KESALAHAN-KESALAHAN SEJARAWAN DALAM REKONSTRUKSI SEJARAH


ebookanak.com

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan nikmatnya kepada manusia semesta alam, yang mana karena nikmat dan rahmatNya penulis bisa menyelesaikan penulisan makalah ini tepat waktu.
Selanjutnya shalawat kepada baginda rasulullah muhammad SAW. Yang telah memberikan jalan keluar melalui ilmu pengetahun dalam perkembangan umat manusia secara umum dan umat islam khususnya.
Dan tidak lupapenulis ucapkan rasa terimakasih yang amat besar kepada dosen pengampu mata kuliah Dasar-Dasar Ilmu Sejarah, Drs. H. Maman Abdul Malik Sya’roni, M.S yang telah membimbing penulis dalam menulis makalah tentang “KESALAHAN-KESALAHAN SEJARAWAN DALAM REKONSTRUKSI SEJARAH”
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, penulis berterimakasih atas masukan dan kritik membangun dari pembaca. Penulis juga berharap makalah ini bisa memberi wawasan baru bagi pembaca.


Yogyakarta, 14 Desember 2017


DARTAR ISI




KATA PENGANTAR.. ii
DARTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
A.    LATAR BELAKANG.. 1
B.    RUMUSAN MASALAH.. 1
C.    TUJUAN PENULISAN.. 1
BAB II PEMBAHASAN.. 2
A.    KESALAHAN PEMILIHAN TOPIK.. 2
B.    KESALAHAN PENGUMPULAN SUMBER.. 3
C.    KESALAHAN VERIFIKASI 4
D.    KESALAHAN INTERPRETASI 5
E.    KESALAHAN PENULISAN.. 6
BAB III PENUTUP. 7
A.    KESIMPULAN.. 7
B.    SARAN.. 7
DAFTAR PUSTAKA.. 7




BAB I PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Manusia tidak pernah luput dari kesalahan, begitu pula dalam rekonstruksi sejarah. Terkadang kesalahan-kesalahan kecil yang tidak disengajapun bisa menyebabkan rekontruksi sejarah oleh seorang sejarawan dinilai tidak benar.
Menurut kuntowijoyo kesalahan sejarawan terbagi lima, yaitu Kesalahan Pemilihan Topik, Kesalahan Pengumpulan Sumber, Kesalahan Verifikasi, Kesalahan Interpretasi, Kesalahan Penulisan. Lalu kuntowijoya menjabarkan sacara rinci agar sejarawan dapat mempelajarinya dan menghindari kesalahan-kesalahan itu.

B.    RUMUSAN MASALAH

1.      Kesalahan Pemilihan Topik
2.      Kesalahan Pengumpulan Sumber
3.      Kesalahan Verifikasi
4.      Kesalahan Interpretasi
5.      Kesalahan Penulisan

C.    TUJUAN PENULISAN

1.       Mengetahui Kesalahan Pemilihan Topik
2.      Mengetahui Kesalahan Pengumpulan Sumber
3.      Mengetahiu Kesalahan Verifikasi
4.      Mengetahui Kesalahan Interpretasi
5.      Mengetahui Kesalahan Penulisan

BAB II 

PEMBAHASAN

A.    KESALAHAN PEMILIHAN TOPIK

1.      Kesalahan baconian.
Kesalahan ini bermula dari pendapat yang benar bahwa sejarah itu ilmu empiris. Seorang sejarawan melakukan kesalahan ini jika dia berfikir  bahwa tanpa teori,konsep, ide, paradigma, praduga, hipotesis sebuah penelitia sejarah dapat dilakukan.
Contohnya, Francis Bacon (1561-1629) seorang empiricis Inggris yang percaya bahwa pengatahuan yang benar hanya mungkin dicapai lewat empiri, atau pengalaman atau pengamatan.
2.      Kesalahan terlalu banyak pertanyaan.
Dalam satu tulisan orang tidak boleh menanyakan sekaligus beberapa hal. Pertanyaan yang terlalu anyak akan membuat orang kehilangan titik pembicaraan  dan tidak sempat mencapai detil. Sehingga hanya berisi kebenaran umum yang sudah diketahui.
Kesalahan ini bisa terjadi bila, sejarawan menanyakan lebih dari dua pertanyaan sekaligus, sejarawan meanyakan satu masalah yang menghasilkan pertanyaan baru, dan pertanyaan terlalu kompleks (mengandung beberapa unsu yang rumit)
Contohnya, dalam sejarahperkembangan pemerintah aerah istemewa yogyakarta yang ditulis banyak orang semua ingin memasukan pengetahuannya dalam tulisan hingga topik utamanya jadi tekesampingkan.
3.      Kesalahan pertanyaan yang besifat dikotomi.
Kadang sejarawan berfikir hitam putih seolah-olah peristiwa atau tokoh hanya punya dua kemungkinan. Seperti topik “Diponegoro: pemberotak atau pejuang?” topik ini seolah menyudutkan diponegoro pada dua kemungkinan itu. Jika pewaris dari tokoh sejarah tersebut masi ada, kesalahan ini bisa beresiko tinggi. Oleh karena itu sejarawan dalam menulis sejarah haruslah menggandeng dan memai fakta karena tugas sejarawan bukanlah menghakimi dan mengadili.




4.      Kesalahan metafisik
Karena memilih topik-topik metafisik, teologi, moral, filsafat. Bukanlah tugasa sejarah yang ilmu empiris untuk membahas yang metafisik.
5.      Kesalahan topik fiktif
Topik fiktif bukanlah topik sejarah. Karena dalam sejarah seorang sejarawan tidak boleh berandai-andai terhadap penelitiannya endiri.[1]

B.    KESALAHAN PENGUMPULAN SUMBER

1.      Kesalahan holisme.
Memilih satu bagian yang penting, dan menganggap pemilihan satu bagian itu sudah dapat mewakili keseluruhannya.
Metode ini sering diginakan oleh ahli antropologi. Yaitu memilih satu tempat yang tepat, dilakukan satu studi mendalam, ditulis dengan deskripsi padat,dan kesimpulannya diaggap berlaku umum. Apa yang dilakukan antropolog tidak bisa dilakukan sejarawan, karena dalam sejarah, kejadian disatu tempt tidak sama satu dengan yang lainnya.
2.      Kesalahan pragmatis
Terjadi bila utuk tujuan tertentu kita memilih sumber yang mendukung tujuan itu. Pengumpulan sumber sering tidak tuntas........
3.      Kesalahan ad hominem.
Ad hominem berarti merujuk pada seseorang. Terjadi bila dalam pengumpulan sumber sejarah orang memilih orang, otoritas,profesi,pangkat,atau jabatan.
Contoh pada kasus wawancara jika sejarawan hanya melakukan pada satu sumbern yaitu orang yag dituju maka sangat besar kemungkinan sejarawan melakukan kesalahan ini
Untuk menghindari kesalahan ini, sejarawan harus melakukan wawancara tidak hanya dari satu sudut saja tapi juga ditambah melalui pihak yang bersangkutan dan pihak yang menjadi lawan. 

4.      Kesalahan kuantitatif.
Terjadi karena seseorang lebih percaya pada dokumen dengan angka-angka  daripada dokumen testimoni biasa. Padahal orang sangat mudah menipu dengan statistik.
Seperti contoh kecilnya, sebuah tanah yang dulu dihitung dengan petakan karena adanya bantuan pemerintah menjadi berpetak-petak, “petak” ini jika dijadikan angka entah berapa jadinya. Disanalah banyak sejarawan yang keliru.
5.      Kesalahan estetis.
Kesalahan ini sebenarnya sama dengan kesalahan pragmatis. Kesalahan ini bisa terjadi bila sjarawan hanya memilih sumber-sumber sejarah yang memeliki efek estetis.
Contohnya, dalam tulisan Ramadhan KH yang telah mengantar penulisnya ke istana berjudul Kuantar Ke Gerbang dari sudut sejarahnya mengandung kesalahan estetika, sekalipun itu adalah novel pembaca tetap menganggapnya “sungguh-sungguh terjadi” karena bercerta tentang soekarno dan inggit. Buku ini fokus pada kisah cinta merka berdua dan mengenyampingkan pendekatan lainnya.[2]

C.    KESALAHAN VERIFIKASI

Sejarawan hanya tahu sepotong kebenaran tentang sejarah, tidak seperti ilmuan yang mengetahui keseluruhan. Tetapi pengetahuan sejarawan sering tertanggu oleh isu tentang relativisme sejarah. Relativisme itu baik untuk seni dan sastra, bahkan suatu keharusan. Sejarawan harus berusaha mengemukakan obyektifitas dengan menerapkan sungguh-sungguh kritik sejarah.
1.      Kesalahan pars pro toto.
Terjadi bila menganggap bkti yang berlaku untuk sebagian dianggap berlaku untuk keseluruhan.
Contoh buku R.A Kartini  habis gelap terbitlah terang tentang pingitan gadis jawa adalah benar untuk bangsawn bukan untuk gadis desa.
2.      Kesalahan toto pro pars.
Kebalikan pars pro toto, yaitu bila sejarawan mengemukakan keseluruhan padahal yang dimaksud adalah bukti untuk sebagian.

3.      Kesalahan menganggap pendapat umum sebagai fakta.
Sejarawam sering keliru dengan pendapat yang umum.
Contohnya pemikiran bahwa cina itu ahli dlam dangan tanpa melihat cina di bagka yang jadi pegawai rumah tangga.
4.      Kesalahan menganggap pendapat pribadi sebagai fakta.
Kesalahan sejarawan pendapat dan kesenangan pribadi berlaku umum dan sebagai fakta sejarah.
5.      Kesalahan rincian angka yang presis.
Banyak data tradisional yang tidak mungkin dirinci angkanya, usaha merincinya justru hanya akan menimbulkan pertanyaan.
Contoh dalam sejarah mengatakan memberikan uang secacah, lalu di hitung sekitar lima keping  padahal tidak ad yang mengatakan pasti jumlahnya segitu. Dan nanti jika dihitung dengan pengeluaran keluarga saat itu akan membingungka.[3]

D.   KESALAHAN INTERPRETASI

Kemampuan mengumpulkan sumber sejarah harus disertai dengan kemampuan menjelaskan.
1.      Kesalahan tidak membedakan alasan sebab kondisi dan motivasi
Alasan terjadi dekat dengan peristiwa. Sebab terjadi lebih dekat lagi. Kondisi menjadi latar belakang peristiwa. Motivasi ialah tujuan peristiwa.
Dalam revolusi indonesia, alasan revolusi ialah kekejama jepang, dan inilah yang dirasakan langsung oleh rakyat. Alasan itu perlu. Sebab terjadinya revolusi ialah keadaan kekosongan kekuasaan setelah jepang menyerah pada sekutu, sebab itu hanya sesaat. Kondisinya dapat ditelusuri dalam gerakan nasionalisme. Kondisi bersifat lebih permanen, tetapi tdak terlalu dekat. Motivasi bersifat teleologis, jadi pertanyaan untuk apa revolusi.
Alasan, sebab, konisi, dan motivasi bisa sangat kompleks, sehngga usaha untuk menjelaskannya mugkin akan menimbulkan kesalahan lain, yaitu reduksionisme. Untuk peristiwa yang jauh dibelakang, mungkin hanya kondisi yang dapat dibuktikan.
2.      Kesalahan post hoc dan propter hoc.
Post hoc (setelah ini), propter hoc (maka ini). Kesalahan ini terjadi saat sejarawan berpendapat, karena peristiwa A lebih dulu daripada B, maka B disebabkan oleh A.
Contohnya sejarawan melihat bahwa setelah membuka perkebunan, daerahnya menjadi maju, lalu sejarawan menyimplkan kemajua sebagai akibat kemajuan. Sejarawan lupa mempertimbangkan faktor lainnya yang tak kalah berpengaruh.
Lanjutan dari kesalahan ini ada cum hoc, propter hoc (bersama-sama denga ini maka ini) terjadi bila sejarawan menghubungkan sebab dan kesalahan. Lalu pro hoc, propter hoc, terjadi bila sejarawan salah mengurutkan peristiwa.
3.      Kesalahan reduksionisme.
Sering dikerjaka oleh sejarawan yang beridiologi, yaitu bila sejarawan menyederhanakan masalah yang sebenarnya kompleks.
Seperti contoh sejarawan marxis yang selalau mengembalikan persoalan ke ekonomi, padahal itu bisa menyesatkan.
4.      Kesalahan pluralism yang berlebihan
Akibat ketakutan pada reduksionisme dan monisme, sejarawan sering tidak menjelaskan apa-apa, tidak menentukan faktor yang menentukan.
Tema-tema besar dengan jangka panjang sering mengidap pluralisme yang berlebihan, sedangkan untuk yang jangka pendek biasanya sejarawan dapat menyebutkan satu faktor yang paling dominan.
Solusi untuk topik-topik besar bisa dengan memecahnya kedalam topik yang lebih spesifik, berdasarkan permasalahan, priode atau masalahnya.[4]

E.    KESALAHAN PENULISAN

1.      Kesalahan narasi
Kesalahan dalam penyajian. Ada tiga hal yang harus dihindari dalam tulisan akademis, yaitu kesalahan priodesasi, didaktis dan pembahasan.
Kesalahan periodesasi terjadi bila sejarawan memandang periode sebagai waktu ayng pasti.
Kesalahan didaktis terjadi bila sejarawan menggunakan historiografi untuk mengajarkan suatu nilai.
Kesalahan pembahasan ada dua, yaitu bahasa yang emotif (emosional) dan kesalahan non sequitur. Contoh emotif seperti kalimat “pahlawan yang gagah berani...” . non sequitur bila kalimat yang dipakai bukan merupakan konsekuensi kalimat sbelumnya, contoh “partai politik mendukung cita-cita. Begitu juga orang laweyan” kalimat itu tidak sambung karea tidak ada hubungan antara partai dan orang laweyan.
2.      Kesalahan argumen
Terjadi bila sejarawan membuat kesalahan dalam menguraikan gagasannya waktu menyajiakan. Ada kesalahan konseptual dan substantif.
Kesalahan konseptual, bila sefarawan menggunakan istilah yang memiliki dua atau lebih makna.
Kesalahan substantif, bila sejarawan mengemukakan argumen yang tidak relavan atau tidak rasional.
3.      Kesalahan generalisasi
Pertama, sejarawan melakukan generalisasi yang harus disertai banyak pengecualian.
Kedua, generalisasi bukanlah hukum universal yang pasti. Sejarah itu induktif bukan deduktif.[5]

OBJEK ILMU SEJARAH ADALAH  SOSIAL ADALAH MANUSIA.
Unsur subjektif dalam pemikian sejarah lebih terlihat dalam tahap interpretasi dan penulisan(historiografi).  Ada beberapa faktor yang memengaruhi subjektivitas, yaitu:
1.      Sifat berat sebelah pribadi (personal bias), ialah sikap rasa senang dan tidak senang seorang terhadap individu atau jenis-jenis individu tertentu. Jelas sikap ini merupakan hambatan serius untuk dapat bersikap objektif.
2.      Praransangka kelompok (group prejudice), ialah suatu sikap atau anggapan yang dimiliki seorang sejaraean sebagai anggota kelompok, baik kelompok nasional,agama, politik, dan sosial. Prasangka ini muncul karena adanya prasangka irasional (penalaran) sebagai akibat menjadi anggota suatu kelompok.
3.      Teori-teori tentag interpretasi sejarahtentang faktor-faktor sejarah yang mana yang paling berpengaruh terhadap terjadinya suatu peristiwa sejarah. Teori ini adalah teori ralatifdari berbagai jenis yang berbeda mengenai causal factor dalam sejarah.
4.      Pandang sejarah (weltanschaung) juga dapat berpengaruh terhadap penulisan sejarah.sejarawan yang beragama akan berbeda interpretasinya mengenai faktor kausal dari sejarawan yang marxist atau komunis.

Teori subjektivitas sebenarnya ada, karena dalam penulisan adanya sudut pandang tertentu dalam suatu ilmu. Tak terkecuali ilmu sejarah. Dalam ilmu sejarah sudut pandang masuk kepada teori perspektif, teori ini memberi kesempatan bagi sejarawan merenung. Menganalisis, dan menginterpretasi terhadap terhadap suatu peristiwabaik itu dari sudut pandang atau titik tolak tertentu.
Sebenarnya setiap ilmu memiliki pendekatan subjek-objek yang berbeda. Sebagaimana pendekatan subjek-objek pada ilmu sosial dan ilmu sejarah berbeda, begitu juga dengan ilmu alam dan ilmu-ilmu lainnya. Karena itu perspektif ini tidak boleh dijadikan alasan menjelekkan suatu penelitian.
sifat dari sumber data-data sejarah berbeda dengan sifat sumber data ilmu-ilmu lainnya karena itu kritik dan verifikasi  pada sumber sejarah sangat diperlukan. Hal ini karena sejarah penelitian sejarah tidak bisa dilakukan dngan metode observasi peristiwa langsung karena peristiwa sejarah bersifat einmalig atau sekali terjadi dan sudah berlalu. Dengan kritik sejarah dapat mengetahui kesalahan sejarawan seperti menghilangkan jejak sejarah, dan lainnya.[6]

BAB III 

PENUTUP 

A.   KESIMPULAN

Menurut kuntowijoyo kesalahan sejarawan terbagi lima, yaitu Kesalahan Pemilihan Topik, Kesalahan Pengumpulan Sumber, Kesalahan Verifikasi, Kesalahan Interpretasi, Kesalahan Penulisan. Lalu kuntowijoya menjabarkan sacara rinci agar sejarawan dapat mempelajarinya dan menghindari kesalahan-kesalahan itu.

B.    SARAN

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Jangan jadikan makalah ini sebagai acuan utama dalam permasalahan ini dikarenakan masih banyaknya kekurangan dalam penulisa makalah ini.
  

DAFTAR PUSTAKA



Kuntowijoyo. (1995). pengantar ilmu sejarah. yogyakarta: yayasan bentaeng budaya.


Daliman, A. (2015). metode penelitian sejarah. yogyakarta: Penerbit Ombak.



Baca Juga: Konsep dan Unsur-unsur Sejarawan


[1] Kuntowijoya, pengantar ilmu sejarah¸1995
[2] Kuntowijoya, pengantar ilmu sejarah¸1995
[3] Kuntowijoya, pengantar ilmu sejarah¸1995
[4] Kuntowijoya, pengantar ilmu sejarah¸1995
[5]
[6] A.Daliman, metode penelitin sejarah,2015

0 komentar:

Post a Comment