Hukum Takhlifi, ayoksinau.com |
BAB I
A. Latar
belakang
Setiap
amal perbuatan manusia, tidak terlepas dari ketentuan hukum syari’at. Tentunya,
mengikuti perkembangan zaman, jadi tidak harus hukum yang tercantum dalam
Al-Qur’an dan As-sunnah, seperti ketentuan yang berasal dari pemikiran ulama’.
Dalam
kajian Ushul fiqih dijelaskan bahwa, buah inti dari ilmu Ushul fiqih ialah
hukum syara’, dimana didalam ushul fiqih terdapat tinjauan hukum syara’ dari
segi metodologi beserta sumber-sumbernya.
Dan
daripada itu, lewat makalah ini kami akan mencoba membahas tentang hukum syara’
yang berhubungan dengan hukum taklifi dan hukum wadhi. Keduanya merupakan satu
sub bab yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, oleh karena itu disini kami
memfokuskan pembahasan kepada hukum taklifi yang menjadi tugas utama kami dalam
perkuliahan ini.
Semoga
makalah ini dapat membantu pembaca dalam memahami proses pembelajaran ushul
fiqih, khususnya dalam pembahasan hukum Takhlifi.
B. Rumusan
masalah
1. Apa
pengertian hukum takhlifi ?
2. Apa
saja macam-macam hukum takhlifi?
C. Tujuan
Penulisan
1. Agar
pembaca dapat memahami hukum takhlifi
2. Agar
pembaca dapat mengetahui pembagian hukum takhlifi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hukum
takhlifi adalah hukum yang berisi tuntutan kepada mukallaf untuk meninggalkan
atau melakukan sesuatu, atau memilih diantara keduanya.
B. Pembagian
1. Al-ijab
(wajib)
Yaitu
suatu tuntutan secara pasti dari syari’at untuk dilaksanakan dan tidak boleh
ditinggalkan, karena jika meninggalkan akan dikenai hukuman.
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'.
Para ulama ushul fiqh mengemukakan pembagian
hukum wajib bisa dilihat dari beberapa segi, yaitu, dari segi waktu
pelaksanaan, dari segi kandungan perintah, dari segi orang yang dibebani
kewajiban hukum, dan dari segi kuantitasnya.
Ø
Dari segi waktu pelaksanaan :
a)
Muaqqat( Terikat waktunya ) sesuatu yang dituntut oleh syar’i untuk
dikerjakan dengan pasti pada waktu tertentu, contoh : sholat 5 waktu, yang mana
shalat itu tidak wajib sebelum datang waktunya.
b)
Muthlaq (Tidak terikat waktu ) sesuatu yang dituntut oleh syar’i dengan
pasti, namun tidak ditentukan waktu pelaksanaanya, contoh : Ibdah haji, yang
manawajib bagi orang yang mampu, namun untuk melaksanakannya tidak dibatasi
waktu tertentu.
Ø
Dari segi kandungan perintah:
a) wajib mu’ayyan, yaitu
kewajiban yang telah ditentukan perbuatanya, seperti membaca fatihah atau
tahiyat dalam sholat.
b) wajib mukhayyar, yaitu
kewajiban yang objeknya dapat dipilih dengan alternatif yang ada. Seperti
membayar kafarat.
Ø
Dari segi orang yang dibebani kewajiban hukum, dibagi menjadi dua,
yaitu:
a) wajib aini, yaitu kewajiban yang dibeban kepada semua orang yang
sudah baligh tanpa terkecuali. Seperti shalat fardhu.
b) wajib kifayah, yaitu perbuatan yang dapat dilakukan secara kolektif, seperti
menyelenggarakan sholat jenzah.
Ø
Dari segi kuantitasnya:
a)
wajib muhaddad, yaitu wajib yang ditentukan batas kadarnya (jumlahnya),
seperti jumlah zakat yang harus dikeluarkan.
b) wajib qhairu muhaddad, yaitu kewajiban yang tidak
ditentukan batas kadarnya, seperti membelanjakan harta dijalan Allah.
2. An-nadb
(sunnah)
Yaitu
tuntutan dari syari’at untuk melakukan suatu perbutan, namun tuntutan itu tidak
secara pasti. Jika dikerjakan mendapat pahala, dan apa bila ditinggalkan tidak
akan mendapat hukuman.
Contohnya
: Qs. Al baqarah ayat 282
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...
Sunah
dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
a)
sunah mu’akkadah, yaitu perbuatan yang tidak wajib yang sering dilakukan oleh
Rosul. Seperti shalat sunah qobliyah dan ba’diyah yang mengiringi shalat fardhu
lima waktu.
b) sunah ghairu ma’akkadah, yaitu segala
perbuatan yang tidak wajib kadang-kadang dikerjakan oleh rasul, kadang-kadang
ditinggalkan. Seperti puasa senin kamis.
c)
sunah al-zawaid yaitu kebiasaan srhari-hari sebagai manusia. Seperti cara
makan, cara tidur, dan cara berpakaian.
3. Al-
ibahah(mubah)
Yaitu
pembebasan untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalakan.
Contohnya : Qs. Al-Baqarah ayat 235
وَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran...
4. Al-karahah
(makruh)
Yaitu
tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi apabila dikerjakan maka
akan mendapat pahala.
Contoh : Qs. Al-Maidah ayat 101
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ
لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu...
Macam-macam
makruh, yaitu:
a)
makruh tanzih, yaitu perbuatan yang terlarang bila ditinggalkan akan diberi
pahala tetapi bila dilakukan tidak berdosa dan tidak dikenakan siksa. Contoh :
merokok, memakan makanan yang memiliki bau tidak sedap.
b)
makruh tahrim, yaitu perbuatan yang dilakukan namun dasar hukumnya tidak pasti.
Contoh :
memakan daging ular.
5. AT-Tahrim
(haram)
Yaitu
suatu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dan apabila dilanggar
akan mendapa hukuman (dosa).
Contohnya, Qs Al Maidah ayat 3
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ
وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
“Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi”.
Secara garis besar, haram dibagi kepada dua :
1. Haram karena perbuatan itu
sendiri, atau haram karena zatnya, seperti membunuh, mencuri, dll.
2. Haram karena berkaitan dengan perbuatan lain, seperti
: puasa ramadhan yang aasalnya wajib menjadiharam dikarenakan dengan berpuasa
itu akan menimbulkan sakit yang mengancam keselamatan jiwa.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hukum
taklifi adalah hukum yang berisi tentang perintah, larangan atau pilihan antara
berbuat atau tidak berbuat. Hukum taklifi erat kaitannya dengan maqaashid
syariah yang lima. Yaitu wajib, sunah, makruh, mubah, dan haram. Masing-masing
dari kelima tersebut memiliki pembagiannya yang ditinjau dari berbagai segi
oleh para ulama.
Baca Juga: Sejarah Penulisan Sejarah
B.SARAN
Segala
sesuatu yang kita ketahui hukumnya mestilah kita aplikasikan dalam kehidupan
kita, jangan sudah mengetahui hukumnya tetapi tidak ada kesesuaian dalam amalan
perbuatann sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok kajian guru PAI, Modul Hikmah Fiqih, Penerbit Akik Pustaka, 2016
http://salampathokan,blogspot.co.id/2012/10/hadits-tentang-shalat-sunah.html?m=1
http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.zikrullah.cf/2016/04/makalah-hukum-taklifi.
http://ID&s=1&m=838&host=www.google.co.id&ts=1511710353&sig=ANTY_L2dmgVc-i1cLt6p-jOx_4xzVvT6Q
0 komentar:
Post a Comment