Fiqih, openulis.com |
Dalam
mempelajari fikih, maka kita perlu mengetahui kaidah nya pula. kaidah adalah
dasar hukum-hukum fikih atau pondasi-pondasi fiqih. Jika kita mempelajari suatu
ilmu, maka kita perlu memahami dasar-dasar nya, dan di ilmu fiqih ini, kaidah-kaidah adalah dasar nya.
Di
Dalam makalah ini, kami akan mencoba menerangkan tentang aspek dari kaidah
fiqih, termasuk pengertian, manfaat, dasar pengambilan, dan hal-hal yang perlu
diperhatikan.
KAIDAH-KAIDAH
FIKIH
Al-Quwaid bentuk jamak
dari kata qaidah (kaidah). Para ulama mengartikan qaidah secara etimologis dan terminologis.
Dalam arti bahasa, qaidah bermakna asas, dasar, atau fondasi, baik dalam arti
yang konkret maupun abstrak, seperti kata-kata qawaid al-bait, yang artinya
fondasi rumah, qawaid al-adin, artinya dasar-dasar agama, qawaid al-‘ilm,
artinya kaidah-kaidah ilmu.[1] Dengan demikian
kaidah-kaidah fikih secara etimologis yaitu dasar-dasar
atau asas-asas yang bertalian dengan masalah-masalah atau jenis-jenis fikih.[2]
Para ulama dalam
mendefinisikan kaidah fikih berbeda-beda,
berikiut para ulama mendefinisikan kaidah fikih:
1. Abu Zahra
Merurutnya
kaidah fikih yaitu kumpulan hukum-hukum yang serupa yang kembali kepada
qiyas/analogi yang mengumpulkan.
2. Al – Jurjani
Menurutnya
kaidah fikih yaitu ketetapan yang kulli (menyeluruh atau general) yang mencakup
seluruh bagian-bagiannya.
3. Imam Tajjuddin al-Subki
Kaidah
adalah sesuatu yang bersifat general yang meliputi bagian yang banyak sekali,
yang bisa dipahami hukum bagian tersebut dengan kaidah tadi.
4. Ibnu Abidin
Kaidah
yaitu sesuatu yang dikembalikan kepada hukum dan dirinci dari hukum.
5. Imam al-Suyuthi
Kaidah
yaitu hukum kulli (menyeluruh, general) yang meliputi bagian-bagiannya.[3]
B. Manfaat Kaidah Fikih
Adapun
manfaatnya
adalah untuk memberi kemudahan didalam menemukan hukum-hukum
untuk kasus-kasus hukum yang baru dan tidak jelas nahs-nya
1. Dengan mengetahui kaidah-kaidah fikih kita
akan mengetahui asas-asas umum fikih. Sebab kaidah-kaidah fikih itu berkaitan
dengan materi fikih yang banyak sekali jumlahnya. Dengan kaidah-kaidah fikih
kita mengetahui benang merah yang mewarnai fikih dan menjadi titik temu dari
masalah-masalah fikih.
2. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fikih
akan lebih mudah menerapkan hukum bagi masalah yang dihadapi, yaitu dengan
memasukkan masalah tadi atau menggolongkannya kepada salah satu kaidah fikih
yang ada.
3. Dengan kaidah fikih akan lebih arif di
dalam menerapkan fikih dalam waktu
dan tempat yang berbeda untuk keadaan dan adat kebiasaan yang berlainan.
4. Dengan menguasai kaidah-kaidah fikih, bisa
memberikan jalan keluar dari berbagai perbedaan pendapat di kalangan ulama,
atau setidaknya menguatkan pendapat yang lebih mendekati kepada kaidah-kaidah
fikih.
5. Orang-orang yang mengetahui kaidah-kaidah
fikih akan mengetahui yang rahasia-rahasia dan semangat hukum-hukum islam (ruh
al-hukm) yang tersimppul di dalam kaidah-kaidah fikih.
6. Orang yang menguasai kaidah-kaidah fikih
di samping kaidah-kaidah ushul, akan memiliki keluasan ilmu, dan hasil
ijtihadnya akan lebih mendekati kepada kebenaran, kebaikan, dan keindahan.[4]
C. Dasar
Pengambilan Kaidah Fikih
1. Dasar
formal
Kaidah fiqihiyyah adalah hukum-hukum furu’ yang
dikumpulkan dalam satu kalimat yang sempurna dan pengertiannya dapat mencakup
banyak satuan hukum furu’ yang sejenis, misalnya soal niat. Dalam ibadah niat
menjadi kriteria sah tidaknya suatu perbuatan. Jadi yang dimaksud dasar formal
yaitu hukum-hukum furu’ yang ada dalam untaian satu kaidah yang memuat satu
masalah tertentu, ditetapkan atas dasar nash, baik dari Al-Quran maupun as-
Sunnah. Dasar formal penyusunan kaidah fikih ialah dasar-dasar ulama yang
digunakan dalam melakukan istinbath dan ijtihad.Misalnya dalam surat Al-Bayyinah:
5 dan Hadis nabi Riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Umar bin Khatob:
“Innamal a’malu biniat”, diistinbathkan untuk berniat dalam melakukan setiap
perbuatan ibadah.[5]
2. Dasar
material
Adapun dasar material yaitu bahan-bahan yang dijadikan
kata-kata kaidah, terkadang dari nash hadis. Kaidah dari hadis berlaku untuk
semua lapangan hukum baik ibadah, muamalah, munakahat, jinayah. Disamping
kaidah fiqiyyah yang dirumuskan dari lafadh hadis, maka dapat dipastikan bahwa
kaidah fikih itu hasil rumusan ulama yang kebanyakan sulit ditemukan siapa
perumusnya.[6]
D. Proses Pembentukan Kaidah Fiqih
Sulit diketahui siapa pembentuk pertama kaidah fikih, yang
jelas dengan meneliti kitab-kitab
kaidah-kaidah fikih dan masa hidup penyusunnya ternyata kaidah fikih tidak
terbentuk sekaligus, tetapi berbentuk secara bertahap dalam proses sejarah
hukum islam. Dalam pengambilan kaidah-kaidah fiqih tentu tidak sembarangan dan
harus ada dasar-dasar dalam pengambilan suatu kaidah.adapun proses pembentukan kaidah fikih yaitu sebagai
berikut:
1. Sumber
hukum islam : Al-Qur’an dan hadis
2. Kemudian
muncul ushul fiqh sebagai metodologi di dalam penarikan huku (istinbath
al-ahkam). Dengan metodologi ushul fiqh yang menggunakan pola pikir deduktif
menghasilkan fiqih.
3. Fikih
ini terdapat banyak materi yang kemudian oleh para ulama-ulama yang di dalam
ilmunya di bidang fiqih, diteliti persamaannya dengan menggunakan pola pikir
induktif, kemudian dikelompokkan, dan tiap-tiap akhirnya disimpulkan menjadi
kaidah-kaidah fikih
4. Kaidah-kaidah
tadi dikritisi kembali dengan menggunakan ayat dan banyak Hadis, terutama untuk
dinilai kesesuaiannya dengan substansi ayat-ayat Al-Quran dan Hadis nabi
5. Apabila
sudah dianggap sesuai dengan ayat-ayat Al-Quran dan banyak hadis nabi, baru
kaidah fikih tadi menjadi kaidah fikih yang mapan.
6. Apabila
sudah menjadi kaidah yang mapan dan akurat, maka ulama-ulama fikih menggunakan
kaidah tadi untuk menjawab tantangan perkembangan masyarakat, baik di bidang
sosial, ekonomi, politik, dan budaya, akhir-akhirnya memunculkan fikih baru
7. Oleh
karena itu tidaklah mengherankan apabila ulama memberi fatwa, terutama dalam
hal-hal baru yang praktis selalu menggunakan kaidah-kaidah fikih,
8. Qanum
yaitu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan masyarakat dari sisi individu
maupun harta benda, seperti yang telah disinggung sebelumnya.[7]
Bagan Penjelasan Kaidah Fiqih |
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengambilan dasar kaidah fiqih yaitu:
1. Menentukan Skala Prioritas
Dalam
pengambilan kaidah-kaidah fiqih tentu harus mempertimbangkan suatu pilihan,
karena pilihan yang diambil akan menentukan hasil untuk kedepannya. Jika salah
dalam mengambil kaidah-kaidah fiqih maka akan berpengaruh untuk kedepannya.
Maka dari itu harus membuat skala prioritas, harus bisa memposisikan mana yang
harus diutamakan dan mana yang harus diakhirkan. Para ulama mengatakan “Jika
mampu memilih secara tepat maka mampu pula menempatkan sesuatu pada tempatnya”.[8]
2. Dhabith Al-Fiqh
Dhabith
(jamaknyya al-dhawabith) adalah kumpulan yang serupa dari bab-bab fiqih yang
khusus. Dari situ perbedaan antara kaidah fiqih dengan dhabith fiqh adalah
kaidah fiqih yang mengumpulkan cabang-cabang (furu’) dai bab yang
bermacam-macam. Sedangkan dhabith mengumpulkan banyak cabang dari satu bab
fiqih. Proses pembentukannya sebenarnya sama perbedaannya hanya ruang lingkup
cakupannya saja.[9]
E. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan kaidah fiqih yaitu:
1. Kehati-hatian dalam Penggunaannya
Dalam
menggunakan kaidah fiqih harus hati-hati agar masalah dan kaidah yang digunakan
untuk memecahkan masalah bisa secara tepat. Agar hasilnya tepat maka masalah
harus diteliti terlebih dahulu, yaitu meliputi (1)ruang lingkup masalah, (2)
apa masalah yang dihadapi, (3) mencari hubungan antara masalah dengan dengan
prioritas yang harus dipilih, (4) ruang lingkup masalah dan menyangkut bab-bab
tertentu dari bidang islam sehingga bisa diselesaikan dengan dhabith, (5) hubungan masalah dengan
teori-teori fiqih.[10]
2. Ketelitian dalam Mengamati Masalah-masalah
diluar Kaidah yang digunakan
Hal
ini penting karena setiap kaidah fiqih memiliki pengecualian (istitsnaiyat)
yang tidak tercakup dalam kaidah tertentu. Dengan itu , kita bisa terhindar
dari kesalahan memasukkan masalah yang akan dipecahkan kedalam kaidah, yang
sesungguhnya masalah itu adalah pengecualian dari kaidah yang dipakai. Makin
luas ruang lingkup suatu kaidah, maka semakin banyak pula masalah yang harus
dipecahkan.[11]
Baca Juga : Maslahatul Mursalah
Baca Juga : Maslahatul Mursalah
3. Hubungan Antara Kaidah Satu dengan Kaidah
lainnya
Dalam
penerapan kaidah fiqih perlu diperhatikan hubungan antara kaidah yang digunakan
untuk memecahkan masalah dengan kaidah yang lainnya. Hal ini tidak mudah karna
harus menguasai keseluruhan kaidah fiqih dari yang terkecil hingga terbesar
dalam sistem suatu kaidah.[12]
Kesimpulan
Para ulama mengartikan
qaidah secara etimologis dan terminologis. Dalam arti bahasa, qaidah
bermakna asas, dasar, atau fondasi, baik dalam arti yang konkret maupun
abstrak, seperti kata-kata qawaid al-bait, yang artinya fondasi rumah, qawaid
al-adin, artinya dasar-dasar agama, qawaid al-‘ilm, artinya kaidah-kaidah ilmu.
Dan dalam penerapan kaidah fiqih memiliki manfaat salah satunya kita akan mengetahui asas-asas umum fikih, lebih mudah
menerapkan hukum bagi masalah yang dihadapi, dan masih banyak lagi. Dan dalam
pengambilan dasar kaidah fiqih ada dua dasar yaitu dasar formal dan material,
dan dalam pengambilan dasar kaidah fiqih ada hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengambilannya yaitu: menentukan skala prioritas, Dhabith Al-Fiqh. Dalam penerapan kaidah fiqih ada hal-hal yang
harus diperhatikan yaitu: Kehati-hatian dalam Penggunaannya, Ketelitian dalam
Mengamati Masalah-masalah diluar Kaidah yang digunakan, Hubungan Antara Kaidah
Satu dengan Kaidah lainnya.
Daftar Pustaka
Rahman, A. Rahman.1976.
Qaidah-qaidah Fiqih. Jakarta: Bulan Bintang.cet. I.
Djazuri, A.2006. Kaidah-kaidah
Fiqih. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Muchtar, Kamal Dkk. 1995. Ushul Fiqih. Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Wakaf.
[1] A. Djazuri. Kaidah-kaidah Fiqih.
Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006. hlm. 2.
[5] Kamal Muchtar, Dkk. Ushul Fiqih.
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. 1995. hlm. 189-190.
[6] Kamal Muchtar, Dkk. Ushul Fiqih.
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. 1995. hlm. 191.
[7] A. Djazuri. Kaidah-kaidah Fiqih.
Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006. hlm. 13-14.
[8]A. Djazuri. Kaidah-kaidah Fiqih.
Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006. hlm. 163.
[9]A. Djazuri. Kaidah-kaidah Fiqih.
Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006. hlm. 178.
[10]A. Djazuri. Kaidah-kaidah Fiqih.
Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006. hlm. 183.
[11]A. Djazuri. Kaidah-kaidah Fiqih.
Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006. hlm. 187.
[12]A. Djazuri. Kaidah-kaidah Fiqih.
Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006. hlm. 190.
Makasih banyak ya Jasa Pembuatan Website Toko Online serta layanan Jasa Pembuatan Website Penjualan Online dan
ReplyDeleteJasa Pembuatan Online Shop
Grosir Jilbab Murah - Jilbab Segi Empat Terbaru dan Jilbab Instan Terbaru serta Jasa Pembuatan Website Murah serta Buat Toko Online Murah