Majapahit Empire, http://nusantarakini.com |
Hayam
Wuruk naik tahta pasa usia 16 tahun dan mendapat gelar Rajasanegara. Majapahit
mencapai masa keemesannya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Wilayah Majapahit
diawali dari sebuah kota kecil yang dibangun di daerah Tarik, yang awalnya
adalah sebuah hutan belantara, berkat orang-orang yang dikirim Wiraraja untuk
membuka hutan tersebut.[1]
Pada pemerintahan ini, diberitakan dalam
kitab Nagarakertagama bahwa wilayah kekuasaan Majapahit sudah sangat luas.
Negara daerah yang dimiliki Majapahit meliputi luas wilayah Nusantara sekarang,
bahkan lebih luas lagi karena menjangkau sampai ke Semenanjung Malaya dan
Singapura.[2]
Berdasarkan prasasti yang ditemukan, sejak zaman keemasannya, Majapahit telah
memiliki 21 negara daerah yang dicapai pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Dan jumlah negara akan semakin bertambah dengan berhasilnya ekspansi wilayah
yang dilakukan Gadjah Mada.[3]
Gadjah Mada sebagai patih yang dikenal
dengan “sumpah palapa”, dia bersumpah tidak akan merasakan palapa (menikmati
istirahat) sebelum menyatukan Nusantara dibawah naungan Majapahit. Satu-satunya
daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang
saat itu dibawah kekuasaan Sri baduga Maharaja. Hayam Wuruk bermaksud menjadikan
putri Sunda sebagai permaisuri. Setelah putri Sunda Diah Pitaloka serta ayahnya
Sri Baduga Maharaja bersama pembesar Sunda berada di Bubad, rombongan berhenti
menunggu jeputan dari istana Majapahit yang dipimpin Gadjah Mada langsung. Di
Bubad ini terjadi perselisihan pendapat, Gadjah Mada ingin agar perkawinan itu
dilaksanakan dengan cara Sri Baduga Maharaja menyerahkan Diah Pitaloka sebagai
persembahan kepada Hayam Wuruk. Di lain pihak Sri Baduag merasa terhina dengan
perkataan Gadjah Mada maka terjadilah peperangan yang tidak bisa dihindari.
Banyak korban dari kedua belah pihak termasuk Sri Baduga Maharaja, lalu Diah
Pitaloka bunuh diri. Akhirnya Hayam Wuruk menikah dengan Paduka sori anak Bhre
Wengker Wijayarajasa (suami bhre Daha raja dewi Maharajasa, bibi Hayam Wuruk).
Dari pernikahan tersebut Hayam Wuruk mempunyai putri Kusumawardhani. Dari selir
yang lain Hayam Wuruk mempunyai putra bhre Wirabhumi.
Dalam
masalah politik, Majapahit menerapkan politik bernegara yang baik dengan
kerajaan-kerajaan yang pernah ditundukkannya. Politik bernegara yang menyatu
dengan konsep jagat raya menyatakan bahwa kekuasaan yang bersifat teritorial
dan desentralisasi dipegang penuh oleh raja. Wilayah tinggal raja
ditengah-tengah tiga unsur, yaitu unsur gunung, unsur sungai dan unsur laut.
Raja memiliki prajurit sebagai pembela tanah air. Raja juga harus dibantu oleh
sejumlah pejabat tinggi istana yang tidak lain adalah pejabat-pejabat birokrasi
kerajaan.
Kehidupan
perekonomian Majapahit sangat produktif karena mayoritas penduduk bekerja
sebagi petani. Dari beberapa peninggalan arkeologis yang ditemukan, komoditi
hasil tani saat itu adalah beras dan jagung. Beras dan jagung dari petani ini
kemudian diperdagangkan di pelabuhan-pelabuhan yang berada di Tuban, Gresik dan
Surabaya. Selain pertanian, juga didukung dengan perniagaan yang baik. Para
pedagang di pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai Majapahit denag para pedagang
asing tidak hanya berdagang hasil pertanian tapi juga menukar dengan barang
lain seperti keramik dan tekstil. Dalam perniagaan ini, dikenal juga mata uang
yang dikeluarkan oleh pemerintah Majapahit, seperti uang gobog dan uang ma dari
emas dan perak. Juag uang kepeng dari Tiongkok.[4]
Kehidupan
sosial kekuasaan Majapahit menggunakan strata sosial seperti empat kasta di
India, yaitu brahmana, kesatria, waisya, dan sudra. Namun, ada juga strata
sosial yang tingkatannya berada dibawah empat strata tersebut, yakni candala,
miecca dan tuccha. Meskipun begitu strata-strata di atas hanya bersifat teoritis
dalam literatur istana.[5]
Pada
era Hayam Wuruk agama Hindu menjadi agama rakyat Majapahit secara keseluruhan,
agama Hindu mempunyai dua sifat khusus, pertama adanya trimarti sebagai
kesatuan 3 dewa tertinggi yaitu Brahma adalah dewa pencipta, Wisnu adalah dewa
pemelihara, dan Siwa dewa pembinasaan. Kedua kitab suci Purana isinya berbagai
macam cerita kuno yang dikumpulkan dari cerita-cerita yang hidup di kalangan
rakyat mengenai kehidupan para dewa, tentang penciptaan dunia. Berbeda dengan
Hayam Wuruk yang beragama Hindu, agama patih Gadjh Mada adalah Budha. Gadjah
Mada wafat pada 1364 M. kerajaan majapahit kehilangan mahapatih yang tidak ada
duanya. Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk
memilih pengganti Gajah Mada akhirnya memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi
Gajdah Mada tidak akan diganti melainkan hanya untuk mengisi kekosongan dalam
pelaksanaan pemerintahan maka diangat Mpu Tandi sebagai Wridhamantri dan Mpu
Nala sebagai mentri Amancanegara dan Patih Dami sebagai Yuamentri. Hayam Wuruk
wafat pada tahun 1389. Maka setelah kedua tokoh ini wafat, Majapahit
perlahan-lahan mengalami kemunduran.
Baca Juga: Asal Usul Agama Sunda Wiwitan
[1] Muljana, Slamet, Menuju
Puncak Kemegahan (sejarah kerajaan majapahit),
PT. LkiS Printing Cemerlang: Yogyakarta, 2005, hlmn. 187
[2] Panji, Teguh. Kitab
Sejarah Terlengkap Majapahit, Laksana: Jakarta, 2015, hlmn. 175
[3] . Panji, Teguh. Kitab
Sejarah Terlengkap Majapahit, Laksana: Jakarta, 2015 hlmn. 176
[4] Ibid, hlmn. 181
[5] Ibid, hlmn. 186
0 komentar:
Post a Comment