Peran K.H Masjkur dalam barisan Sabilillah


                 
Peran K.H Masjkur dalam barisan Sabilillah, data:image
A.  
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Kiai Haji Masjkur adalah seorang tokoh Indonesia yang dikaruniai usia panjang serta penuh dengan amal kebaikan, pengabdiannya terhadap perjuangan bangsa, yang didasari dengan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran agama yang ia percayai.
K.H Masjkur memiliki pribadi yang baik. Kepribadian baiknya itu ia buktikan pada saat kedua orang tuanya meninggal, ia diberi tanggung jawab besar yaitu ia harus mengasuh, membesarkan, merawat, dan menikahkan adik-adiknya. Sejak kecil ia sudah diajarkan kedua orang tuanya untuk hidup sederhana. Sikap yang diajarkan oleh orang tuanya ia turunkan kepada adik-adiknya. Selain itu, Masjkur juga merupakan seorang santri yang pandai seperti ayahnya, Maksum. Masjkur juga mudah sekali untuk bergaul dengan teman-teman barunya dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini ia buktikan dengan banyaknya pesantren yang sudah ia singgahi dan cara beradaptasi dengan cepat pada lingkungan baru, serta dalam bergaul kepada teman-temannya.
Perjuangannya dimulai dari tingkat yang paling bawah, kemudian atas usahanya sendiri ia terus menanjak, hingga pada akhirnya ia berhasil mencapai tataran yang tinggi baik di bidang Pemerintah maupun di bidang organisasi serta dalam tataran masyarakat lainnya. Masjkur telah membuktikan bahwa dengan ketekunan dan keuletan, serta bertakwa sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka segala sesuatu akan dapat dilaksanakan dengan baik.
2.      RUMUSAN MASALAHBagaimana riwayat hidup K.H Masjkur?
a.       Bagaimana kepribadian K.H Masjkur?
b.      Bagaimana peran K.H Masjkur dalam barisan Sabilillah?
3.      TUJUAN MASALAH
a.       Untuk mengetahui riwayat hidup K.H Masjkur.
b.      Untuk mengetahui kepribadian K.H Masjkur.
c.       Untuk mengetahui peran K.H Masjkur dalam barisan Sabilillah.

                   B.     METODOLOGI MAKALAH
1.      Landasan Teori
Pada pembahasan “K.H Masjkur dalam Barisan Sabilillah” penulis menggunakan pendekatan psikologi. Pendekatan psikologi sangat efektif digunakan untuk mengkaji tentang biografi seorang tokoh. Pendekatan psikologi yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Kata psikologi berasal dari bahasa Greek (Yunani), pysche dan logos. Pysche, yaitu jiwa atau napas, sebagai sumber mendasar  dari aktivitas makhluk hidup atau prinsip kehewanan dari dunia sebagai suatu keseluruhan, yaitu jiwa dunia. Sedangkan logos, kata atau bentuk yang mengekspresikan suatu prinsip, dapat diartikan sebagai ilmu dalam bidang teologi. Logos digunakan untuk menunjukkan kata Tuhan.[1] Secara etimologi, psikologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”.[2] Dalam Islam, istilah “jiwa” disamakan dengan istilah an-nafs, tetapi ada pula yang menyamakan dengan istilah ar-ruh, meskipun istilah an-nafs lebih populer digunakan dari pada istilah ar-ruh. Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia.[3]
Penulis dalam menganalisis biografi K.H Masjkur tentunya membutuhkan suatu kerangka konsep yang sesuai dengan substansi persoalan. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan mengenai konsep-konsep yang penulis gunakan dalam menjawab rumusan masalah yang telah tercantum pada bab pendahuluan.
Konsep pertama yang digunakan penulis yaitu riwayat hidup. Riwayat hidup adalah catatan singkat tentang gambaran diri seseorang. Selain berisi data pribadi, gambaran diri paling tidak berisikan tentang keterangan pendidikan dan pengalaman. Dengan data riwayat hidup akan memberikan gambaran atau kualifikasi seseorang. Riwayat hidup ditulis seperti karangan singkat, diawali oleh judul dan ditutup oleh rangkaian tanggal, tanda tangan serta nama. Riwayat hidup juga termasuk surat keterangan, yaitu keterangan pribadi.[4]
Konsep yang kedua yaitu kepribadian. Kepribadian adalah suatu keinginan untuk mengatur perilaku seseorang atau memberi petunjuk kearah tertentu. Hal ini tentunya akan merespon masalah dengan cara wajar sesuai situasi yang dihadapi. Jadi, kepribadian adalah sebuah  cara yang dilakukan seorang dalam merespon situasi atau cara bertindak yang disukai seseorang terhadap keadaan maupun orang tertentu. Kepribadian juga dapat diartikan sebagai kesatuan dari sistem jiwa dan badan dalam diri individu yang bersifat dinamis dalam menyesuaikan diri pada lingkungannya.[5]
Konsep yang terakhir yaitu peran. Menurut KBBI, peran adalah seperangkat tingkah yang diharapkan dimilikioleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.[6] Menurut para ahli, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Seseorang melaksanakan hak dan kewajiban, berarti telah menjalankan suatu peran. Kita selalu menulis kata peran teteapi kadang kita sulit mengartikan dan mendefinisikan peran tersebut. Peran dan status  sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peran tanpa kedudukan atau status, begitu pula tidak ada status tanpa peran. Setiap orang mempunyai bermacam-macam peran yang dijalankan dalam pergaulan hidupnya di masyarakat. Peran menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi masyarakat. Peran juga menentukan kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Peran diatur leh norma-norma yang berlaku.
2.      Metodologi Sejarah
Dalam penulisan makalah ini, metode yang digunakan adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari data tertulis seperti buku, skripsi, jurnal tentang kepemimpinan K.H Masjkur. Metode pengumpulan data dilakukan dengan membaca buku-buku mengenai Kepemimpinan K.H Masjkur.

                  C.     PEMBAHASAN
1.      Riwayat Hidup K.H Masjkur
K.H Masjkur lahir di Singosari, Malang, tahun 1900M / 1315 H.[7] Ia dilahirkan dari pasangan Maksum dan Maemunah. Maksum adalah seorang perantau yang berasal dari sebuah dusun di kaki gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah. Ia dating ke Singosari memenuhi perintah ibunya untuk mencari ayahnya yang pergi meninggalkan kampung halaman. Maksum sebagai anak laki-laki yang melajang masa remaja tidak hendak membantah perintah sang ibu. Baginya, apa yang diperintahkan ibunya, merupakan suatu keharusan yang tak dapat dan tak perlu dibantah lagi. Pada masa itu, orang masih belum banyak yang berani keluar kampong halaman, berdagang seorang diri, mengembara di kota orang. Namun ayah Maksum dan teman-temannya meninggalkan desa karena ikut dalam gerakan perlawanan terhadap Belanda. Kemudian, di Singosari, Maksum tinggal di pesantren yang dipimpin Kiai Rohim. Dan menjadi santri di pesantren tersebut. Dalam waktu yang singkat, Maksum sudah menunjukkan bahwa dia adalah seorang santri yang rajin, yang cerdas dan juga tekun serta suka menolong sesame rekannya. Karena itu tidak heran jika Maksum menjadi santri kesayangan Kiai Rohim dan diambil oleh Kiai Rohim untuk dijadikan menantunya., dinikahkan dengan anak perempuannya, Maemunah.[8] Pasangan ini yang akhirnya melahirkan Masjkur bersaudara. Mereka ialah: Masjkur (tertua), Toyib, Hafsah, Barmawi, Toha dan Hassan.
Pada saat usianya sekitar 9 atau 10 tahun, Masjkur diajak oleh ayahnya untuk pergi menunaikan ibadah haji. Setelah kembali dari ibadah hajinya, Masjkur dan ayahnya pergi berziarah dan bertafakur di makam Sunan Giri. Setelah itu, Masjkur memulai proses pendidikannya di dunia pesantren. Ia belajar pada tidak kurang dari tujuh pesantren terkemuka di berbagai daerah dengan konsentrasi keilmuan yang berbeda-beda. Masjkur kecil diantarkan ayahnya ke pesantren Bungkuk Singosari, di bawah pimpinan Kiai Tohir.[9] Selesai belajar di pesantren Bungkuk, Masjkur pindah ke pesantren Sono, yang terletak di Bundaran Sidoarjo, untuk belajar ilmu sharaf dan nahwu. Empat tahun kemudian ia pindah ke pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, untuk belajar ilmu fikih. Selanjutnya, Masjkur pindah ke pesantren Tebuireng Jombang untuk belajar ilmu tafsir dan hadits pada Kiai Hasyim Asy’ari selama dua tahun. Setelah menamatkan pelajaran di Tebuireng, Masjkur berangkat ke pesantren Bangkalan Madura untuk belajar qiraat Al-Qur’an pada Kiai Khalil selama satu tahun. Dan kemudian pindah ke pesantren Jamasaren di Solo.[10]
Selama itu pula, Masjkur mendapat pengalaman bahwa kehidupan di pesantren pada waktu dulu diatur sedemikian rupa oleh kiai masing-masing, sehingga para santri itu selalu saling tolong-menolong baik dalam hal rohani maupun jasmani, lahir dan batin. Mulai dari soal peribadatan, dalam hal belajar, hingga dalam hal tingkah laku, semua diatur dengan sangat baik.
Dari banyak pondok yang sudah ia singgahi, pondok Jamsaren adalah pengalaman yang cukup mengesankan bagi Masjkur. Disana ia berkenalan dengan teman-temannya yang kemudian menjadi ulama terkenal dan pemimpin masyarakat di daerah masing-masing, seperti Kiai Musta’in (Tuban), Kiai Arwan (Kudus), Kiai Abdurrahim (adik dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Jombang) dan lain-lain.[11]
Pada usianya yang ke-27 tahun, Masjkur menikah dengan cucu Kiai Thohir di Bungkuk tempat dia menjadi santri pertama kali. Tetapi pada waktu yang bersamaan, ayah dari Masjkur meninggal dunia dan dengan sendirinya beban orang tua dilimpahkan kepada bahu Masjkur. Dialah yang bertugas memebesarkan, mengasuh dan menikahkan adik-adiknya. Sejak kecil Masjkur sudah diajarkan hidup sederhana, dan dia menyaksikan sendiri bagaimana kedua orang tuanya hidup tirakat sepanjang ajaran Jawa dan agama Islam. Segala hasil kerja orang tuanya dipergunakan untuk kepentingan anak-anak, agar mereka nanti dapat maju dalam kehidupan.[12] Ajaran kedua orang tuanya tersebut ia terapkan kepada adik-adiknya. Mereka diajari Masjkur hidup serba hemat, apa adanya, rajin dan tetap beribadah kepada Tuhan.
2.      Kepribadian K.H Maskur
Masjkur memiliki kepribadian yang baik. Sejak kecil ia sudah diajarkan kedua orang tuanya untuk hidup apa adanya dan bertanggung jawab sebagai seorang laki-laki. Bahkan pada saat orang tuanya sudah meninggal, Masjkur diberikan tanggung jawab yang besar, yaitu mengasuh, membesarkan dan menikahkan adik-adiknya. Tanggung jawab itu ia emban sendiri. Baginya, tanggung jawab kedua orang tuanya dulu adalah tanggung jawabnya sekarang untuk merawat adik-adiknya.
Masjkur adalah orang yang senang membantu satu sama lain, ramah terhadap orang disekitarnya. Pada saat ia dimasukkan ke pesantren oleh ayahnya, ia dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan dan teman-temannya yang baru. Hingga tidak heran jika ia dapat beradaptasi dengan baik walaupun ia sudah berpindah-pindah pesantren. Selain mendapatkan pengajaran yang baik dari kedua orang tuanya, Masjkur juga memiliki sikap yang baik karena mendapatkan didikan dari pesantren. Walaupun setiap pesantren memiliki cara masing-masing untuk mendidik para santrinya, Masjkur tetap bisa mengikuti apapun peraturan yang ada di pondok pesantren. Seperti ayahnya dulu, Masjkur juga termasuk anak yang rajin, cerdas dan tekun serta suka menolong sesama temannya. Bahkan pada saat ia menjadi seorang santri, ia memiliki banyak teman dan sering kali melakukan diskusi mengenai kehidupan mereka. Umumnya, para santri dating dari kalangan keluarga yang menderita akibat penjajahan Belanda.
3.      Peran K.H Masjkur dalam Barisan Sabilillah
Salah satu tokoh Nahdhatul Ulama yang layak disematkan gelar pahlawan  adalah K.H Masjkur. K.H Masjkur pernah menjadi Mentri Agama RI yang ikut berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dari tangan para penjajah. Perjuangan ulama yang lahir di Singosari Malang tahun 1900 M / 1315 H ini telah dirintis sejak usia muda di bidang Pendidikan, dengan mendirikan pesantren Misbahul Wathan. Tetapi, sebelum mendirikan pesantren dan terjun langsung ke masyarakat, Masjkur muda telah mempersiapkan diri dengan menuntut ilmu dari beberapa pesantren dengan berbagai konsentrasi keilmuwan, antara lain Pesantren Kresek di Batu, Pesantren Bungkuk Malang, Pesantren Sono Bundaran Sidoarjo dan Pesantren Siwalan Sidoarjo.
Setelah itu, Masjkur ke pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Masjkur menimba ilmu hadits dan tafsir dari Kiai Hasyim Asy’ari. Selain itu, Masjkur juga pernah berguru kepada Syaikhona Khalil Bangkalan Madura. Jadi, lengkap sudah bekal awal Masjkur untuk menjadi calon ulama dan pemimpin masyarakat. Selain itu, Masjkur juga sempat menjadi santri di Pesantren Jamsaren Surakarta dibawah asuhan K.H Idris, seorang Kiai keturunan pasukan Pangeran Diponegoro. Di pesantren ini, ia bertemu dengan teman-temannya yang kemudia menjadi ulama dan pemimpin umat di daerahnya masing-masing.
Selain itu, Masjkur memiliki peran yang penting dalam barisan Sabilillah. Perannya antara lain:
1.      Mendirikan Pesantren
Setelah melalangbuana menuntu ilmu, akhirnya Masjkur kembali ke Singosari dan mendirikan sebuah pesantren yang diberi nama Misbahul Wathan pada tahun 1923. Kemudian, beberapa tahun berikutnya Nahdhatul Ulama berdiri dan ia pun ikut aktif di dalamnya. Pada tahun 1932 ia menjadi Ketua Cabang NU di Malang. Di organisasi tersebut, ia sering meminta nasihat kepada K.H Wahab Khasbullah. Salah satunya, ketika pesantren yang ia dirikan mendapat gangguan dari pemerintah kolonial. Atas saran yang didapatkannya dari K.H Wahab Khasbullah, ia kemudian mengganti nama pesantrennya dengan nama Nahdhatul Wathan. Sebelumnya, ia bersama K.H Wahab Khasbullah sering mengikuti kegiatan kelompok Tashwirul Afkar yang sering membahas agama, dakwah dan sosial. Lalu pada tahun 1938, Masjkur diangkat sebagai salah satu Pengurus Besar NU yang berkedudukan pusat di Surabaya.
2.      Memimpin NU
Sepetember 1951, menjelang dilaksanakannya Muktamar NU ke-19 yang akan dihelat di Palembang, saat itu NU masih masuk dalam Masyumi. PBNU membentuk sebuah badan yang bernama Majelis Pertimbangan Politik (MPP) PBNU, terdiri dari 9 ulama, termasuk di dalamnya Kiai Masjkur.
Sejak Muktamar NU ke-19, Kiai Masjkur memipin sebagai Ketua Umum Tanfidziyah. Bersama Kiai Wahid Hasyim sebagai ketua muda dan posisi Rais ‘Aam dipegang K.H  Wahab Khasbullah. Setelah Kiai Wahid Hasyim meninggal, Masjkur diangkat kembali menjadi Menag dan posisinya yang sebelumnya dipegang K.H M Dahlan.
Masjkur terus berjuang bersama NU sampai akhir hayatnya. Tercatat selepas menjadi ketua, ia tetap aktif di kepengurusan PBNU yakni anggotatanfidziyah (1954-1956), Ketua Fraksi Konstituante Partai NU (1956-1959), Ketua Sarbumusi (1959-1962), Rais Syuriyah (1967-1971, 1971-1979) dan Musytasyar (1984-1989, 1989-1994). Hingga wafat pada tahun 1992, Kia Masjkur masih tercatat dalam kepengurusan Musytasyar PBNU.
Kiai Masjkur dimakamkan di pemakaman yang terletak di kompleks Masjid Bungkuk Singosari Malang, yang juga terdapat makam k.h Nahrawi Thohir dan Kiai Thohir.[13]



DAFTAR PUSTAKA
            http://annissayudhakusuma.wordpress.com/2014/06/03/pengertian-psikologi/
            http://elfaqir17.blogspot.com/2015/08/kh-masjkur-komandan-barisan-sabilillah.html
            http://googleweblight.com/i?u=http://www.biografiku.com/pengertian-riwayat-hidup-serta-cara/&hl=id-ID
            http://www.kbbi.web.id/peran
            I.N, Soebagijo. (1982). K.H Masjkur, Jakarta: PT Gunung Agung.
            Muin Gazali, H.A., Hj. Nurseha Gazali. (2016). Deteksi Kepribadian, Jakarta: Bumi Aksara.
            Ujam, Jaenudin. (2012). Psikologi Transpersonal, Bandung: CV Pustaka Setia.
          
Baca Juga: Respon Masyarakat Arab Terhadap Dawkah Rasulallah di Makkah


[1] Ujam Jaenudin, Psikologi Transpersonal, 6.
[2] Ibid, 1.
[3] Dikutip dari http://annissayudhakusuma.wordpress.com/2014/06/03/pengertian-psikologi/
[4] Dikutip dari http://googleweblight.com/i?u=http://www.biografiku.com/pengertian-riwayat-hidup-serta-cara/&hl=id-ID
[5] Muin, Nuerseha Gazali, Deteksi Kepribadian, 279.
[6] Dikutip dari http://www.kbbi.web.id/peran
[7] Soebagijo, K.H Masjkur, 3.
[8] Soebagijo, K.H Masjkur, 3.
[9] Ibid, 6.
[10] Ibid, 8.
[11] Soebagijo, K.H Masjkur, 10.
[12] Ibid, 11.
[13] Dikutip dari http://elfaqir17.blogspot.com/2015/08/kh-masjkur-komandan-barisan-sabilillah.html

0 komentar:

Post a Comment