Historiografi Tradisional Lokal Indonesia


Historiografi Tradisional Lokal Indonesia, encrypted-tbn0.gstatic.com
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami panjatkan puja dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Historiografi Tradisional Lokal Indonesia.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Historiografi. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan penulisan makalah kedepannya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Historiografi Tradisional Lokal Indonesia ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 24 November 2018

Penyusun



KATA PENGANTAR.. 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN.. 4
A.    LATAR BELAKANG.. 4
B.    RUMUSAN MASALAH.. 4
C.    TUJUAN PENULISAN.. 4
BAB II PEMBAHASAN.. 5
A.    PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI TRADISIONAL LOKAL INDONESIA.. 5
B.    CIRI-CIRI HISTORIOGRAFI TRADISIONAL LOKAL INDONESIA.. 6
C.    JENIS-JENIS HISTORIOGRAFI TRADISIONAL LOKAL INDONESIA.. 7
1.     BABAD.. 7
2.     HIKAYAT. 8
3.     TAMBO.. 9
4.     LONTARA.. 10
5.     SERAT. 11
BAB III PENUTUP. 12
A.    KESIMPULAN.. 12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

Historiografi berasal dari kata yaitu history dan grafi. History artinya sejarah sedangkan grafi artinya tulisan. Secara harfiah historiografi diartikan sebagai penulisan sejarah. Historiografi merupakan cara pandang seseorang terhadap peristiwa disekelilingnya yang dituangkan kedalam sebuah tulisan. Tulisan tersebut dipengaruhi oleh keadaan saat dia hidup sehingga tulisan tersebut mewakili keadaan zaman ketika itu.
Historiografi dikenal sejak manusia mengenal tulisan atau ketika manusia memasuki zaman sejarah. Ketika manusia mengenal tulisan, pada dasarnya mereka sedang memiliki kesadaran untuk menulis tentang jati dirinya sebagai manusia dalam keluarga dan kehidupan berbangsa serta bernegara. Melalui historiografi kita dapat memiliki pengetahuan mengenai masa lampau suatu bangsa atau umat dan juga dapat memahami keadaan kebudayaan suatu bangsa, garis pertumbuhan kebudayaan, perkembangan suatu masyarakat, dan dapat mengetahui pengaruh-pengaruh lingkungan yang membentuk pemikiran serta gambaran sejarah.
Kemajemukan dan pluralisme yang dimiliki Indonesia menyimpan banyak sejarah. Dalam hal ini bangsa Indonesia telah lama memiliki kesadaran sejarah. Ditunjukkan dengan banyaknya karya naskah yang bersebaran di daerah-daerah Indonesia. Naskah-naskah tersebut merupakan bagian awal dari perkembangan penulisan sejarah di Indonesia. Awal perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dimulai dengan adanay penulisan sejarah dalam bentuk naskah. Sebutan untuk naskah-naskah itu ialah babad, hikayat, kronik, tambo, dan lain-lain. Bentuk penulisan sejarah pada naskah-naskah tersebut termasuk dalam kategori historiografi tradisional.
   1.      Bagaimana perkembangan historiografi tradisional lokal Indonesia ?
   2.      Apa saja karekristik historiografi tradisional lokal Indonesia ?
   3.      Apa saja jenis-jenis historiografi tradisional lokal Indonesia ?
   1.      Untuk menjelaskan perkembangan historiografi tradisional lokal Indonesia.
   2.      Untuk menjelaskan karakteristik historiografi tradisional lokal Indonesia.
   3.      Untuk menjelaskan jenis-jenis historiografi lokal Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

A.    PERKEMBANGAN HISTORIOGRAFI TRADISIONAL LOKAL INDONESIA
Corak penulisan sejarah tradisional merupakan salah satu dari tiga penulisan sejarah Indonesia yang sangat menonjol. Secara periodik penulisan sejarah tradisional berlangsung sejak masa kerajaan Hindu Buddha atau sejak bangsa Indonesia mengenal tulisan sampai dengan masuknya kolonialisme Barat (4-16 M). Pada fase historiografi tradisional, penulisan sejarah yang dilakukan lebih merupakan ekspresi budaya daripada merekam peristiwa sejarah.
Sebutan historiografi tradisional ditujukan untuk membedakannya dengan historiografi modern yang sudah lebih dahulu berkembang di Barat. Ciri utama historiografi Barat yang membedakannya dengan historiografi tradisional adalah penggunaan fakta. Historiografi tradisional tidak terlalu mementingkan kebenaran fakta, sedangkan historiografi modern sangat mementingkan fakta.
Tradisi historiografi telah berurat-akar di Nusantara. Dimulai dari historiografi Indonesia bagian tengah, hal ini dapat dilihat dari peta keberadaan kerajaan-kerajaan awal di Nusantara. Pada dasarnya kerajaan-kerajaan tersebut memiliki orang-orang yang ditugaskan oleh raja untuk menulis sejarah dengan gelar Pujangga (sejarawan keraton).
Masuknya pengaruh India turut mempengaruhi historiografi tradisional bagian tengah. Meskipun Islam memiliki pengaruh yang dominan pada zaman kelanjutannya, namun pengaruh agama Hindu Buddha sangat kental terasa terutama di daerah Jawa. Corak Islam justru sangat kuat di daerah timur yang meliputi Sulawesi dan Maluku pada umumnya. Hal ini kemungkinan karena kerajaan yang menganut agama Hindu Buddha di daerah timur tidak sekuat kerajaan Hindu Buddha di Jawa, sehingga ajaran Hindu Buddha tidak mengakar dalam masyarakatnya.
Historiografi tradisional di daerah barat justru sangat kental dengan aroma Islam, karena daerah pertama yang bersentuhan dengan Islam adalah wilayah barat terutama Aceh. Meskipun di Sumatera pernah ada kerajaan Buddha besar yaitu Sriwijaya, namun penetrasi Islam dilancarkan oleh kerajaan Islam setelahnya yaitu Aceh dengan sangat berhasil sehingga Islam melekat dalam budaya orang Sumatera.

Historiografi tradisional terkenal akan kesubjektifannya dan penulisannya dicampur aduk dengan mitos, legenda dan kekuatan magis sehingga ketika membaca dan memahami historiografi tradisional kita harus berhati-hati dan teliti dalam memahami setiap rangkaian kata yang menjadi kisah didalamnya.
Karakteristik historiografi tradisional sebagai berikut :
   1.      Historiografi tradisional bersifat istana-sentris. Historiografi tradisional ini banyak mengungkapkan kehidupan keluarga istana dan berpusat pada kepentingan raja. Sedangkan rakyat jelata tidak dijelaskan karena dianggap a-historis.
   2.      Historiografi tradisional bersifat feodalis-aristokratis. Penulisannya berfokus pada kehidupan kaum bangsawan.
   3.      Historiografi tradisional bersifat religio-magis. Dalam historiografinya seorang raja ditulis sebagai manusia yang memiliki kelebihan secara batiniyah dan dianggap memiliki kekuatan ghaib. Tujuannya adalah agar raja mendapat apresiasi yang luar biasa dari rakyatnya sehingga rakyat tunduk dan patuh terhadap perintahnya.
   4.      Historiografi tradisional bersifat regio-sentrisme. Penulisan sejarah lebih menonjolkan kekuasaan wilayah suatu kerajaan.
   5.      Historiografi tradisional bersifat etnosentrisme. Historiografi ditulis dengan penekanan pada aspek suku-bangsa dan budaya yang ada di wilayah suatu kerajaan.
   6.   Historiografi tradisional bersifat psiko-politis-sentrisme. Historiografi ditulis dengan muatan-muatan psikologis seorang raja digunakan sebagai alat politik untuk mempertahankan kerajaan.
   7.      Kebanyakan ditulis dalam bentuk puisi atau prosa.
   8.      Adanya subjektifitas yang tinggi sebab para pujangga hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan dan atas permintaan sang rajad dengan tujuan melegitimasi dan melanggengkan kekuasaan sang raja.
   9.      Kuat dalam geneologi (silsilah) namun lemah dalam kronologi dan detail geografis.
   10.  Penulisannya tidak disusun secara ilmiah dan sumber data sulit untuk ditelusuri serta dibuktikan.
11.  Sumber data sulit untuk ditelusuri.
 
Babad merupakan karya penulisan sejarah tradisional yang mulai muncul pada abad ke-16 sampai abad ke-19. Selain di Jawa, penulisan babad juga terdapat di berbagai daerah seperti Bali, Madura, Sunda, dan Lombok.
Secara etimologis babad berarti membuka, merambah, atau menebang pohon di hutan. Menurut Sartono Kartodirdjo, babad merupakan penulisan sejarah tradisional sebagai suatu bentuk dan kultur yang membentangkan riwayat, dimana sifat-sifat dan  tingkat  kultur  mempengaruhi dan bahkan menentukan bentuk itu sehingga historiografi selalu mencerminkan kultur yang menciptakannya. Sedangkan menurut Taufik Abdullah, babad sebagai sejarah lokal mengandung pengertian kisah kelampuan dari suatu masyarakat di wilayah lokal. Sasarannya adalah asal-usul, pertumbuhan, dan perkembangan kelompok masyarakat setempat. Judul babad biasanya didasarkan pada nama tokoh cerita, nama tempat atau daerah, atau nama suatu peristiwa.
Babad memiliki kedudukan penting dalam historiografi karena merekam peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Sekalipun demikian, unsur-unsur yang tidak terkandung dalam fakta sejarah harus diteliti terlebih dahulu. Hal ini disebabkan dalam penulisan babad terdapat unsur sastra dan bergaya istanasentris. Unsur sastra tersebut dapat dilihat dari adanya mitos, legenda, pamali, ramalan-ramalan, dan cerita fiktif lainnya.
            Penulisan babad dilakukan di lingkungan keraton dengan materi yang bersumber dari catatan-catatan peristiwa disekitarnya, terutama di kalangan keraton yang berpusat pada raja selaku penguasa daerah. Pada umumnya babad mengisahkan pembukaan lahan oleh seseorang tokoh yang kemudian menjadi penguasa setempat lengkap dengan kehidupannya bahkan kehidupan kerabat dan leluhurnya. Dalam menulis babad, seorang pujangga menggunakan catatan peristiwa atau karya sastra yang telah ada kemudian ditambah dengan pengetahuan serta pengalaman hidupnya. Peristiwa yang pernah dialami dan dihayati sendiri oleh pengarang bisa menjadi bagian penting dalam babad. Untuk bagian yang tidak diketahui atau dialami sendiri, pengarang mendapatkan informasi dari pembantunya yang disebut “carik kapunjanggan”. Dalam beberapa babad, penulis tidak jarang mencantumkan garis silsilah raja sehingga ia dibenarkan sebagai penguasa kerajaan.
            Contoh babad ialah Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Palihan Nagari (Giyanti), Babad Trunajaya, dan lain-lain.

Hikayat merupakan kesusastraan Melayu yang keseluruhan ceritanya didominasi oleh karya-karya yang berilhamkan Islam. Hikayat berasal dari Arab yakni haka yang berarti bercerita atau menceritakan. Hikayat dikenal di Indonesia sejak masuknya agama Islam ke Indonesia. Hikayat bisa dikatakan hampir mirip dengan dongeng dan penuh dengan daya fantasi. Biasanya berisi cerita kehidupan orang kelas atas di zaman dahulu, misalnya kisah anak-anak raja, pertempuran antar negara, seorang pahlawan dan lain-lain.
            Tokoh dalam hikayat adalah raja, permaisuri, pangeran, putri dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan. Hikayat memiliki dua bentuk penulisan, yaitu pantun dan syair. Akan tetapi lebih sering disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut. Umumnya hikayat memiliki fungsi sebagai pembangkit semangat, penghibur, pelipur lara, atau sekedar untuk meramaikan suatu acara dan pesta.
            Hikayat memiliki ciri khas yaitu biasanya pengarangnya tidak dikenali, menggunakan sudut pandang istanasentris, bersifat statis, komunal, tradisional, didaksi, dan menggunakan bahasa melayu yang sering diulang-ulang. Unsur yang terdapat dalam hikayat sama seperti unsur-unsur cerita pada umumnya yaitu tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya penulisan. Contoh hikayat ialah Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Raja Ali Haji, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Banjar, Hikayat Abu Nawas, Hikayat Siak, dan lain sebagainya.

Tambo berasal dari bahasa Sansekerta, tambay yang artinya bermula. Tambo merekam kisah dan legenda yang berhubungan dengan asal-usul nenek moyang, negeri, alam, budaya atau tradisi Minangkabau.
Tambo ditulis dalam huruf Arab-Melayu (dikenal dengan huruf Jawi), dengan bahasa Melayu dan berbentuk prosa. Penulisan dalam bentuk latin baru dikenal pada awal abad ke-20. Sejauh ini tambo yang telah ditemukan terdapat 83 naskah. Sebanyak 47 buah tambo asli Minangkabau tersimpan di perpustakaan luar negeri dan 10 buah tersimpan di Perpustakaan Negara Jakarta. Isinya meliputi Undang-Undang Minangkabau, Adat-Istiadat Minangkabau, Undang-Undang yang berlaku di Luhak Nan Tigo.
Ciri-ciri tambo ialah mengandung cerita yang sukar dipertanggung-jawabkan kebenarannya, karena sering bercampur dengan hal-hal yang tidak empiris. Kisah-kisah yang dipaparkan tidak kronologis (anakronis). Awalnya tambo dituturkan secara oral, dikabarkan dan didendangkan, karena itu tradisi ini oleh masyarakat disebut dengan Bakaba. Diperkirakan tradisi Bakaba ini dimulai sejak masa Hindu-Buddha atau bahkan sebelumnya. Barulah kemudian ketika Islam datang tambo mulai ditulis menggunakan bahasa Melayu dan menggunakan huruf Arab-Melayu.
Tambo terbagi menjadi 2 yaitu :
      a.       Tambo Alam, berisi asal-usul nenek moyang dan cerita dibangunnya kerajaan Minangkabau.
      b.      Tambo Adat, berisi tatanan adat, sistem dan aturan pemerintahan di Minangkabau.

           Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Diperkirakan aksara lontara pertama kali dibuat oleh Daeng Pamatte pada abad ke-14.  Pada mulanya bernama Lontara Toa atau Lontara Jangang-Janganng, karena bentuknya menyerupai burung (jangang-jangang). Namun  lama kelamaan karena adanya pengaruh budaya Islam yang dianut oleh kalangan istana pada abad ke-19, maka aksara tersebut mengalami perbaikan dan penyempurnaan menjadi lontara Bilang-Bialng seperti yang ada hingga sekarang.
Menurut budayawan Prof. Mattulada lontara berasal dari “sulapa eppa wala suji”. Wala suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sedangkan Sulapa eppa adalah bentuk mistis kepercayaan suku Bugis-Makassae klasik yang menyimbolkan susunan alam semesta dan empat elemen kehidupan (air, api, tanah dan udara). Huruf lontara digunakan untuk menulis aturan pemerintahan dan kemasyarakatan. Biasanya naskah yang ditulis menggunakan aksara lontara ditulis diatas daun lontar menggunakan kalam yang terbuat dari ijuk kasar. Naskah ini disebut dengan Lontaraq. Salah satu lontaraq yang paling terkenal ialah La Galigo, sebuah epos asli masyarakat Bugis yang diperkirakan ditulis pada abad ke-14.
  
Serat merupakan karya sastra Jawa yang mengajarkan budi dan kebaikan sebagai pokoknya. Karakteristiknya berwujud tembang. Contohnya ialah serat Kalatida karangan pujangga besar Ranggawarsita. Kala artinya waktu, sedangkan Tida artinya samar-samar. Jadi kalatida adalah jaman samar atau jaman transisi. Yaitu antara siang menuju malam, malam menuju siang, atau antara satu pemerintahan menuju ke pemerintahan lain yang baru.

BAB III 

PENUTUP

Historiografi tradisional berlangsung sejak masa kerajaan Hindu-Buddha hingga masuknya kolonialisme Barat ke Nusantara (abad ke-4 hingga ke-16 M). Corak historiografi untuk wilayah Nusantara bagian tengah didominasi sangat kental oleh pengaruh agama Hindu-Buddha. Sedangkan untuk daerah Nusantara bagian timur (Sulawesi, Maluku) dan barat (Sumatera) didominasi oleh pngaruh agama Islam yang cukup kental.
Historiografi tradisional memiliki karakteristik yang tidak bisa dipisahkan dari adanya unsur-unsur magis, mitos, dan imajinasi. Selain itu, historiografi tradisional masih terpusat pada sudut pandang istanasentris, dimana rakyat jelata dianggap tidak memiliki sejarah. Kehidupan para raja dan bangsawan adalah hal-hal yang menjadi fokus pembahasan dalam historiografi tradisional.
Jenis-jenis historiografi tradisional lokal yang ada di Indonesia ialah babad, carita, hikayat, tambo, lontaraq, suluk, serat, wawacan, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA


http://www.anakminang.com/2015/09/pengertian-tambo-minang-kabau.html (Diakses pada 24 November 2018, pukul 08.15 WIB)
https://www.kaskus.co.id/thread/52c26a0af8ca17b82e8b4573/mengenal-aksara-lontara-orang-bugis-cekidot-di-mari/ (Diakses pada 24 November 2018, pukul 07.45 WIB)

0 komentar:

Post a Comment