PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Selama menjalankan pemerintahan, Akbar
menekankan terciptanya stabilitas dan keamanan dalam negeri. Dia menyadari
bahwa masyarakat India adalah masyarakat yang plural, baik dari segi agama
maupun etnis. Kebijakan-kebijakan dibuat untuk tetap menjaga persatuan
diwilayahnya. Dalam bidang agama Akbar menciptakan Din i-Illahi, yaitu menjadikan semua agama di India menjadi satu.
Tujuannya adalah kepentingan stabilitas politik. Dengan harapan tidak terjadi
permusuhan antara pemeluk agama..
Akbar tampaknya ingin mengembangkan toleransi
beragama dengan dasar pertimbangan bahwa sebagaian besar masyarakat India
beragama Hindu dan Budha, sedangkan masyarakat Muslim hanya merupakan
minoritas. Oleh karena itu diperlukan hubungan sosial yang erat dengan
orang-orang Hindu sebab ia menyadari bahwa kekuasaan Mughal tidak akan bertahan
lama apabila didasarkan pada kekuatan minoritas Islam saja.
Maka dari itu pemakalah
akan membahas tentang kemunduran dinasti mughal
dalam kondisi politik dan kemunduran sosial-budaya pasca Sultan Akbar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kondisi politik kerajaan Islam Mughal di India pasca sultan Akbar?
2.
Bagaimana kemunduran sosial-budaya kerajaan Islam
Mughal pasca sultan Akbar ?
1.
Tujuan
1.
Mengetahui kondisi politik Kerajaan Islam Mughal pasca
sultan Akbar
2.
Mengetahui
kemunduran sosial-budaya kerajaan Islam Mughal pasca sultan Akbar
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kondisi
Politik kerajaan Islam Mughal di India setelah Sultan Akbar
Kerajaan Mughal di India merupakan salah satu Kerajaan Islam terbesar di
Dunia. Setelah Sultan Akbar meninggal ia digantikan oleh putranya Sultan Salim
yang digelari dengan Jahanggir. Jahanggir dinikahkan dengan putri Persia,
bernama Mehruun Nisa’, setelah menjadi permaisuri diberi gelar Nurjanah yang
berarti cahaya abadi. Pegawai-pegawai pemerintah yang memungut pajak dan cukai
mulailah bersikap sewenang-wenang kepada orang kecil. Kemudian keadaan menjadi
lebih parah, seketika putera Jahanggir yang bernama Khuram melawan pula kepada ayahnya, dibantu oleh
seorang panglima perang Mubahat Khan.[1]
Sehingga mereka dapat menangkap sultan Jihanggir dan mengurungnya dalam satu
kamar di Istana.[2]
Setelah Jhanggir wafat, kerajaan diperebutkan puteranya yaitu Syah Jahan
dan Asaf Khan. Perselisihan tersebut akhirnya dapat dapat dimenangkan oleh Shah
Jahan, yang kemudian digelari (1628 M) Abul Muzaffar Shahabuddin Muhammad Sahib
Qiran-e Sani Shah Jahan Padsah Ghazi. Sementara saudaranya ditangkap dan
dipenjarakan, kemudian matanya dibutakan. Pada waktu ia menjadi raja, Shah
Jahan telah menikah dengan Mumtaz Mahal dan dari perkawinannya tersebut
dikaruniai enam anak, 2 laki-laki dan 4 perempuan.
Namun, pada akhirnya diantara putera-puteranya terjadi perselisihan untuk
menggantikan kedudukannya. Aurangzeb dapat mengalahkan saudaranya, dan membujuk
ayahnya supaya diizinkan masuk istananya dengan membawa bala tentara serta
berjanji tidak akan mengganggu kedudukan ayahnya. Namun tidak dinyana Aurangzeb
mengingkari janjinya tersebut. Ia memenjarakan ayahnya.
Aurangzeb dinilai berhasil dalam menjalankan pemerintahan, dia memberikan
corak keIslaman di tengah-tengah masyarakat Hindu.[3]
Aurangzeb merupakan penguasa pertama semenjak Akbar memperluas batas-batas
wilayah kekuasaan imperium Mughal. Ia merebut Bengal Timur, menenteramkan
daerah perbatasan di barat laut, mengambil kekuasaan langsung atas Rajhastan,
dan memperluas kekuasaan imperiumnya ke Deccan. Pada tahun 1668 ia
memberlakukan pajak kepala terhadap warga non-muslim.[4]
Kebijakan Aurangzeb tersebut banyak menuai kritik dari kalangan Hindu,
diantaranya adalah kerajaan Rajput yang semula mendukung kerajaan Mughal
kemudian menentangnya. Tindakannya yang sewenang-wenang itu pula yang pada
akhirnya membawa kerajaan Mughal mengalami masa kemunduran.
Setelah Aurangzeb wafat raja-raja berikutnya mulai lemah. Kerajaan Mughal
dan rajanya tidak lebih hanya sebagai simbol dan lambang belaka, bahkan raja
hanya diberi gaji oleh kolonial Inggris yang telah datang untuk biaya hidup
tinggal di dalam istana. Akhirnya
setelah Sultan Bahadur Syah yang terakhir memimpin pemberontakan melawan
Inggris namun gagal, ia tertangkap dan disiksa secara keji, lalu di buang ke
Rangon (Myanmar) pada 1862 . Maka tamatlah riwayat kerajaan Islam Mughal di
India, setelah berabad-abad lamanya mengalami masa kejayaan.
Akhir masa Sultan Akbar Agung (1605 M) East India Company berdasarkan surat
resmi dari Ratu Elisabeth di Inggris masuk ke India. Kelompok ini mendapat
mandat penuh untuk berdagang di India. Sampai pada tahun 1775 M, mereka masih
menguasai perekonomian di India. Mereka mendapat momentum dengan mulai melemahnya
kerajaan Mughal. Sejak masuknya Inggris
di India, rakyat India terutama umat Islam, protes dan melawan melalui beberapa
wadah, diantaranya gerakan pemberontakan Faqir, Pemberontakan Fairizi, dan
Pemberontakan Sipahi (Indian Munity).
Setelah hancurnya mujahidin, munculah tokoh-tokoh Islam India yang ingin
kemerdekaan India dari penjajah. Salah satunya adalah Sayed Khan. Sayed Khan
(1817-1898 M) mengajak umat Islam belajar bahasa Inggris dan melakukan hubungan
politik kompromi dengan Inggris. Ia menginginkan agar umat Islam mendirikan
negara sendiri, jangan bercampur dengan umat Hindu karena umat Islam akan
tersisih menjadi minoritas.
Maka terbentuklah Partai Liga Muslim
yang diketuai oleh M Jinnah. Pada 1940 konfrensi (rapat tahunan Liga Muslim) di
Lahore yang menyempurnakan ide tentang Pakistan yang dinamakan Resolusi Lahore.
Dalam konfrensi itu disepakati untuk mendirikan negara Islam yang terpisah dari
negara India. Akhirnya pada 14 Agustus
1947 Pakistan memperoleh kemerdekaan dan beberapa menit kemudian kemerdekaan India
diumumkan (15 Agustus 1947) pada pukul 00.01 dini hari, ketika Inggris
menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk
Pakistan, waktu itu terdiri dari Pakistan dan Bangladesh sekarang dan lainnya
untuk India. Pada saat yang sama Muhammad Ali Jinnah ditunjuk sebagai kepala
negara Pakistan.dengan dasar negara Al Qur’an dan sunnah. Pakistan memiliki dua
wilayah yaitu Pakistan Barat dan Pakistan Timur. Pakistan Timur memisahkan diri
dari Pakistan Barat debgan sebab utama geografis dan masalah keadilan yang
tidak merata, bukan faktor agama.[5]
2.
Kemunduran
Sosial-Budaya Pasca Sultan Akbar
Setelah Sultan Akbar meninggal ia digantikan oleh putranya Sultan Salim
yang digelari dengan Jahanggir. Bersama kematiannya ini pula ajaran Din-e-llahi ini dipetieskan (dinyatakan
terlarang, karena sebagian umat Islam menolak gagasan tersebut), dan akhirnya
hilang dari peredaran.[6]
Jahanggir berpegang teguh dengan madzhab Ahli Sunnah wal Jamaah. Tetapi bahasa
Persia tetap dijadikan bahasa resmi kerajaan. [7]
Karena kecintaannya kepada permaisurinya, ia terlena. Sang istri mulai ikut
campur dalam urusan kenegaraan, akibatnya kewibawaan dari Sultan Salim mulai
luntur. Timbulah Pemberontakan di Ambar (Dekan) yang tidak segera dapat
dipadamkan. [8]
Pada tahun 1627 mangkatlah Jihangir,
lalu naiklah puteranya Khuram menggantikannya dengan gelar Syah Jahan. Baginda
sedikit lebih kuat dari ayahnya. Pemberontakan di Dekan dapat di padamkannya,
sebab ia mempunyai seorang putera yang gagah perkasa dalam perang yaitu Aurangzeb
putera ketiga.[9] Pada
masa pemerintahannya, Shah Jahan meninggalkan hasil kebudayaan berarsitek
tinggi yaitu Taj Mahal, yang ia persembahkan bagi permaisurinya yang telah
meninggal. Disana pula ia akhirnya dimakamkan oleh puteranya, Aurangzeb setelah
ia meninggal.[10]
Aurangzeb dinilai berhasil dalam menjalankan pemerintahan, dia memberikan
corak keislaman ditengah-tengah masyarakat Hindu. Dia berusaha sehabis upaya
memberi corak ke-Islaman kepada India yang mempunyai penduduk yang lebih banyak
memeluk agama Hindu itu. Kebenciannya kepada rumah-rumah berhala tidak dapat
disembunyikannya, sehingga terkadang tidak diperdulikannya lagi perasaan
rakyatnya yang beragama Hindu.[11]
Pada tahun 1659 Aurangzeb mengharamkan minumam keras, perjudian, prostitusi,
penggunaan narkotikan, dan sejumlah keharaman lainnya. Pada tahun 1664, ia
mengharamkan sati, praktek pengorbanan Hindu atas para janda, menghapuskan
berbagai pajak yang dipandang tidak sesuai dengan prinsip hukum Islam. Pada
tahun 1668 ia melarang musik dilingkungan istana, memerintahkan menghancurkan
patung-patung Hindu. Ia juga mendirikan sejumlah lembaga perguruan Muslim untuk
menggiatkan studi Syariah. Beberapa pembaharuan Aurangzeb menimbulkan kebencian
warga Hindu.[12]
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam yang
bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut aliran Syi’ah. Pada masa
pemerintahannya selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai
akibat tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore
karena sikapnya yang terlalu memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi
perebutan kekuasaan dikalangan keluarga
istana. Bahadur Syah digantikan oleh anaknya , Azimus Syah. Azimus Syah
meninggal tahun 1712 M dan diganti oleh puteranya, Jihandar Syah, yang mendapat
tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah dapat disingkirkan
oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh Siyar berkuasa sanpai tahun 1719 M. Kemudian ia digantikan oleh
Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar
di bawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan
kekuasaan Safawi di Persia. Konflik-Konflik yang berkepanjangan mengakibatkan
pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu persatu melepaskan
loyalitasnya dari pemerintahan pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi
pemerintahannya masing-masing.
Setelah Muhammad Syah meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh Ahmad Syah
(1748-1759 M), kemudian diteruskan oleh Alamngir II (1754-1759 M), dan kemudian
dilanjutkan oleh Syah Alam (1761-1806 M). Pada tahun 1761 M, kerajaan Mughal
diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat
bertahan sejak itu Mughal berada di bawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam
tetap diizinkan memakai gelar sultan.
Ketika kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun
itu juga, perusahaan Inggris (EIC) yang sudah semakin kuat mengangkat senjata
melawan pemerintahan kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut.
Akhirnya Alam Syah membuat perjanjian damai dengan menyerahkan Oudh, Bengal,
dan Orisa kepada Inggris.
Syah Alam meninggal tahun 1806 M. Tahta kerajaannya selanjutnya dipegang
oleh Akbar II (1806-1837 M). Pada masa pemerintahannya Akbar memberi konsesi
kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di anak Benua India sebagaimana yang
diinginkan Inggris, tapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan
keluarga istana, dengan demikian, kekuasaan sudah ditangan Inggris, meskipun
kedudukan dan gelar sultan dipertahankan. Bhadur Syah (1837-1858 M), penerus
Akbar, tidak menerima isi perjanjian antara EIC dengan ayahnya itu, sehingga
terjadi konflik antara dua kekuatan itu.
Pada waktu yang sama, pihak EIC mengalami
kerugian, karena penyelenggaraan administrasi perusahaan yang kurang efisien,
padahal mereka harus tetap menjamin kehidupan istana, EIC mengadakan pungutan
yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat
merasa ditekan,maka mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit
mengadakan pemberontakan. Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi
lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan kerajaan Mughal di
India. Dengan demikian terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan
Inggris pada bulan Mei 1857 M.
Adanya pemberontakan Faraizi, gerakan ini pada dasarnya merupakan gerakan
pembaharuan agama. Akan tetapi melihat realitas sosial yang dihadapi justru
banyak melakukan gerakan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Inggris. Dudu
Miah adalah pemimpin gerakan ini. Ia ditangkap dan dimasukan penjara. Dengan tertangkapnya
pemimpin gerakan ini ,lambat laun pengikut gerakan ini membubarkan diri.
Pada perkembangan selanjutnya muncul pemberontakan Sipahi (indian Munity). Pemberontakan ini
terjadi pada 1857. Terdapat dua perpektif dalam menanggapi pemberontakan ini .
menurut sejarawan Inggris pemberontakan Sipahi ini terjadi karena konflik
tentara lokal. Namun, sejarawan india mencatat bahwa ini bukan pemberontakan,
akan tetapi gerakan untuk untuk memperjuangkan kemerdekaan India.[13]
Maka seketika pemuka –pemuka kaum pemberontak meminta kepada Bahadur Syah
supaya sudi menjadi lambang dari perjuangan itu, yaitu hendak mengembalikan
kemerdekaan dan kebesaran India. Bahadur Syah langsung menyatakan kesediaannya.
Setelah itu berkobar-kobarlah pemberontakan India yang akan menjadi pangkal
daripada kesadran anak benua itu dalam perjuangannya seterusnya.
Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat
dukungan dari bebebrapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian
menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap pemberontak. Mereka diusir dari kota
Delhi, rumah-rumah ibadah banyak dihancurkan, dan Bahadur Syah raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Adapun
Bahadur Syah dapatlah ditangkap dan dimasukan kedalam penjara, maka terasalah
olehnya lapar.lalu dimintanya makanan. Maka datanglah pelayan serdadu-serdadu
Inggris mambawa makan didalam talam emas dan dulang emas, bekas perhiasan
istana Delhi. Demi baginda buka tutupnya, gemetarlah sekujur tubuhnya lalu
pingsan, sebab diatas talam itu tidak lain daripada dua buah kepala puteranya
yang sangat dicintainya. Setelah menderita beberapa lamanya dalam penjara,
kemudian beliau dibuang. Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan
dinasti Mughal didaratan India.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah Aurangzeb
wafat raja-raja berikutnya mulai lemah. Kerajaan Mughal dan rajanya tidak lebih
hanya sebagai simbol dan lambang belaka, bahkan rajanya hanya diberi gaji oleh
kolonial Inggris yang telah datang untuk biaya hidup tinggal di dalam
istana. Peninggalan yang berharga adalah
bangunan Istana, Taj Mahal, dan Masjid yang indah.
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada setengah abad
terakhir, membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer
sehimgga operasi militer Inggris di wilayahwilayah pantai tidak dapat segera di
pantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite
politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
3. Pendekatan Aurangzeb yang terkesan kasar dalam
mendakwahkan agama
4. Pewaris tahta pada paroh terakhir adalah pribadi-pribadi
yang lemah.
B.
Saran
Ø Diharapkan
penjelasan dari keterangan diatas dapat membantu dalam rangka melengkapi informasi tentang kemunculan Dinasti Buwaihi.
Ø Diharapkan
pembaca dapat mengkoreksi jika terdapat kesalahan-kesalahan informasi yang kami
sampaikan.b
Daftar Pustaka
v
Karim,
M Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam. Yogyakarta: BAGASKARA, 2014.
v
Lapidus,Ira
M.Sejarah Ummat Islam bagian kesatu &
dua.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1999.
v
Bakar,Istianah
Abu.Sejarah Peradaban Islam.Malang:
UIN-Malang Press, 2008.
v
Hamka.
Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1961.
v
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995.
[4]
Lapidus,Ira M.Sejarah Ummat Islam bagian kesatu & dua.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999.hlm:711
[5]
Karim, M Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: BAGASKARA, 2014.
Hlm: 320-321
[6]
Ibid, hlm: 317
[7]
Hamka. Sejarah
Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1961.hlm: 155
[12]
Lapidus,Ira M.Sejarah Ummat Islam bagian kesatu & dua.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999.hlm:711
0 komentar:
Post a Comment