Gajah Mada | Sumpah Palapa , vittoriokacamata.files.wordpress.com |
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjalanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia mencapai kemerdekaan sejumlah tokoh besar menjadi pahlawan bangsa
karena dedikasi dan perjuangan yang tak kenal henti untuk Bangsa Indonesia.
Sebut saja dua tokoh besar perjuangan bangsa yaitu Ir. Sukarno dan Mohh. Hatta
yang dikenal sebagai pahlawan proklamator. Namun dalam mencapai kemerdekaan
bangsa ini, tentu masih banyak orang-orang lain yang memiliki jiwa dan rasa
nasionalisme yang begitu besar sehingga rela mengorbankan jiwa dan raganya
untuk bangsa ini.
Jauh sebelum perjuangan Bangsa Indonesia
mencapai kemerdekaannya, negeri ini pernah menikmati masa-masa kejayaan ketika
masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Banyak ahli yang berpendapat
bahwa Indonesia saat ini adalah Indonesia ke tiga setelah masa Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.
Di dalam sejarah Indonesia ada dua buah kerajaan kuno yang
selalu disebut-sebut sebagai kerajaan-kerajaan yang megah dan jaya, yang
melambangkan kemegahan dan kejayaan bangsa Indonesia di zaman purba. Kedua
kerajaan itu adalah Sriwijaya dan Majapahit.[1]
Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di
Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan
ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa
dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan besar yang
mampu menguasai beberapa wilayah seperti, Semenanjung Malaya, Jawa, Sumatra,
Kalimantan, hingga Indonesia timur dan beberapa wilayah dikawasan Asia
Tenggara.
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa
Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaan ketika di perintah oleh Raja Hayam
Wuruk pada 1350 hingga 1389. Namun kejayaan dan kebesaran Majapahit kala itu
juga tidak dapat dilepaskan dari tangan dingin kepemimpinan Mahapatih Majapahit
kala itu yaitu Patih Hamangkubhumi Gajah Mada.
Gajah Mada adalah seorang panglima perang dan tokoh yang
sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai sumber
mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun
1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa
pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri
Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang
mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.[2]
Sorotan terhadap kesuksesan Gajah Mada
dalam mengantarkan masa kejayaan untuk Kerajaan Majapahit begitu tajam
dikarenakan Gajah Mada hanya merupakan seorang Patih atau dapat dikatakan hanya
membantu raja saat itu. Perannya sebagai seorang Patih yang merupakan orang
kepercayaan raja dijalankan dengan begitu baik dan begitu membanggakan. Wajar
kiranya bila nama Gajah Mada tidak pernah bisa dipisahkan dari masa jaya
Kerajaan Majapahit dan keharuman namanya setara dengan raja dan
pembesar-pembesar Kerajaan Majapahit
lainnya.
Dalam menjalankan pemerintahannya Hayam Wuruk didampingi
oleh Gajah Mada yang menduduki jabatan Patih Hamangkubhumi. Jabatan ini
sebenarnya sudah diperoleh ketika ia mengabdi kepada raja Tribhuwanottunggadewi,
yaitu setelah ia berhasil menumpas pemberontakan Rakuti di Sadeng. Dengan
bantuan Patih Hamangkubhumi Gajah Mada raja Hayam Wuruk berhasil membawa
kerajaan Majapahit ke puncak kebesarannya.[3]
Semasa mengabdi pada Majapahit, Gajah Mada
mempunyai gagasan politik perluasan cakrawala mandala yang meliputi seluruh
dwipantara. Gajah Mada ingin melaksanakan pula gagasan politik nusantaranya
yang telah diikrarkan ketika pengangkatannya sebagai patih Amangkubhumi pada
tahun 1258 Saka (1336 M). Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi
bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan
duniawi) bila telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam
kitab Pararaton dalam teks Jawa Pertengahan yang berbunyi sebagai berikut.
Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah
Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun,
ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa bila dialih-bahasakan
mempunyai arti :
Beliau, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin
melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai)
Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun,
Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.[4]
Sumpah Palapa telah begitu merasuk kedalam
jiwa dan gaya kepemimpinannya Gajah Mada. Sumpah Palapa berhasil diwujudkan oleh
Gajah Mada dengan dikuasainya berbagai wilayah di Nusantara :
Setelah Sumpah Palapa diikrarkan Gajah Mada berhasil
menguasai Bedahulu (Bali), Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya),
Tamiang, Samudra Pasai, negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra), Pulau
Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di
Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga),
Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tiren, Sedu, Brunei,
Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan
Malano.[5]
Pembacaan Sumpah Palapa tersebut memiliki motivasi untuk
menyatukan seluruh
Nusantara, walaupun dengan cara menaklukan semua kerajaan
di wilayah
Nusantara agar patuh terhadap perintah
sang raja. Itulah sebabnya, istilah Nusantara seolah-olah menjadi tameng untuk
mewujudkan satu impian yang sangat didamba oleh Gajah Mada, yaitu bagaimana
wilayah Nusantara ini bisa bersatu.
Ketika Sumpah Palapa diikrarkan, sejumlah
tantangan datang dari orang-orang disekitar Gajah Mada. Seperti dikutip dari
teks Serat Pararaton (Brandes,
1897:36):
Sira sang mantra samalungguh ring panangkilan pepek. Sira
kembar apameleh, sing sira Gajah Mada, annuli ingumanuman, sira Banyak kang
amuluhi milu apameleh, sira Jabung Terewes, sira Lembu Peteng gumuyu. Timurun
sira Gajah Mada matur ing talampakan bhatara ring Koripan, runtik sira
katadahan kabuluhan denira arya Tadah. Akweh dosanira Kembar, sira Warak
ingilangaken, tan ucapen sira Kembar, sami mati”.
Terjemahannya dari kalimat di atas adalah,
Mereka para menteri duduk di paseban lengkap. Ia kembar,
mengemukakan hal-hal tidak baik kepada Gajah Mada, kemudian ia (Gajah Mada)
dimaki-maki, Banyak yang menjadi penengah (malah ikut) menyampaikan hal-hal
yang tidak baik, Jabung Tarewes mengomel, sedang Lembu Peteng tertawa. Turunlah
Gajah Mada dan menghaturkan kata-kata di telapak bathara Koripan, dia marah
karena mendapatkan celaan dari Arya Tadah. Banyak dosa Kembar, Warak
dilenyapkan, demikian pula Kembar, mereka semua mati.[6]
Diantara orang yang mengejek Gajah mada
itu adalah Ra Kembar dan Ra Banyak. Ia menuding bahwa Gajah Mada adalah,
keturunan Sudra yang dinilai terlalu jauh untuk mengucapkan sumpah semacam itu.
Dalam buku “Kebudayaan jawa”, Ageng
Pangestu Rama (2007), menggambarkan bahwa kedua orang tersebut mengibaratkan
ucapan Gajah Mada, seperti “melempar bintang dengan sepotong
kayu”, sangat tidak mungkin dan pasti
gagal.[7]
Ketika itu pula, Gajah Mada marah besar dan berhasil menumpas keduanya
yang berani membangkang terhadap sumpah Gajah Mada.
Ketika Gajah Mada berhasil menumpas Ra Kembar dan Ra
Banyak, maka Sri
Ratu Tribuwana Tunggadewi merestui sumpah
Gajah Mada. Dan saat itu pula, Gajah Mada mendapatkan kepercayaan penuh untuk
mengendalikan dan menjalankan roda pemerintahan Majapahit. Keyakinan bahwa
sumpah yang diucapkan Gajah Mada, tidak lepas dari kesadaran untuk
mempersatukan seluruh wilayah Nusantara. Berkat jasanya itu, Gajah Mada menjadi
tokoh yang fenomenal di kalangan Kerajaan Jawa, bahkan sampai ke wilayah bagian
Timur Asia.
Terlepas dari hal
itu, bila ingin memahami betul isi Sumpah Palapa, maka perlu membaca kitab
Pararaton yang ditulis pada tahun 1613 M. Kitab Pararaton adalah, referensi utama yang dapat dijadikan sebagai pegangan
dalam memahami latar belakang pembacaan Sumpah Palapa oleh Gajah Mada. Begitu
pula, tentang makna substansial yang ada dalam kandungan sumpah itu, apakah
memiliki motivasi terselubung atau memang benar-benar sebagai penguat untuk
mempersatukan Nusantara. Sumpah Palapa yang merupakan pernyataan suci dari
Gajah Mada jelas memiliki makna yang
begitu dalam dan penting dalam usaha Gajah Mada untuk mempersatukan Nusantara.
Melihat cukup substansial makna yang ada
dalam kandungan Sumpah Palapa dan adanya perbedaan persefsi tentang makna
Sumpah Palapa yang diikrarkan Gajah
Mada maka penulis tertarik untuk melakukan kajian terhadap
makna Sumpah
Palapa Gajah Mada dalam Perjuangan Majapahit mempersatukan
Nusantara.
B. Analisis Masalah
B.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka
identifikasi masalah yang dapat di ambil yaitu :
1) Makna
Simbolik Sumpah Palapa Gajah Mada dalam perjuangan Majapahit mempersatukan
Nusantara.
2) Makna
Fundamental Sumpah Palapa Gajah Mada dalam perjuangan Majapahit mempersatukan
Nusantara.
3) Makna
Eksplisit Sumpah Palapa Gajah Mada dalam perjuangan Majapahit mempersatukan
Nusantara.
4) Makna
Implisit Sumpah Palapa Gajah Mada dalam perjuangan Majapahit mempersatukan
Nusantara.
5) Makna
Konseptual Sumpah Palapa Gajah Mada dalam perjuangan Majapahit mempersatukan
Nusantara.
B.2. Batasan Masalah
Agar penelitian ini memiliki obyek yang
jelas maka di perlukan adanya pembatasan masalah. Dalam penelitian ini pembahasan
penulis terbatas pada Makna Implisit dan Makna Konseptual Sumpah Palapa Gajah
Mada dalam perjuangan Majapahit mempersatukan Nusantara.
B.3. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas
kembali inti permasalahan yang akan diteliti maka diperlukan suatu rumusan masalah.
Melalui rumusan masalah ini diharapkan akan lebih mudah dalam memahami dan
menyusun penelitian kepada tahap-tahap
selanjutnya. Berangkat dari deskripsi
latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
Bagaimanakah makna Implisit dan makna
Konseptual Sumpah Palapa Gajah Mada dalam perjuangan Majapahit mempersatukan
Nusantara?
C.
Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian
C.1. Tujuan
Penelitian
Agar penelitian memiliki arah yang jelas,
maka setiap penelitian tentunya harus memiliki tujuan, yakni hasil akhir yang
hendak dicapai dari suatu penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
:
1) Untuk
mengetahui tentang sejarah Kerajaan Majapahit terutama pada saat masa kejayaan
Majapahit di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada.
2) Untuk
mengkaji mengenai latar belakang Sumpah Palapa Gajah Mada
3) Mencari
informasi, mengkaji dan menelaah lebih lanjut makna implisit dan makna
konseptual dari Sumpah Palapa Gajah Mada dalam perjuangan majapahit
mempersatukan Nusantara.
C.2.Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka
kegunaan dari
penelitian ini adalah :
1. Dapat
memberikan pengetahuan serta wawasan khususnya dalam bidang kesejarahan yakni
mengenai sejarah Kerajaan Majapahit dan mengenai Sumpah Palapa.
2. Dapat
memberikan gambaran mengenai Makna Sumpah Palapa Gajah Mada dalam perjuangan
Majapahit mempersatukan Nusantara.
3. Sebagai
suplemen materi pada mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia sampai Abad 15,
yaitu pembahasan Kerajaan Hindu Budha di
Indonesia.
4. Sebagai
suplemen materi Sejarah Nasional kelas X semester ganjil pada materi
perkembangan pengaruh Hindu Budha di Indonesia dengan sub bab perkembangan
kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia.
5. Sumbangan
pemikiran dalam mencari solusi terhadap masalahmasalah yang sama (misalnya:
Perjuangan Sukarno dalam
mewujudkan kemerdekaan di Indonesia).
C.3. Ruang
Lingkup Penelitian
1) Tipe
Penelitian : Analisis kualitatif
2) Metode
Penelitian : Metode Deskriptif dengan pendekatan Historis
3) Subjek
Penelitian : Perjuangan Gajah Mada
4) Objek
Penelitian : Makna Implisit dan
Konseptual yang terkandung
didalam Sumpah Palapa Gajah Mada
5) Tempat
Penelitian : 1. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah
2. Perpustakaan
Universitas Lampung
3. Perpustakaan
Daerah Provinsi Lampung
4. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia
5. Arsip
Nasional Republik Indonesia (ANRI)
6. Perpustakaan
Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI)
6) Waktu
Penelitian : Juli- November 2010
7) Bidang
Ilmu : Sejarah
Sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat
serta kehidupannya dimasa lampau, beserta segala kejadiankejadiannya dengan
maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan
penyelidikan tersebut, untuk bias dijadikan pedoman bagi pemahaman masa kini
dan arah kehidupan masa depan.[8]
Baca Juga: Kerajaan Mataram Kuno Priode Jawa Timur
[1] I Wayan Badrika, Sejarah Nasional Indonesia dan Umum jilid I.(Jakarta:Erlangga.2000)
Halaman 140
[2]
http//.wikipedia.org/wiki/gajah mada. 1-8-2010
[3] Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah
Nasional Indonesia II.
( Jakarta: Balai Pustaka.1993) Halaman 435-436
[4] Ki J. Padmapuspita. Pararaton:Teks Bahasa Kawi Terjemanahan
Bahasa Indonesia.
(Yogyakarta:Taman Siswa,1966) Halaman 84
[5] Ageng Pangestu Rama, dalam
M. Takdir Ilahi. Gelegar Sumpah Gajah
Mada, Sang Proklamator Nusantara. ( Yogyakarta: Garailmu.2009) Halaman 71
[6] Brandes, dalam M. Takdir
Ilahi. Ibid. Halaman 73
[7]
Ageng Pangestu Rama, dalam M. Takdir Ilahi. Op
Cit. Halaman 73
[8] H. Roeslan abdulgani,
dalam Hugiono dan P.K Poerwantana, Pengantar
Ilmu Sejarah.
(Jakarata:Rineka Cipta:1992) Halaman 4
0 komentar:
Post a Comment