Kebudayaan Prasejarah Indonesia


Kebudayaan Prasejarah Indonesia, blogspot.com
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang kebudayaan prasejarah Indonesia.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang kebudayaan prasejarah Indonesia ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
                                                                                                                     
Yogyakarta,

Penyusun


KATA PENGANTAR.. ii
DAFTAR ISI. iii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
A.     LATAR BELAKANG.. 1
B.     RUMUSAN MASALAH.. 1
C.     TUJUAN.. 1
BAB II PEMBAHASAN.. 2
A.     Hasil Budaya Zaman Prasejarah Di Indonesia. 2
B.      Sisa-Siasa Kehidupan Prasejarah. 5
BAB III PENUTUP. 9
A.     KESIMPULAN.. 9
DAFTAR PUSTAKA


A.    LATAR BELAKANG

Manusia yang hidup pada zaman prasejarah disebut manusia purba.  Tanah air kita sudah dihuni manusia sejak jutaan tahun yang lalu. Fosil-fosil manusia purba banyak ditemukan di Indonesia yaitu sejak jutaan tahun yang lalu terutama di Pulau Jawa.Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Fosil adalah sisa-sisa organisme (manusia, hewan, dan tumbuhan) yang telah membatu yang tertimbun di dalam tanah dalam waktu yang sangat lama.  Sedangkan artefak adalah peninggalan masa lampau berupa alat kehidupan/hasil budaya yang terbuat dari batu, tulang, kayu dan logam. Cara hidup mereka masih sangat sederhana dan masih sangat bergantung pada alam.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Hasil budaya zaman prasejarah Indonesia?
2.    Sisa-sisa kehidupan prasejarah dalam kehidupan masyarakat Indonesia masa kini?

C.    TUJUAN

1.    Untuk mengetahui apa hasil budaya zaman prasejarah Indonesia.
2.    Untuk mengetahui apa saja Sisa-sisa kehidupan prasejarah dalam kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.

A.    Hasil Budaya Zaman Prasejarah Di Indonesia

a.      Zaman Batu
1.      Zaman Batu Tua (Paleothikum)
Di zaman ini dapat ditemukan beberapa kebudayaan diantaranya adalah: Kapak genggam, berfungsi untuk menggali umbi, memotong dan menguliti binatang. Kapak perimbas, berfungsi untuk merimbas kayu, memecahkan tulang, dan sebagai senjata yang banyak ditemukan di Pacitan. Maka Ralp Von Koeningswald menyebutkan kebudayaan Pacitan. Dan pendukung kebudayaan Pacitan adalah jenis Phitechantropus. Alat-alat dari tulang dan tanduk binatang, berfungsi sebagai alat penusuk, pengorek dan tombak. Banyak ditemukan di Ngandong. Pendukung kebudayaan ini adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis. Alat serpih (flakes) – terbuat dari batu bentuknya kecil, ada juga yang terbuat dari batu induk (kalsedon), berfungsi untuk mengiris daging atau memotong umbi-umbian dan buah-buahan. Pendukung kebudayaan ini adalah Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
Kabudayaan zaman batu tua ada juga yang membagi menjadi dua, yaitu kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
2.      Zaman Batu Madya (Mesolithikum)
Pada zaman ini alat-alat dari batu sudah mulai digosok, tapi belum halus. Manusia pendukung ini adalah Homo Sapiens, khususnya Papua Melanesoide.
Hasil budaya Mesolotikum diantaranya adalah Kapak Sumatra (pebble), jenis kapak genggam yang sudah digosok tetapi belum sampai halus. Terbuat dari batu kali yang dipecah atau dibelah. Kjokenmoddinger dari bahasa Denmark yang artinya sampah dapur. Abris Sous Roche adalah tempat tinggal yang berwujud goa-goa dan ceruk-ceruk didalam batu karang untuk berlindung. Batu pipisan terdiri dari batu penggiling dan landasannya. Berfungsi untuk menggiling makanan, menghaluskan bahan makanan.
3.      Zaman Batu Baru (Neolithikum)
Peralatan batu pada zaman ini sudah halus karena manusia pendukung sudah mengenal teknik mengasah dan mengupam. Peralatannya antara lain :
a.       Kapak persegi
Adalah kapak yang menampang lintangnya berbentuk persegi panjang atau trapesium. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sebutan kapak persegi diberikan oleh Von Heine Geldern.
b.      Kapak lonjong
Adalah kapak yang penampanganya berbantuk lonjong memanjang. Ditemukan di Irian, Seram, Gorong, Tambar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
c.       Kapak bahu
Adalah kapak persegi namun pada tangkai diberi leher sehingga menyerupai botol persegi. Kapak bahu hanya ditemukan di Minahasa, Sulawesi Utara.
d.      Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa.
e.       Tembikar (periuk belanga) ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Meldo, Sumba.
4.      Zaman Batu Besar (Megalithikum)
Hasil kebudayaannya:
a.       Menhir : tugu batu yang didirikan sebagai pemujaan roh nenek moyang memperingati arwah nenek moyang.
b.      Dolmen : meja batu, merupakan tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenek moyang. Adapula yang menyebut dolmen adalah bangunan teras berundak sederhana yang serng dirujuk sebagai kuburan[1].
c.       Sarchopagus atau keranda: bentuknya seperti lesung yang mempunyai tutup atau ada juga seperti telur dibelah dua.
d.      Kubur batu : peti mati yang terbuat dari batu besar yang masing-masing papan batunya lepas satu sama lain.
e.       Punden perundak : bangunan tempat pemujaan yang tersusun bertingkat-tingkat seperti tangga.
f.       Waruga : peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman Megalithikum. Peti kubur ini diduga sebagai wadah kubur untuk beberapa individu atau waruga bisa dijadikan kubur keluarga atau kubur komunal.
g.      Arca: patung batu yang menggambarkan tokoh yang berpengaruh pada kehidupan sosial atau bermasyarakat dimasa itu.
b.      Zaman logam
1.      Zaman Peruggu
a.       Candrasa : kapak corong yang satu sisinya memanjang. Candrasa ini biasanya digunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara saja. Banyak ditemukan di Yogyakarta dan Roti.
b.      Bejana perunggu : bentuknya seperti periuk tapi langsung dan gepeng. Ditemukan ditepi danau kerinci dan juga di Madura.
c.       Nekara : genderang dari perunggu yang berfungsi sebagai alat upacra, yaitu ditebuh untuk memanggil arwah atau roh nenek moyang. Ditemukan di Jawa, Bali, Roti, Selayar dan Kei.
d.      Perhiasan perunggu
e.       Arca perunggu
2.      Zaman Besi
Pada zaman ini manusia telah dapat melebur besi untuk dituang menjadi alat-alat yang dubutuhkan, pada masa ini di Indonesia tidak banya ditemukan alat-alat yang terbuat dari besi.
Alat-alat yang ditemukan adalah:
a.       Mata kapak, yang dikaitkanpada tangkai dari kayu, berfungsi untuk membelah kayu.
b.      Mata sabit, digunakan untuk menyabit tumbuh-tumbuhan.
c.       Mata pisau
d.      Mata pedang.
e.       Cangkul dll

B.     Sisa-Siasa Kehidupan Prasejarah

 Di Indonesia masih terlihat tanda-tanda bertahannya tradisi prasejarah sampai jauh memasuki masa sejarah, bahkan hingga masa kini. Sumber-sumber etnografi[2] melukiskan perikehidupan beberapa suku menunjukkan masih terdapatnya unsur-unsur prasejarah dalam kehidupan masyarakat-masyarakat itu. Beberapa unsur tersebut meliputi aspek kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan.
a.      Penduduk
Proses penyempitan terus terjadi pada perbedaan-perbedaan antara populasi dari beebrapa daerah, baik pada rangka populasi historis maupun pada rangka sekarang dan penduduk sekarang. Arus gen Mongoloid kelihatan terus bertambah, terutama di daerah barat dan utara, dan unsur rasial Australomelanesid terutama dihimpun di daerah timur dan selatan. Arus gen Kaukasid yang tidak begitu mencolok berasal dari orang-orang Arab, Inggris, India, Portugis, dan Belanda. Pembauran di antara berbagai populasi lokal lebih meningkat dan terjadi berulang-ulang serta majemuk. Hibridasi kembali dengan populasi induk menambah rumitnya komposisi rasial di Indonesia.
Populasi bertambah dengan cukup pesat dengan pemusatan di daerah-daerah yang subur, tempat terdapatnya pusat-pusat pertanian yang mampu menampung populasi yang lebih besar. Bentuk kepulauan negeri kita menyebabkan masih ada juga populasi-populasi lokal yang terpencil sehingga arus gen dan hibridasi tidak merata. Akibatnya, terdapatlah kantong-kantong populasi kecil yang berlain-lainan di latar belakang luas yang homogen.
b.      Tradisi Hidup Bercocok Tanam
Di beberapa tempat di Indonesia masih terdapat cara-cara membuat gerabah yang mengingatkan kita kepada teknik yang dikenal pada masa bercocok tanam. A.C. Kruyt dan H.R. van Heekeren mencatat cara pembuatan gerabah di kalangan penduduk desa di Indonesia.Sebagai contoh yang didiami oleh orang-orang Toraja di Sulawesi bagian barat.
Heekeren dan R.P. Soejono juga mencatat cara membuat gerabah di sekitar Desa Beru (Soppeng) di Sulawesi Selatan. Di tempat tersebut pekerjaan membuat gerabah khusus dilakukan oleh kaum perempuan yang berlangsung turun-temurun. Para lelaki hanya membantu menyiapkan tanah liat untuk gerabah. Beberapa larangan masih berlaku pada saat dilakukan pembakaran, antara lain, berbicara dengan para perempuan pada saat-saat tersebut adalah tabu.
Dari keterangan diatas bisa disimpulkan bahwa peran kaum perempuan sangat menonjol dalam pembuatan gerabah. Pekerjan kaum perempuan dalam pekerjaan seperti ini mungkin lebih besar pada masa-masa prasejarah (masa bercocok tanam dan masa perundagian) sejak pembagian kerja atas perbedaan jenis kelamin mulai menunjukkan batas-batasnya.
c.       Tradisi Megalitik
Kepulauan Indonesia merupakan satu rantai gugusan yang cocok bagi pemeliharaan kelangsungan kehidupan prasejarah karena letak kepulauan berserakan. Kontak dengan budaya pendatang tidak merata dan memperlihatkan proses yang sama sekali belum mengalami perubahan dan masih berada dalam keadaan tingkat kehidupan masa prasejarah, misalnya beberapa bagian di daerah Irian Jaya/Papua dan Nusa Tenggara. Di pihak lain, ada beberapa daerah dengan kehidupan prasejarah yang berlangsung terus bersamaan dengan ciri-ciri masa yang paling baru.
Demikian pula tradisi megalaitik yang muncul setelah tradisi bercocok tanam mulai meluas, tidak ketinggalan terus-menerus ikut menghayati setiap corak budaya yang masuk di Indonesia. Bentuk-bentuk menhir, batu lumpang, batu dakon, serta susunan batu berundak masih banyak diperlihatkan di kuburan-kuburan Islam maupun Kristen, seperti yang terdapat di Sulawesi Selatan, Flores, dan Timor.
Penyelidikan kehidupan masa prasejarah di zaman modern ditugaskan pada penelitian etno-arkeologi dan antropologi-budaya. Kehidupan ini digolongkan sebagai "sangat sederhana".
Salah satu kehidupan sangat sederhana yang erat hubungannya dengan tradisi megalitik dan telah mengalami penelitian arkeologis maupun antropologis yang mendalam adalah daerah Nias. Tradisi megalitik masih kuat di pulau ini karena oleh sarjana Pulau Nias dianggap sebagai tempat dengan tradisi megalitik yang tergolong maju.
d.      Tradisi penguburan
Penguburan manusia sebelum masa Megalithik ditemukan kerangka manusia yang dikuburkan dalam posisi terlipat, dengan tangan dibawah dagu atau menutupi mata, di situs Gua Lawa. Situs ini termasuk dalam pembabakan pada masa Mesolithikum[3]
Di Indonesia cara penguburan masih dilakukan secara langsung dan tidak langsung, menggunakan wadah atau tanpa wadah. Wadah yang dipergunakan dapat dibuat dari bahan kayu atau kayu utuh yang dilubangi: batu tempayan, kubur silindris, batu besar yang dilubangi, dolmen, peti kubur, dsb; di simpan di dalam ceruk, gua, batu besar yang dibuat ceruk, dsb.
Jika ada yang meninggal setelah upacara pemandian mayat dibungkus dengan kain adat secara berlapis-lapis dan pada umumnya diberikan oleh para kerabat atau teman dekat. Kemudian mayat disimpan di dalam sebuah peti akyu atau anyaman atau diletakkan di suatu tempat tertentu. Sementara itu, seluruh keluarga dan handai taulan menyiapkan upacaranya. Jika akan dikuburkan secara langsung, setelah seluruh upacara dan sesaji siap, mayat langsung dikuburkan ke dalam tanah (tanpa wadah), kubur dari batu atau kayu. Penguburan langsung dilakukan dengan meletakkan yang meninggal dalam posisi membujur atau terlipat seperti yang terdapat di Sabu, Ngada, Timor, Seram, Aru, Batak Nias, Kayan, Bolaang-Mongondow, Adonara, Lembata, Sumba, dan Toraja.
Model penguburan yang lain adalah dengan meletakkan yang meninggal di atas sebuah pondok atau para-para. Jenazah ini juga diberi bekal kubur biasanya benda yang mereka gunakan selama hidup, seperti korek api, topi, tas atau keranjang, periuk, senjata tajam, makanan, dan minuman. Penguburan ini dapat dilihat di Seram, Kalimantan Barat, dan Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi.
e.       Perkampungan Lama
Perkampungan lama atau adat pada umumnya ditandai oleh:
Ø   Sebuah rumah adat (sering juga bergabung dengan rumah kepala adat/suku)
Ø   Halaman yang luas di depan rumah adat
Ø   Mempunyai tempat untuk mesbah (pemujaan atau upacara)
Ø   Mempunyai sumber air minum (minum dan keperluan lain)
Ø   Mempunyai tempat pencaharian (ladang, kebun, hutan, laut, sungai, dan danau)
Rumah panggung prasejarah di pesisir timur pulau Sumatera diindikasikan dari dua buah fitur pada dinding kotak gali di situs bukit kerang pangkalan, Kabupaten Aceh Tamiang, NAD. Menilik bentuknya yang agak persegi kemungkinan sisa galian tersebut berkaitan dengan tiang pancang rumah. Adanya rumah panggung pada situs bukit kerang juga diketahui dari hasil penelitian H. M. E. Schurmann pada tahun 1972 di situs dekat Binjai yang terletak 100 m sebelah selatan dari sungai Tamiang, 1,5 km dari garis pantai yang sekarang. Pada situs ini ditemukan dua buah potongan kayu yang bulat dan terbakar yang diduga sebagai tiang rumah. Asumsi tersebut juga tidak lepas dari analogi terhadap model arsitektur pemukiman di pesisir baik sungai maupun laut yang banyak menggunakan bangunan panggung. Perilaku penghuninya yang langsung membuang makanan disekitar rumah masih ditemukan hingga kini. Ketika migrasi kelompok manusia Austronesia bermigrasi kebagian barat Indonesia mereka diasumsikan telah membawa budaya rumah kayu. Dengan demikian asumsi bahwa rumah panggung yang ditemukan di situs bukit bagian dari budaya masyarakat Austronesia[4].
Rumah panggung tidak hanya ditemukan di daerah pesisir sungai ataupun laut namun juga ditemukan di wilayah pedalaman, namun banyak ditemui di daerah pesisir. Pada rumah panggung bagian lantai dibuat tinggi karena laut mengalami pasang surut dan ketika pasang rumah tidak tergenang air serta melindungi dari binatang buas[5].

A.    KESIMPULAN

Dari makalah yang kami buat dapat disimpulkan bahwa hasil budaya prasejarah di Indonesia dibagi menjadi beberapa zaman, antara lain:
a.       Zaman Batu
Ø  Zaman Batu Tua (Paleolithikum)
Ø  Zaman Batu Madya (Mesolithikum)
Ø  Zaman Batu Baru (Neolithikum)
Ø  Zaman Batu Besar (Megalithikum)
b.      Zaman Logam
Ø  Zaman Perunggu
Ø  Zaman Besi
Yang masing-masing memberi kebudayaan bagi Indonesia yang sebagian masih terus berlangsung hingga sekarang, antara lain:
a.       Penduduk
b.      Tradisi Hidup Bercocok Tanam
c.       Budaya Megalitik
d.      Tradisi penguburan
e.       Perkampungan lama.



Koentjaraningrat.1971.Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia.Jakarta: Djambatan
Bellwood, Peter. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiradnyana, Ketut. 2011. Prasejarah: Sumatera Bagian Butara Kontribusinya Pada Budaya Kini. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Indreks blog.”HASIL BUDAYA ZAMAN PRASEJARAH”. 9 Maret 2017. https://tentangkita-Imansari, Alfianita.”SEJARAH NASIONAL INDONESIA”. 9 Maret 2017.http://alfianitahistoryca.blogspot.co.id/2012/06/sisa-sisa-kehidupan-prasejarah.html
indraka.blogspot.co.id/2012/06/awalnya-posting-ini-saya-buat-untuk.html
aan.”ZAMAN PRASEJARAH INDONESIA”. 11 Maret 2017. http://miftahulanwar.blog.uns.ac.id/2014/06/19/zaman-prasejarah-indonesia/

Baca Juga: Peninggalan Zaman Pra Sejarah di Indonesia


[1] Peter Bellwood, Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), hlm. 415
[2] Bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari masyarakat, kelompok etnis dan formasi etnis lainnya, etnogenesis, komposisi, perpindahan tempat tinggal, karakteristik kesejahteraan sosial, juga budaya material dan spiritual mereka.
[3] Ketut Wiradnyana, Prasejarah: Sumatera Bagian Utara Kontribusinya Pada Kebudayaan Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia), hlm.223
[4] Ibid, hlm. 91
[5] Ibid, hlm. 93

0 komentar:

Post a Comment