husami.
Padahal pada waktu itu Husami telah merencanakan akan menyelenggarakan perjalanan haji lagi secara lebih besar dan telah lebih dari seribu orang yang mendaftarkan diri untuk menjadi jamaah Husami. Untuk tidak mengecewakan orang-orang yang sudah mendaftar, Husami mengubah statusnya sebagai penyelenggara perjalanan haji menjadi penyelenggara tour ta ’aruf yang akan berkunjung ke berbagai negara Islam, termasuk juga menunaikan rukun Islam yang kelima. Tetapi pada saat yang sudah mepet, datang surat dari Menteri Agama dan Menteri Kesejahteraan Rakyat yang menilai bahwa usaha menyelenggarakan tour ta ’aruf itu pun sama dengan menyelenggarakan perjalanan haji. Jadi tidak diperbolehkan.
Meskipun Sjafruddin sendiri sebagai Ketua Husami, demikian juga para pengurusnya yang lain, berpendapat bahwa Keppres no. 22 dan Inpres no.6 tahun 1969 itu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, yaitu dengan Pasal 29 ayat 2 (tentang kebebasan beragama dan beribadah) dan dengan ayat 27 (tentang perlakuan yang sama depan hukum bagi semua warga negara), serta pula melanggar Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat TAP MPRS no. XXIII tahun 1966 (yaitu urusan haji harus diatur dengan undang-undang) dan TAP MPRS no. XXIII tahun 1966 (yaitu bahwa monopoli yang merugikan rakyat harus dilarang dan etatisme harus dijauhi), namun untuk memelihara kewibawaan Presiden dan pemerintah, Husami mengindahkan peraturan-peraturan itu, dan dengan demikian juga mematuhi surat Menteri Agama dan Menteri Kesejahteraan Rakyat itu.
Karena peraturan-peraturan itu melarang penyelenggaraan urusan haji oleh organisasi atau orang swasta, tetapi tidak melarang (mana mungkin) orang  seorang menunaikan ibadah haji, maka pada tanggal 3 Desember 1969. Husami memberitahukan kepada semua orang yang sudah mendaftarkan untuk mengikuti tour ta ’aruf itu bahwa tour tersebut dibatalkan. Tetapi mereka ”atas kemauan dan risiko sendiri dapat melanjutkan niatnya untuk menunaikan ibadah haji”. Dan dalam hal itu, Husaini menyatakan bersedia membantu mereka dengan nasihat dan fasilitas. Perlu diketahui bahwa pada tingkat persiapan itu, Husaini sudah menyewa kapal dan mengeluarkan biaya untuk pemeriksaan kesehatan, pembuatan paspor dan lain-lain.
Sebagai akibat dari pemberitahuan itu, ternyata ada kira-kira seratus yang yang menyatakan mengundurkan diri, dan kira-kira ada seribu orang yang menyatakan ingin melanjutkan niatnya menjalankan ibadah haji ke tanah suci dengan bantuan Husami.
Sjafruddin sebagai Ketua Husami sebenarnya sudah menulis surat kepada Presiden memberikan pendapatnya tentang Keppres no. 22 dan Inpres no.6 tahun 1969 itu, bahkan beberapa kali, tetapi tidak ada tanggapan. Padahal  hal itu, menurut Sjafruddin, sangat penting, karena menyangkut perlakuan terhadap sebagian umat Islam yang hendak menjalankan ibadah. ONH yang terlalu tinggi niscaya merupakan hambatan juga bagi umat Islam yang hendak menunaikan rukun lslamnya yang kelima itu. Menurut perbedaan ONH Pemerintah dengan ONH Husami, maka nampak ada perbedaan yang cukup besar, yaitu kira-kira 25%. (untuk tahun 1970, ONH pemerintah ditetapkan besarnya Rp 347 .000, sedangkan ONH Husami hanya Rp 260.000, padahal biaya selama di Tanah Suci yang diberikan oleh pemerintah kepada jamaah hanya kurang lebih Rls. 11,67, sedangkan yang diberikan oleh Husami Rls. 22,40 seharinya).
2.      Peristiwa Gambela
Untuk menjaga supaya jangan ada orang yang naik haji di luar jamaah yang diselenggarakan oleh Dirjen Haji, maka pada setiap paspor biasa Republik lndonesia dibubuhkan cap 'Tidak berlaku buat Saudi Arabia pada musim haji”. Dan petugas Imigrasi dapat saja menahan pemberian paspor kepada orang warga negaranya kalau dia mencurigai orang itu akan naik haji. Hal itu terjadi terhadap kira-kira 70 orang calon haji yang sedianya akan berangkat bersama tour ta 'aruf yang diselenggarakan oleh Husami, sehingga mereka tidak bisa meninggalkan tanah airnya.
Ratusan jamaah tetap berangkat menuhi panggilan Nabi Ibrahim untuk datang bersimpuh di hadapan Allah di rumah-Nya di Makkah pada musim haji H. 1389 (1970), walaupun dihalang-halangi dengan berbagai cara oleh pemerintah Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Peristiwa itu sangat menggemparkan sehingga selama berminggu-minggu menjadi berita utama surat-surat kabar, baik di Indonesia maupun di Malaysia dan Arab Saudi.
Sebagian dari jamaah bekas tour ta’aruf Husami itu berangkat dengan pesawat terbang; sebagian besar yang lainnya dengan kapal laut. Mereka meninggalkan Indonesia untuk tujuan negeri lain selain Jeddah, yaitu Singapura atau Malaysia, baru dari sana mereka melanjutkan perjalanan ke Jeddah dengan pesawat yang lain.
Jamaah yang hendak mempergunakan kapal laut berangkat dari pelabuhan Tanjung Priok dengan kapal Ogan dan dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dengan kapal Rapit menuju ke Singapura. Rencananya di sana mereka hendak pindah ke kapal Gambela yang sudah menunggu Tetapi pemerintah Republik Indonesia agaknya sudah mencium hal itu, yang dianggapnya sebagai pelanggaran, sehingga segera meminta kepada pemerintah Republik Singapura supaya melarang pemindahan penumpang dari kedua kapal itu ke kapal Gembala.  Permintaan itu dikabulkan oleh pemerintah Republik Singapura. Kapal Rupit dan Ogan diperintahkan untuk kembali ke tempat keberangkatannya[7].
Tetapi ketika kedua kapal yang hendak kembali ke perairan Indonesia itu sudah keluar dari pelabuhan Singapura, para penumpang yang sudah tetap hati untuk memenuhi panggilan Tuhannya itu, ”mendaulat” kapten kapal masingmasing agar membelok ke Port Swetthenham, pelabuhan Kualalumpur, Malaysia. Kapal Garnbela yang sudah meninggalkan Singapura, berada di sana.
Tetapi ternyata, pemerintah Malaysia pun sudah pula diminta oleh pemerintah Republik lndonesia agar mengembalikan kedua kapal Rupit dan ogan itu ke perairan asalnya. Namun pada saat terakhir, Tengku Abdurrachman Putra, yang ketika itu menjadi Perdana Menteri Malaysia turun tangan. Karena takut kena kutuk Allah yang dalam Al-Qur’an nyata-nyata melarang orang menghalangi orang yang hendak pergi ke Makkah untuk beribadah, maka belia memperbolehkan para penumpang dari kapal Rupit dan Ogan itu pindah ke kapal Gambela untuk seterusya melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Jeddah.
Dan karena berita-berita tentang mereka disiarkan secara luas dalam surat-surat kabar berbahasa Arab, maka ketika mereka tiba di pelabuhan Jeddah, para jemaah kapal Gambela itu diterima sebagai tamu raja,karena Raja Faisal secara khusus telah menyatakan demikian. Bahkan para pemimpin jamaah itu sempat diundang untuk menghadiri sebuah resepsi kerajaan.
Sementara itu pada perjalanan kembali ke tanah air, kapal Gambela itu tertahan selama empat hari di Pulau Pinang, karena katanya tidak ada izin untuk masuk perairan Indonesia. Tentu saja hal itu menjadi bahan berita yang menarik dalam surat-surat kabar di Malaysia. Sementara itu ada pejabat pemerintah Malaysia, di antaranya Menteri Urusan Haji Kerajaan Malaysia, Datuk Raos, sengaja datang mengunjungi jemaah haji Indonesia yang terdampar itu ke atas kapal. Begitu juga beberapa orang penting lain. Kebetulan pula pada waktu itu Presiden Suharto beserta istri dan rombongan sedang berkunjung di Malaysia, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Siam. Akhirnya Gambela dibenarkan untuk masuk perairan indonesia dan berangkat ke Tanjung Priok, pelabuhan Jakarta.
Di pelabuhan Tanjung Priok, walaupun kapal sudah berlabuh, para penumpang tidak dibenarkan untuk turun. Ada puluhan (katanya ada 60 orang) jaksa yang ditugaskan untuk menyerahkan formulir yang harus ditandatangani oleh para jamaah sebelum mendarat. Formulir itu merupakan pemintaan ampun karena telah melanggar peraturan pemerintah yang berlaku. Mereka yang tidak mau menandatanganinya, tidak akan dibenarkan untuk mendarat. Hal itu diumumkan melalui mikrofon keras-keras, tetapi orang tidak ada yang mau menandatanganinya. Para penumpang kapal yang dalam berita -berita telah disebut sebagai mujahid dan merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintahnya sendiri itu, seakan-akan sepakat untuk bersama-sama tidak menandatangani permohonan ampun itu, karena merasa sama sekali tidak bersalah. Mereka hanya memenuhi panggilan Tuhan, menjalankan syariat agama yang diwajibkan kepadanya. Mengapa mereka harus meminta ampun hanya karena memilih jalan yang mereka anggap paling baik dan paling murah?
Kejadian di atas kapal Gambela itu, dilukiskan dengan mengharukan oleh H. Amin Yasin, salah seorang penumpangnya dalam buku yang berjudul 712 Mujahid Gambela yang Menggemparkan (Malang, t.t.):
Jaksa-jaksa itu memasang mikrofon. Kami diundang untuk menandatangani formulir minta maaf. Tapi kami minta maaf, tak akan menandatangani[8].
Akhirnya Jaksa itu minta tolong pada orang tua tersebut, ”Baiklah kalau Saudara minta tolong, Insya Allah akan saya tolong. Saya, atas nama Husami memang suka menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan, dalam batas-batas kesanggupan kami memberikan pertolongan.
" Aku membuka acara, mengharapkan ketenangan ummat: ”Selamat datang,Pak Sjaf, terima kasih atas sambutan dan kami semua dalam keadaan sehat Wal’afiat, siap menerima tuntunan Bapak, dan Saudara-saudara sekalian, inilah Bapak Sjafruddin Prawiranegara!" Dan wartawan-wartawan yang mengelilingi kami bertepuk tangan, riuh rendah, kilat sambung-menyambung dari tustel-tustel mereka Fulpen-fulpen mereka menari-nari di atas kertas dan tape recorder bermunculan di hadapan Pak Sjaf.
Mikrofon Musholla Muhajirin kuserahkan pada Pak Sjaf, dia berbicara datar. Dia memberi salam dan dia mendapatkan salam. "Saudara-saudara sekalian! Pertama, saya ucapkan selamat datang pada Saudara, mudah-mudahan mendapatkan Haji Mabrur. ' Kedua, saya ucapkan terima kasih kepada Presiden Soenarto yang telahmengizinkan Gambela masuk perairan Indonesia.
Kemudian, Saudara-saudara dinyatakan bersalah, sungguh pun menurut pendapat saya sebagai seorang ahli hukum, ditinjau dari hukum nasional, maupun hukum-internasional Saudara-saudara tidak bersalah. (Tepuk tangan riuh).
Ketiga, sedikit harapan saya, supaya Saudara-saudara cepat-cepat pulang ke rumah, maka tanda tanganilah formulir yang telah disediakan, tak perlu Saudara baca apa isinya. Tanda tanganiiah, bukan ditinjau dari sudut hukum, akan tetapi dari sudut ukhuwwah Islamiah! Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!” ”Wa'alaikum salam, warahmatullahi Wabarakatuh! Sami’na wa atha ha, Pak Sjaf. Kami akan tanda tangani! Dan terjadilah penyerbuan yang luar biasa. Jaksa-jaksa yang sudah stand by, kini kewalahan melayani mujahid-mujahid yang tadi tak berhasrat membelinya dari segi hukum, akan tetapi kini berebutan menebusnya dengan  ukhuwwah Islamiah.
Atas nama HUSAMI, Sjafruddin kemudian segera mengirimkan surat menyatakan terima kasih atas kebijaksanaan Presiden Soeharto memberikan izin kepada jamaah haji penumpang  kapal Gambela untuk kembali  ketanah airnya. Kata  Sjafruddin dalam surat itu, antara lain: ”berkat  pengertian yang luas dan kebijaksanaan yang tepat dari Bapak Presiden, para jamaah haji penumpang Gumbela  itu dapat diselamatkan dari pada ketelantaran di negeri orang, dengan  suatu penyelesaian terhormat dan terpuji, terjauh dari nafsu amarah dan sikap salah-menyalahkan.
Namun demikian dalam surat tertanggal 14 April 1970 itu sekali lagi Sjafruddin ngemukakan pendapat dan usul-usulnya tentang penyelenggaraan ibadah haji. Dan tetap juga tidak mendapatkan sambutan seperti yang diharapkan.


BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Makalah tentang Gerakan Ekonomi Islam (HUSAMI dan Gambela) ini dapat ditarik beberapa butir kesimpulan, antara lain:
1.      Rumusan masalah 1. HUSAMI adalah sebuah Organisasi yang berbentuk badan hukum yang tunduk kepada segala hukum yang sah yang berlaku di Indonesia dan berasaskan Islam, dengan berlandasan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
2.      Rumusan masalah 2. Gambela adalah suatu nama kapal yang dipakai oleh Husami untuk mengangkut jamaah haji.

B.     SARAN
Maka sebagai tindak lanjut terdapat beberapa saran antara lain :
1.      Perlu diadakan penelitian lanjutan tentang Gerakan Ekonomi Islam (HUSAMI dan Gambela) secara lebih lanjut, dan lebih detail serta mendalam. Agar mendapatkan data yang lebih lengkap. Untuk pembelajaran serta informasi bagi masyarakat luas.


DAFTAR PUSTAKA


Rosidi, Ajib. Sjafruddin Prawiranegara lebih takut kepada Allah swt. cetakan kedua. Jakarta : Pustaka Jaya 2011

Skripsi, yunitasari, lena inge. Kebijakan haji di Indonesia tahun 1967-1970. Yogyakarta: uin sunan kalijaga 2017

Prawiranegara, Sjafruddin. Ekonomi dan keuangan makna ekonomi islam. Jakarta: Pustaka Jaya 2011

Baca Juga: Benturan Peradaban Islam dan Barat 


[1] Ajib Rosyidi, Sjafruddin lebih takut kepada Allah, hal  242
[2] Sjafruddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan, hal  288
[3] Ajib Rosyidi, Sjafruddin lebih takut kepada Allah. Hal 243
[4] Ajib Rosyidi, Sjafruddin lebih takut kepada Allah, hal 243
[5] Skripsi, Lena Inge Yunitasari,Kebijakan Haji di Indonesia tahun 1967-1970, hal 54
[6] Ajib Rosyidi, Sjafruddin lebih takut kepada Allah, hal  245
[7] Ajib Rosyidi, Sjafruddin lebih takut kepada Allah, hal 248
[8] Ajib Rosyidi, Sjafruddin lebih takut kepada Allah, hal 250

0 komentar:

Post a Comment