Proses Islamisasi di Indonesia


Proses Islamisasi di Indonesia, http://cdn2.tstatic.net

  1. Latar Belakang
            Indonesia merupakan negara kepulauan yang berdasarkan posisi garis lintang dan garis bujur atau letak astronomisnya yaitu berada di 6 derajat LU sampai 11 derajat LS dan 95 derajat BT sampai 141 derajat BT. Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah banyak. Mulai dai tahun 1920 sampai dengan 2007 terus meningkat. Pertumbuhan penduduk di Indonesia dipengaruhi oleh faktor alami dan migrasi. Pemusatan penduduk biasanya cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Masyarakat Indonesia memiliki masyarakat yang majemuk, dimana Indonesia memiliki berbagai macam bahasa, agama, mata pencaharian, suku bangsa dan lain lain. Mayoritas masyarakat Indonesia adalah beragama Islam.
Secara umum dikatakan Islam di Asia Tenggara mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Islam di kawasan yang lain terutama Timur Tengah yaitu damai, ramah, dan toleran. Penyebaran Islam di kawasan ini bukan melalui ekspansi pembebasan yang hampir selalu melibatkan kekuatan perang. Konsekuensinya, Islam yang ada adalah Islam yang lunak atau akomodatif, tentunya termasuk dalam kepercayaan, praktek keagamaan, dan tradisi setempat yang akhirnya terbawa sampai pada penerimaan masalah ideologi negara
Menjelang kedatangan bangsa Barat di Indonesia sedikitnya terdapat tiga pusat kekuatan Islam yang berbeda-beda kondisi politik, ekonomi, sosial, maupun budayanya. Ketiga pusat kekuatan Islam tersebut adalah Sumatera, Semenanjung Malaya, Jawa yang terbagi dalam beberapa kerajaan dengan kondisi yang berbeda-beda baik politik, ekonomi, sosial, ataupun proses islamisasinya.
Di Sumetra dan sekitarnya, sejak keruntuhan Sriwijaya muncul kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan Malaka yang terkemuka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1521 M. Setelah itu Samudra Pasai dianeksasi oleh Aceh Darussalam. Adapun di Jawa, setelah keruntuhan Majapahit berdiri kerajaan Islam sepertu Tuban, Gresik, Panarukan, Demak, Pati, Yuwana, Jepara dan Kudus.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses Islamisasi di Indonesia.
2. Bagaimana latar belakang dan kondisi Indonesia abad XVIII-XlX.

            C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan masuknya Islam di Indonesia.
2. Untuk menguraikan latar belakang dan kondisi Indonesia abad XVIII-XIX. 

BAB II
Geografi, Demografi dan Sosial Budaya Indonesia

                Indonesia merupakan negara kepulauan yang berdasarkan posisi garis lintang dan garis bujur atau letak astronomisnya yaitu berada di 6 derajat LU sampai 11 derajat LS dan 95 derajat BT sampai 141 derajat BT. Pulau yang paling utara dalah Pulau Weh yang dilalui 6 derajat LU, pualu yang paling selatan yaitu Pulau Roti yang dilalui oleh garis lintang 11 derajat LS. Selain dilalui oleh garis lintang 6 derajat LU, Pulau Weh juga dilalui oleh garis bujur 95 derajat BT. Adapun garis bujur 141 derajat BT melalui batas Irian Jaya dengan Negara Papua.[1]
                Selain letak astronomis, masih ada letak yang dikenal dengan Letak Geografis. Secara geografis indonesia terletak diantara dua samudera dan dua benua, yaitu samudera pasifik dan samudera hindia, serta benua asia dan benua australia. Letak geografis Indonesia memiliki letak yang strategis karena berada pada posisi silang sehingga sangat menguntungkan dari segi sosial, ekonomi dan politik. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah mudahnya kebudayaan negatif yang masuk ke Indonesia akibat globalisasi.
                Berdasarkan kenampakannya, Indonesia terdiri dari daratan dan lautan. Jumlah pulau di Indonesia baik yang besar maupun yang kecil, mencapai 17.508 buah. Karena terdiri dari banyak pulau, maka Indonesia memiliki dua batas laut yaitu: Batas laut teritorial , Zona Ekonomi Ekslusif.
                Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah banyak. Mulai dai tahun 1920 sampai dengan 2007 terus meningkat. Pertumbuhan penduduk di Indonesia dipengaruhi oleh faktor alami dan migrasi. Pemusatan penduduk biasanya cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Sejak jaman kerajaan-kerajaan dahulu Pulau Jawa sudah merupakan tempat pemusatan penduduk, karena sebagai pusat pemerintahan. Sebagai akibatnya, sampai sekarang Pulau Jawa merupakan pulau yang terpadat dibandingkan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia. Hal tersebut berpengaruh pula terhadap penyebaran penduduk di Indonesia, ada pulau-pulau yang padat penduduknya dan ada yang jarng penduduknya. Persebaran dan kepadatan penduduk pada pulau-pulau di Indonesia tidak sama.[2]
                Masyarakat Indonesia memiliki masyarakat yang majemuk, dimana Indonesia memiliki berbagai macam bahasa, agama, mata pencaharian, suku bangsa dan lain lain. Keadaan tersettbut disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah letak wilayah. Latak wilayah Indonesia ternyata banyak berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya.
            Pengaruh tersebut telah sejak lama terjadi, hal ini bisa terlihat dari adanya migrasi yang dilakukan orang-orang yang berasal dari Benua Asia pada jaman prasejarah dimana pada waktu itu Bangsa Austronesi dari Burma (Myanmar), Muangthai dan Malaka mendiami kepulauan Indonesia. Sampai abad ke 9 SM, Indonesia menerima pengaruh dari Hindia. Saudagar dari India berdatangan untuk berdagang bersamaan dengan mereka masuk pula agama dan kebudayaan Hindia dan Budha yang kemudian berdiri kerajaan-kerajaan Hindu-Budha.
            Letak astronomis Indonesia berpengaruh pada mata pencaharian penduduk Indonesia. Keuntungan dari letak astronomis tersebut diantaranya adalah memiliki dua musim yaitu musim hujan musm kemarau, curah hujan yang cukup tinggi, selain itu karena Indonesia dilalui garis garis Khatulistiwa maka wilayah Indonesia mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun.
Keadaan ini sangat berpengaruh terutama dalam bidang pertanian selain ditunjang juga oleh tanahnya yang subur. Sehingga hal tersebut menyebabkan penduduk Indonesia yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Dari dulu sampai sekarang sektor pertanian masih merupakan sektor perekonomian yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Tanaman pangan utamanya adalah padi.
            Pengaruh lainnya juga dapat dilihat dari seni budaya yang sangat beragam antara lain hasil seni bangunan, seni kerajinan, seni pentas, seni tari dan seni musik. Seni dapat dilihat pada rumah adat dan bangunan monumental. Bangunan monumentalnya seperti candi-candi yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Contoh lain juga seperti rumah ibadah umat muslim yaitu masjid yang memiliki arsitektur yang sangat unik dimana bangunan masjid tersebut dibangun dengan perpaduan seni dari berbagai negara seperti Arab, China dan lain-lain.

BAB III
Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
Masuknya Islam ke berbagai wilayah Indonesia tidak berada dalam satu waktu yang bersamaan tetapi berada dalam satu kesatuan proses sejarah yang panjang. Kerajaan-kerajan dan wilayah itupun berada dalam situasi politik dan kondisi sosial budaya yang berbeda-beda. Berdasarkan seminar ilmiah pada tahun 1963 di Kota Medan, Islam pertama kali masuk ke Indonesia abad ke 7 M, langsung dari negeri Arab, dakwah Islam disebarkan secara damai dan mayoritas dilakukan oleh pedagang, daerah yang pertama dimasuki Islam adalah Pesisir Sumatera Utara yang kemudian membentuk kerajaan Islam pertama yaitu Kerajaan Aceh.
Melemahnya pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia lebih memberikan kesempatan kepada para pedagang Muslim dan mubaligh untuk mendapatkan keuntungan dagang dan politik. Mereka memberikan dukungan kepada daerah-daerah yang muncul kemudian dan yang menyatakan sebagai kerajaan bercorak Islam. Kerajaan-kerajaan tersebut seperti Samudera Pasai di pesisir timur laut Aceh diperkirakan mulai abad ke XIII. Hal ini merupakan hasil  proses Islamisasi daerah pantai yang disinggahi para pedagang Muslim sejak abad-abad sebelumnya. Daerah yang lainnya yaitu Perlak sekitar tahun 1292 M. Ekspansi politik kerajaan baru ini ke arah pedalaman semakin menyuburkan Islam.
Temuan nisan kubur Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) berangka tahun 475 H (1082 M) menambah pembuktian penyebaran Islam. Sejalan dengan semakin mundurnya Majapahit dari masa itu, ditemukan beberapa nisan kubur Islam di Troloyo, Trowulan, dan Gresik memperkuat berita Ma-huan tahun 1416 yang menceritakan keberadaan orang-orang Muslim di Gresik. De Graaf memperkirakan kerajaan besar Indonesia-Hindia telah menjadi kerajaan Islam tahun 1526, tinggal kerajaan-kerajaan kecil di pedalaman.
Untuk menghadapi pengaruh kerajaan Islam yang semakin kuat di berbagai kota pantai maka kerajaan kecil tersebur bersekutu dengan kekuatan asing. Mulailah kolonialis memegang politik perekonomian di Asia Tenggara. Kedatangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara menpunyai aspek ekonomi, politik, dan sosial budaya. Perkembangan ekonomi dan politik memang mempunyai tujuannya sendiri, dengan bergantinya agama para pemuka daerah menjadi Islam maka agama menjadi kekuataan baru dalam proses perkembangan masyarakat.[3]

BAB IV
Kondisi Islam di Indonesia Abad  XVIII-XI
Pada tahun 1494 M ditandatangani sebuah perjanjian di kota Tordesilas, sehingga terkenal dengan sebutan persetujuan Tordesilas.[4] Persetujuan ini mendorong kedua bangsa yang mengadakan kesepakatan tersebut berlomba-lomba untuk menguasai daerah di luar wilayah Eropa. Sejak saat itu daerah-daerah yang telah dikuasai mulai merasakan cengkeraman imperialismenya, mereka menganggap seolah-olah dunia milik mereka.
Setelah Malaka berhasil dikuasai, Portugis bergerak mencari daerah sumber penghasil rempah-rempah di Indonesia bagian timur. Daerah yang berhasil dikuasai seperti Ternate, Tidore, Ambon, dan Bacan. Dalam gerak langkah orang-orang Portugis senantiasa diikuti oleh misionaris Katholik Roma yang bertugas menjadikan penduduk setempat memeluk agama Katolik Roma. Oleh karena itu setiap kedatangannya di suatu wilayah, bangsa Portugis selalu mendapat sambutan perlawanan dari para para penguasa muslim setempat, seperti perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Hairun dari Ternate. Meskipun ia gagal dan gugur, namun akhirnya Portugis dapat diusir oleh putranya (Baabullah) pada tahun 1575 M.
Menghadapi perlawanan yang terus menerus dari kerajaan-kerajaan Islam, kedudukan Portugis semakin goyah. Di samping itu datangnya bangsa-bangsa Barat lainnyq seperti Belanda mengakibatkan persaingannya lebih besar. Lemahnya Portugis bukan berarti aman bagi Indonesia dari gangguan imperalisme, karena kedudukan Portugis digantikan Belanda. Portugis dikalahkan Belanda pada tahun 1605 M dan berkuasa atas Ambon. Sebagaimana Portugis, Belanda datang ke Hindia Timur dalam rangka mendapatkan rempah-rempah.
Pada akhir abad ke-18 Imperium perdagangan Belanda mengalami kehancuran, baru dapat dipulihkan kembali pada abad ke-19 dan menjadi sebuah negara teritorial yang sangat luas wilayahnya. Sementara itu ada dua kekuatan yang mengancam imperium Belanda, yaitu pertama persaingan Inggris. Pada tahun 1786 Inggris membuat perjanjian dengan Sultan Kedah, yang isinya adalah memanfaatkan Penang sebagai tempat perbaikan dan mempersiapkan kapal-kapal menuju Samudera Hindia serta sebagai basis yang dari tempat itu mereka dapat menjual barang-barang Inggris untuk meningkatkan penghasilan. Penang diserahkan pada tahun 1791 dan tanah lainnya di propinsi Wellesley juga diserahkan pada tahun 1800.
            Ancaman bagi Belanda lainnya adalah revolusi Perancis, peperangan Napoleon, dan penaklukan Belanda oleh Perancis pada tahun 1975. Setelah William V terguling, selanjutnya dibentuk Republika Belanda atas dukungan Perancis dari tahun 1795-1806.
Malaka dan beberapa daerah koloni Belanda diserahkan kepada Inggris oleh Williem untuk kepentingan melawan Perancis, karena waktu itu (1810) Belanda dikuasai Perancis. Pada peperangan melawan Perancis, Inggris berhasil menguasai Jawa. Setelah perang berakhir, Inggris menyerahkan kembali wilayah-wilayah yang pernah dikuasai Belanda dengan maksud melindungi Belanda sebagai penengah antara Inggris dan Perancis serta untuk mencegah persekutuan Belanda dengan Perancis pasca Perang.
Namun ternyata Inggris tidak  begitu saja melepaskan semua wilayah yang telah dikuasai, terbukti Inggris masih tetap mempertahankan kekuasaannya atas jalur di Malaka dan membentuk basis baru di Singapura pada tahun 1819. Perjanjian juga diadakan pada tahun 1824 yang berisi tentang pengakuan Belanda terhadap kekuasaan Inggris atas India dan Malaya, sebaliknya Inggris mengakui kekuasaan Belanda atas Sumatera, Jawa, dan wilayah Hindia lainnya. Demikian juga di bagian utara Semenanjung Malaya diberlakukan kebijaksanaan politik baru yang sama sekali tidak cocok dengan suku, bahasa, budaya, agama, dan tentu saja batas-batas wilayah tradisional.
Konsolidasi kekuasaan Belanda atas Jawa membuka jalan bagi ekspansi Belanda ke wilayah Hindia Timur lainnya. selama rentang waktu 1824-1858, Belanda telah menguasai seluruh Sumatera. Ekspansi Belanda didorong oleh ketertarikannya pada produk gula, kopi, tembakau, lada juga rempah-rempah. Namun setelah tahun 1870 interesnya lebih kepada komoditas timah dan karet.
Ekspansi komersial dan militer menimbulkan permasalahan antara Belanda dengan Aceh, yaitu perebutan kekuasaan atad beberapa pelabuhan lada di wilayah Sumatera bagian Barat dan Utara. Setelah dua kali penyerangan yaitu tahun 1871 dan 1874, Belanda meresmikan aneksasinya terhadap Aceh sekaligus penghapusan kesultanan Aceh. Belanda juga menuntut penyerahan para uleebalang dengan tanpa syarat. Hal ini mengakibatkan para ulama Sumatera melancarkan perlawanan gerilya.
Perluasan kekuasaan Belanda terus bergerak sampai ke luar Sumatera, seperti kepulauan Celebes Tengah dan Selatan, Maluku, Borneo, dan beberapa wilayah lainnya juga jatuh dalam imperium Belanda. Untuk mengontrol daerah-daerah tersebut Belanda mengangkat kepala-kepala lokal sebagai perpanjangan tangannya. Tahun 1911 Belanda telah menyempurnakan kekuasaannya di Hindia Belanda.
Penguasaan kolonial atas Hindia Belanda (Indonesia) dapat dikatakan hanya efektif di jawa, hal ini disebabkan wilayah Hindia Belanda yang begitu luas dan beragam. Belum lagi memang pada umumnya masyarakat, sedari awal tidak menyukai kedatangan kolonial Belanda, sehingga untuk memantapkan kekuasaannya harus terlebih dahulu menghadapi kekuataan penguasa lokal. Jadi jika ingin seluruh wilayah Hindia Belanda tertangani dengan baik dibutuhkan pejabat dan personil yang lebih besar pula.[5]



BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Masuknya Islam ke berbagai wilayah Indonesia tidak berada dalam satu waktu yang bersamaan tetapi berada dalam satu kesatuan proses sejarah yang panjang. Kerajaan-kerajan dan wilayah itupun berada dalam situasi politik dan kondisi sosial budaya yang berbeda-beda. Berdasarkan seminar ilmiah pada tahun 1963 di Kota Medan, Islam pertama kali masuk ke Indonesia abad ke 7 M, langsung dari negeri Arab, dakwah Islam disebarkan secara damai dan mayoritas dilakukan oleh pedagang, daerah yang pertama dimasuki Islam adalah Pesisir Sumatera Utara yang kemudian membentuk kerajaan Islam pertama yaitu Kerajaan Aceh.
Menghadapi perlawanan yang terus menerus dari kerajaan-kerajaan Islam, kedudukan Portugis semakin goyah. Di samping itu datangnya bangsa-bangsa Barat lainnyq seperti Belanda mengakibatkan persaingannya lebih besar. Lemahnya Portugis bukan berarti aman bagi Indonesia dari gangguan imperalisme, karena kedudukan Portugis digantikan Belanda. Portugis dikalahkan Belanda pada tahun 1605 M dan berkuasa atas Ambon. Sebagaimana Portugis, Belanda datang ke Hindia Timur dalam rangka mendapatkan rempah-rempah.
            Penguasaan kolonial atas Hindia Belanda (Indonesia) dapat dikatakan hanya efektif di jawa, hal ini disebabkan wilayah Hindia Belanda yang begitu luas dan beragam. Belum lagi memang pada umumnya masyarakat, sedari awal tidak menyukai kedatangan kolonial Belanda, sehingga untuk memantapkan kekuasaannya harus terlebih dahulu menghadapi kekuataan penguasa lokal. Jadi jika ingin seluruh wilayah Hindia Belanda tertangani dengan baik dibutuhkan pejabat dan personil yang lebih besar pua.




DAFTAR PUSTAKA

Herawati, Peradaban Islam Modern di Asia Tenggara, oleh edit. Siti Maryam, dkk.,          dalam Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern,            (Yogyakarta: LESFI, 2002)
Mamat Ruhimat,dkk.2006.Ilmu Pengetahuan Sosial.Jakarta: Grfindo Media Pratama
http://file.ui.edu/Direktori/FPIPS/

Baca Juga: Sejarah Kebangkitan Kebudayaan Islam di Nusantara


                [1] Mamat Ruhimat,dkk.2006.Ilmu Pengetahuan Sosial.Jakarta: Grfindo Media Pratama. Hal 157
                [2] http://file.ui.edu/Direktori/FPIPS/ diunduh pada Senin, 15 April 2019 pukul 15:30
[3] Herawati, Peradaban Islam Modern di Asia Tenggara, oleh edit. Siti Maryam, dkk., dalam Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm., 319-320
[4] Persetujuan atau perjanjian Tordesilas adalah kesepakatan yang dicapai antara Spanyol dan Portugis tentang pembagian kekuasaan lautan, bagian sebelah barat garis bujur 170 derajat yang menerobos Tg. Verde adalah kekuasaan dan pengaruh Spanyol, sedangkan sebelah timurnya adalah pengaruh dan kekuasaan Portugis.

[5] Ibid., hlm., 342-346.


0 komentar:

Post a Comment