Konsep Manusia Rahmat Dan Hubunganya Dengan HAM


 
Konsep Manusia Rahmat Dan Hubunganya Dengan HAM, data:image
Al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis dan sosial. Hal ini terepresentasi dari tiga istilah kunci yang  mengacu kepada makna pokok manusia, yakni “basyar”,”insan” dan “nas”. Penciptaan manusia sendiri tentulah mempunyai suatu tujuan yang tidak lain adalah untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT. Manusia juga diberi tugas mengemban amanah untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur secara lahir dan batin.
Dalam prespektif Al-Qur’an, manusia adalah makhluk yang dipilih Allah SWT. untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Manusia memegang amanat Allah SWT. dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan atas dunia yang berarti manusia mengendalikan alam, bumi, dan langit. Manusia diberi kebebasan untuk memanfaatkan secara halal anugerah alam ini, tetapi ia harus mempertanggungjawabkan kepada Tuhannya.
Dalam melaksanakan amanat Allah SWT. manusia juga harus melihat keadaan sekitar mereka. Manusia dalam menjalankan amanat tersebut tidak boleh mengganggu hak-hak makhluk lain di bumi ini yang bisa merugikan. Al-Qur’an sendiri menjelaskan bahwa penciptaan manusia yang diwakili oleh Nabi Muhammad SAW tidak lain adalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.

          B.   Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud manusia rahmat
b.      Kodrat wujud, eksistensial dan potensi manusia
c.       Pribadi Islami dan Hubungannya dengan HAM






BAB II
PEMBAHASAN
            A.    Manusia Rahmat
Rahmat dalam bahasa Arab disebut rahmah. Penyebutan ini mengandung konotasi yang mengarah kepada “riqqah taqtadli al-ihsan ila al-marhum”, perasaan halus (kasih) yang mendorong memberikan kebaikan kepada yang dikasihi. Dalam penggunaannya, kata itu bisa mencakup kedua batasan itu dan bisa juga hanya salah satunya, rasa kasih atau memberikan kebaikan saja.
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa rahmat tersebut berlaku bagi seluruh alam semesta ini, termasuk makhluk didalamnya seperti manusia dsb. (Q.S. al-Anbiya’:107). Jadi apa yang dimaksud dengan manusia rahmat adalah manusia kasih sayang, yang memberi perasaan halus kepada yang dikasihi sehingga dari perasaan tersebut terciptalah suatu kebaikan. Dengan pengertian tersebut maka tindakan yang sesuai dengan al-Qur’an, baik dalam pemikiran, perbuatan dan persekutuan adalah dengan memberikan kebaikan yang nyata bagi kehidupan baik untuk manusia maupun alam semesta. Apabila ada manusia yang melakukan kebalikan dari tindakan tersebut, maka manusia tersebut tidak mencerminkan apa yang diperintahkan al-Qur’an.

           B.     Kodrat Manusia
Manusia diciptakan dengan memiliki kodrat/fitrah yang sudah melekat pada diri manusia. Kodrat manusia terbagi menjadi tiga bagian :
1.      Kodrat Wujud
Kodrat wujud adalah kodrat yang diberikan oleh Allah kepada manusia tanpa usaha. Al-Qur’an dalam mendefinisikan manusia menggunakan tiga istilah kuci yang mengacu kepada makna pokok manusia, yakni “basyar”, “insan” dan “al-Nas”. Konsepsi manusia dengan terminologi basyar dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 37 kali. Konsep ini selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah liat atau lempung kering (Q.S. Al-Hijr:33). Kata basyar juga digunakan untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu ataupun banyak.

Sedangkan, konsepsi manusia dengan terminologi al-insan disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 65 kali. Konsep ini selalu dihubungkan dengan sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berfikir, diberi ilmu, dan memikul amanah. Hal ini disebutkan dalam surat AL-Alaq ayat 5 dan Al-Azhab ayat 72. Sehingga, keharusan teologis manusia terhadap konsepsi insan dalam surat tersebut adalah manusia merupakan makhluk yang terus bertransformasi, dari tidak tahu menjadi tahu, bahkan senantiasa bergerak progresif ke arah kesempurnaan.
Sementara, konsepsi manusia dengan terminologi al-nas disebut dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali. Konsep ini menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk sosial atau secara kolektif tanpa melihat statusnya apakah beriman atau kafir. Dengan demikian, al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis dan sosial. Manusia sebagai basyar tunduk kepada takdir Allah, sama seperti makhluk lain. Sedangkan manusia sebagai insan dan al-nas selalu bergandengan dengan unsur Ilahi. Ia dibebankan aturan-aturan dan diberikan kekuatan untuk menaatinya atau tidak. Manusia menjadi makhluk yang mukhayyar (bisa memilih), namun harus siap mempertanggungjawabkannya.

2.      Kodrat Eksistensial
Dalam al-Qur’an manusia dinyatakan bahwa Allah SWT. menciptakan manusia bukan secara main-main melainkan dengan suatu tujuan dan fungsi. Kesatuan antara wujud fisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi  yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim dan menempatkan manusia pada posisi yang strategis, yaitu:
a.       Manusia sebagai hamba Allah (‘abd Allah)
Konsep ‘abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Dalam pengabdian ritual kepada Allah SWT. dengan penuh keikhlasan. Yang meliputi seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh aktivitas seseorang hamba selama ia hidup di alam semesta ini dapat dinilai sebagai ibadah manakalah aktivitas itu memang ditujukan kepada Allah dalam rangka mendapat ridho-Nya.
Esensi ‘abd adalah ketaatan, ketundukan, kepatuhan, yang kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada Tuhan. Ketaatan dan ketundukan pada kodrat alamiah senantiasa berlaku bagi Tuhan. Manusia terikat oleh hukum-hukum Tuhan yang menjadi kodrat pada setiap ciptaan-Nya.
Hal ini dibuktikan dalam surat al-Baqarah ayat 38  yang memiliki arti “Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku”. Ayat tersebut memperjelas kedudukan manusia sebagai hamba yang diperintahkan menunggu petunjuk dari Tuhannya. Kalimat “petunjuk-Ku” menunjukan hubungan antara pencipta dengan yang diciptakan, yaitu hamba.

b.      Manusia sebagai khalifah
Kata khalifah memiliki arti pengganti atau melanjutkan atau mewakili. Jadi khalifah adalah proses penggantian antara individu dengan individu yang lain. Sebagai seorang khalifah ia berfungsi sebagai pengganti orang lain dan menempati tempat serta kedudukannya. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai pengemban amanat dari-Nya. Diantara amanat yang dibebankan kepada manusia adalah memakmurkan kehidupan di bumi. Karena amat mulianya manusia mengemban amanta Allah, maka manusia diberi kedudukan sebagai khalifah-Nya di muka bumi.
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah bisa memahami alam semesta tempat ia hidup dan menjalankan tugasnya. Tanggung jawab manusia untuk mengelola dan memanfaatkan dengan halal seluruh sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 30 yang menjelaskan bahwa Allah akan menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya atau wakil-Nya di bumi, sehingga diharapkan manusia dapat mempertahankan martabatnya sebagai khalifah yang hanya tunduk kepada Allah.

3.      Kodrat Potensial
Manusia merupakan makhluk paling spesial, mereka diciptakan dengan berbagai keutamaan yang melebihi makhluk-makhluk lain. Dengan begitu spesialnya manusia diciptakan oleh Tuhan, manusia memiliki berbagai potensi yang bisa menjadikan manusia dapat berfikir dan mengembangkan pemikiran tersebut kearah yang lebih baik.
Dalam surat al-Baqarah manusia memiliki berbagai potensi yang diberikan Tuhan kepadanya, diantaranya:
a.       Makhluk Berpengetahuan, dalam surat al-Baqarah dijelaskan bahwa manusia lebih tahu dari pada malaikat (Q.S. al-Baqarah:31).
b.      Makhluk Sosial, manusia merupakan manusia sosial dibuktikan dalam surat al-Baqarah mengenai Allah memerintahkan adam dan istrinya untuk turun ke bumi (Q.S. al-Baqarah:35).
c.       Makhluk Ekonomi, manusia merupakan makhluk biologis yang memerlukan makan dan minum (Q.S. al-Baqarah:35).
d.      Makhluk Hukum, kodrat manusia diciptakan di bumi terikat dengan aturan-aturan yang di buat oleh Tuhannya (Q.S. al-Baqarah:35)
e.       Makhluk Konflik dan Penyelesai Konflik,  dijelaskan dalam al-Qur’an manusia merupakan makhluk yang sering menumpahkan darah (konflik) dan sebagai khalifah (penyelesai konflik) (Q.S. al-Baqarah:30).

           C.    Pribadi Islami
Pribadi islami dapat didefinisikan sebagai wujud pekerti yang melekat dan dilaksanakan oleh orang-orang Islam dan berdasarkan sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadits. Penigkatan pemahaman tentang budi pekerti berdasarkan Islam ini masih perlu, karena pada masa sekarang secara akhlak umat Islam bisa dibilang masih jauh dari pribadi yang Islami. Diantara pribadi Islami yang seharusnya diterapkan oleh umat Islam adalah:
1.      Lemah Lembut, muslim yang memiliki pribadi yang lemah lembut akan selalu melakukan suatu kebaikan.
2.      Pemaaf , orang yang cendrung pemaaf tidak akan mencari-cari kesalahan seseorang, karena mereka lebih mengutamakan ketaqwaan kepada Tuhannya.
3.      Memohon Ampunan, orang yang menerapkan sikap memohon ampunan lebih cendrung suka mengintrospeksi diri sendiri dari pada mencari kesalahan orang lain.
4.      Menghargai Pendapat, dengan kita menghargai pendapat orang lain kita bisa memiliki wawasan yang lebih luas dan dengan mudah menemukan solusi agar mencapai tujuan bersama.
5.      Tawakal, bersikap tawakal seseorang tidak mudah untuk emosi dan mudah beradaptasi dengan masalah-masalah baru.

           D.    Hubungan Dengan HAM
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Manusia mempunyai kehendak bebas (free will) untuk hidup bersama dalam kesetaraan di dalam masyarakat, sejauh berada di jalur syariat sebagai huhukm tertinggi.
Kebebasan manusia dalam kehidupan dicerminkan dari kisah Nabi Adam dan Hawa yang di firmankan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 36 “lalu, setan memerdayakan keduanya dari surga sehingga keduanya dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika keduanya di sana (surga)”. Kisah tersebut menjelaskan Nabi Adam yang terperdaya oleh setan untuk memakan buah yang dilarang oleh Allah, yang mengakibatkan Nabi Adam diusir dari surga dan diturunkan ke bumi.
Dari kisah diatas dapat disimpulkan, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam bertindak karena manusia adalah makhluk mukhayyar (bisa memilih). Namun segala tindakan yang dilakukan manusia harus siap untuk dipertanggung jawabkan tindak-tanduknya. Karena prinsipnya kebebasan dan tanggung jawab tidak dapat dipisahkan, segala sesuatu pasti memiliki akibat dari tindakannya.
Dengan kita menerapkan pribadi Islami yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits, kita bisa menjalankan tugas sebagai khalifah dengan memandang dari berbagai aspek tanpa merugikan hak-hak makhluk lain. Berpribadi Islami juga sekaligus menerapkan konsep Islam rahmatan lil alamin yang menjadikan agama untuk kemaslahatan seluruh alam.

BAB III
PENUTUP
            Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Artinya, meski warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan berbada-beda, manusia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak  tersebut. Oleh karena itu, hak asasi melekat pada hakikat keberadaan manusia secara kodrati, universal, dan abadi, seperti dinyatakan di dalam al-Qur’an
DAFTAR PUSTAKA
Kumkelo, M. (2015). FIQH HAM Ortodoksi dan Liberalisme Hak Asasi Manusia dalam Islam, setara press: Maret 2015
Al-Qur’an Al-Karim


Baca Juga: Makalah Lainya

0 komentar:

Post a Comment