Riview Buku | Teuku Umar dan Tjut nYa Din Sepasang Pahlawan Perang Atjeh

Teuku Umar dan Tjut nYa Din Sepasang Pahlawan Atjeh, cdn2.boombastis.com

Penulis: Hazil
Penerbit: Djambatan
Terbit: 1952

            Buku terbitan Djambatan yang berjudul “Teuku Umar dan Tjut Nya Din Sepasang Pahlawan Perang Atjeh” mendeskripsikan tentang sepasang pejuang dari Aceh yaitu Teuku Umar dan Cut nYak Dien yang berperang bersama rakyat Aceh untuk melawan Kompeni, yaitu Belanda. Buku ini menceritakan tentang sepasang pejuang yang dibanggakan oleh Aceh pada masa peperangan. Buku ini juga menceritakan tentang kisah hidup keduanya. Tujuan penulis membuat buku ini agar kita mengetahui tentang sejarah perjalanan dari pasangan pahlawan perang Aceh yaitu Teuku Umar dan Cut Nyak Dien serta perjuangan rakyat Aceh dalam menghadapi Belanda.
            Buku terbitan Djambatan ini terdiri dari tujuh bab yang secara umum membicarakan tentang perjuangan rakyat Aceh dan segala perlawanan yang dilakukan rakyat Aceh dalam menghadapi Belanda. Buku ini diterbitkan agar kita lebih mudah dalam mencari sumber tentang perlawanan rakyat Aceh dalam menghadapi para penjajah yang berusaha merebut Aceh. Dalam pencarian sumber tulisan tersebut, penulis mengumpulkan data melalui data tertulis yaitu dengan melihat biografi tentang Teuku Umar dan Cut Nyak Dien.
            Pada bab pertama, penulis mengajak kita untuk melihat sedikit tentang kekuasaan Aceh sebelum datangnya para penjajah. Tentang kehidupan ekonomi masyarakat Aceh yang bergantung pada perniagaan. Serta tentang kekuasaan raja Aceh yang sangat dipatuhi rakyat Aceh dan dihormati negeri sekeliling. Pada bab ini juga dituliskan tentang awal mula kemerosotan Aceh yakni pada abad ke-18. Pada abad itu, masa kegemilangan Aceh sudah tinggal bayang-bayang saja. Bahkan, pada abad ke-19 raja menduduki tahta hanya karena dibiarkan oleh para hulubalang. Pada bab ini dituliskan juga tentang terancamnya kedudukan Aceh sebagai pedagang di Sumatra karena Belanda. Di bagian akhir bab ini, dibahas tentang perjanjian yang menentukan nasib Sumatra, termasuk Aceh. Awalnya, parlemen Inggris enggan mengesahkan perjanjian ini, namun setelah Belanda menjual semua aset miliknya ke Afrika (Guinea) oleh Inggris, maka pengesahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah.
            Selanjutnya pada bab kedua, berisi tentang rakyat Aceh dalam menghadapi perang, ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan rakyat Aceh serta kedatangan Kompeni yang tiba-tiba membuat rakyat Aceh terkejut. Sebelum Belanda memutuskan untuk berperang, angkatan perang Aceh menyiapkan diri untuk melakukan ekspedisi. Aceh melakukan ekspedisi sebanyak dua kali. Ekspedisi pertama gagal. Namun, Aceh tidak menyerah begitu saja. Mereka melakukan ekspedisi kedua. Pada ekspedisi ini rakyat Aceh sangat bersemangat dalam mempersiapkan perang dibawah pimpinan Tuanku Hasjim. Ia adalah seorang perwira dan ahli politik yang licin. Namun tidak disangka, ada berita yang sangat mengejutkan untuk rakyat Aceh. Karena mereka mendapatkan kabar bahwa tentara Kompeni datang dari jurusan Timur, tidak datang dari jurusan Utara sebagaimana persangkaan rakyat aceh.pada bab ketiga, membicarakan tentang kesultanan yang telah direbut oleh Kompeni. Pada bab ini juga membahas tentang masalah sengketa dan tuduhan-tuduhan yang menyebabkan rakyat Aceh semakin menderita. Banyak pihak yang membuat suasana menjadi semakin buruk. Dalam bab ini juga membicarakan tentang pertumpahan darah akibat dari perang rakyat Merasa dan VI Mukim. Peperangan antara rakyat Aceh dengan Kompeni semakin membesar dengan hebatnya, namun barisan Aceh harus mengalah selangkah demi selangkah akibat perlawanan yang hebat dari musuh. Pada bab ini dijelaskan juga tentang perang Sabil yang mana perang ini Habib Abdurrahman menyarankan agar hanya rakyat Aceh yang taat Agama yang dapat melakukan perang ini, syari’at dan ma’rifatnya dan memuliakan kitab Al-Qur’an dan Hadist Nabi, serta menjauhkan diri dari segala yang haram dan dosa. Hal ini dimaksudkan agar perang ini dapat dipimpin oleh kaum ulama dengan Habib Abdurrahman sebagai kepalanya. Pada bab ini juga membahas salah satu pemimpin perang yaitu Teuku Umar. Tokoh Umat menimbulkan banyak pertanyaan baik dari pihak lawan maupun kawan, karena tidak ada yang tahu persis tentang asal-usulnya.
            Pada bab keempat, berisi tentang awal mula pertemuan Teuku Umar dan Cut Nyak Dien. Pada bab ini dituliskan bahwa sebenarnya Teuku Umar dan Cut Nyak Dien adalah saudara sepupu, dalam tubuh mereka mengalir darah Minangkabau. Walaupun mereka saudara sepupu, mereka belum pernah bertatap muka secara langsung, mereka hanya mengenal nama masing-masing. Pada buku ini juga disebutkan bahwa Umar adalah sosok yang sangat senang dan pandai bergaul dengan rkyat, yang baik maupun yang jahat. Teuku Umar dan Cut Nyak Dien akhirnya menikah dan mereka bersama-sama memmpin perang rakyat Aceh.
            Pada bab kelima, dijelaskan bahwa Umar menyerah kepada Belanda membuat semua orang yang mempercayainya termasuk istrinya, Cut Nyak Dien, merasa kecewa. Karena Cut Nyak Dien sangat berharap banyak kepada Umar untuk mewujudkan segala harapannya. Cut Nyak Dien merasa sangat kecewa dengan keputusan suaminya itu. Tetapi perasaan Cut Nyak Dien sedikit mereda karena ada seorang pesuruh yang datang kerumahnya dan menyampaikan surat yang dititpkan Teuku Umar untuk Cut Nyak Dien. Pada bab ini juga dibahas tentang rancangan Habib yang disarankan untuk Kompeni agar dapat menaklukkan Aceh.
            Pada bab keenam, ada seorang yang bernama Snouck Hurgronje yang menyampaikan gugatannya terhadap Belanda karena ia melihat keadaan rakyat Aceh yang sangat menyedihkan. Snouck menyampaikan kepada Belanda untuk mengesampingkan kesultanan. Dan ia juga menyampaikan kepada Belanda agar meninggalkan politik yang hendak mencari persetujuan dari para kaum ulama serta menjalankan politik kekerasan senjata. Menurutnya, pejuang sabil hanya dapat ditaklukkan dengan cara kekerasan. Jika hal itu dapat terlaksana, maka pemerintah Hindia-Belanda dapat membujuk rakyat dam membuktikan maksud baiknya dengan bijaksana, yaitu dengan memajukan pertanian, pertukangan dan perdagangan di Aceh. Namun, rakyat Aceh yang mempunyai semangat juang yang tinggi tidak akan mudah tunduk dengan sendirinya. Hanya dia yang menunjukkan bahwa ia berkuasa untuk memaksa rakyat Aceh menghormati kemauannya, akan menjadi tuan, yang perintahnya mereka turuti.
            Pada bab ini juga diuraikan tentang adanya blokade yang dilakukan oleh Gubernur van Teyn. Blokade ini menghalangi langkah Umar. Ia tak dapat melakukan pencarian lagi, setelah kaum hulubalang di Barat diperkenankan Kompeni membela kepentingan mereka terhadap Umar. Di Aceh, Kompeni semakin meluaskan pengaruhnya sampai kedaerah pedalaman dan sampai seperti tanaman labu yang merambat kekiri-kanan. Segala kebun lada dari hulubalang-hulubalang yang ingkar disita oleh Umar dan dikembalikan lagi kepada yang mempunyainya atas syarat-syarat yang dimajukan oleh Belanda. Dalam bab ini juga dituliskan tentang ketidakberdayaan Umar menghadapi Laskar Gabungan Kompeni dan para hulubalang. Dan pada akhirnya ia bertopang dagu menunggu keadaan berbalik lagi, sebagaimana politik Kompeni yang lazimnya selalu beruba-ubah.
            Pada bab terakhir, rancangan yang dibuat dirumah Umar di Lam Pisang, berjalan dengan lancar dan sesuai harapan. Demi isyarat yang diberikannya ditangkap oleh hulubalang lainnya, maka Teuku Husin Luengbata dan laskarnya meninggalkan barisan Kompeni; di daerah III Mukim Lam Rebo dan IV Mukim Ateh serta di Mukim Hoho dan Lam Djampu bergelora lagi semangat perang melawan Belanda kafir. Hanya hulubalang IX Mukim yang masih bimbang akan mengambil sikap yang pasti. Hingga kini rancangan Umar dijalankan dengan pesat. Namun sebagian lain rancangannya gagal. Kepada Sultan dan hulubalang di LamDjampu serta Tengku Tanah Abee dikirimkannya surat yang menyatakan bahwa ia telah meninggalkan barisan Kompeni, dan akan berjuang kembali dipihak mereka. Namun surat-surat ini tak mendapatkan sambutan yang layak. Polim dan para kaum Ulama tidak percaya dengan orang yang murtad, yang begitu saja meninggalkan Kompeni. Umar kecewa akan hal ini, tetapi Dien mengerti, bahwa mereka tidak percaya padanya, juga Tanah Abee pun begitu.
            Pada bab ini dituliskan juga permohonan maaf Umar kepada Gubernur Deykerhoff. Di dalam surat itu bertuliskan jika ia tidak bisa melaksanakan tugas yang diberikan Gubernur Deykerhoff dengan baik karena kontroleur dan jaksa Moh. Arif semena-mena bertindak kepada orang-orangnya. Pada 12 April Umar menuliskan suratnya yang kedua untuk disampaikan kepada Gubernur, yang berisikan bahwa jika Gubernur di Aceh ingin aman dan damai, maka ia harus membayar 150.000 rupiah sebulan untuk membayar gaji, makan dan pakaian bagi prajurit-prajuritnya, ia bahkan memberikan jaminan, bahwa Aceh akan aman dan damai mulai dari Trumon sampai Ujung Perlak. Ia menyatakan bahwa ia bersedia memerangi Kompeni, namun para hulubalang tidak boleh ikut campur dalam urusan perangnya, agar tidak merambat lagi segala tuduhan dan kabar bohong yang sewaktu itu pernah terjadi. Umar juga bersedia untuk memerangi siapapun musuh Gubernur. Dengan begitu Gubernur akan mendapatkan keamanan.

            Buku ini merupakan buku ilmiah yang dapat memberikan informasi secara akurat untuk para pembaca. Namun dalam buku ini dituliskan menggunakan ejaan bahasa lama, sehingga jika pembaca tidak memahami tulisan tersebut maka ia tidak akan bisa memahami isinya. Buku ini memiliki halaman sebanyak 167 halaman.


Baca Juga: Peran Pondok Pesantren Terhadap Masyarakat

0 komentar:

Post a Comment