Agama dan Negara, .blogspot.com |
A.
Latar Belakang
Negara
dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan yang terus
berkelanjutan di kalangan para ahli bahkan di kalangan para pakar muslim hingga
kini. Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan negara dalam Islam
disulut oleh hubungan yang agak canggung dan perbedaan pandangan dalam
menerjemahkan antara agama sebagai bagian dari negara dan negara bagian dari
agama.
Perdebatan
Islam dan negara berangkat dari pandangan dominan Islam sebagai sebuah sistem
kehidupan yang menyeluruh (syumuli) yang mengatur semua kehidupan manusia
termasuk persoalan politik. Banyak para ulama berargumentasi bahwa Islam
merupakan sistem kepercayaan di mana agama memiliki hubungan erat dengan
politik. Sedangkan negara secara umum diartikan sebagai suatu persekutuan hidup
bersama, sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia, sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwasannya agama
dan negara mempunyai hubungan yang saling berkaitan dan kaitan-kaitan tersebut
akan kami jelaskan dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Apa
yang di maksud dengan negara?
Apa
tujuan negara?
Apa
saja bentuk-bentuk negara, teori-teori tentang negara dan unsur-unsur
terbentuknya sebuah negara?
Apa
yang di maksud dengan agama?
Apa
fungsi agama?
Bagaimana
hubungan antara agama dan negara?
Apa
yang menjadi konsep relasi hubungan agama dan negara dalam Islam?
C.
Tujuan
Mengetahui
semua yang berkaitan dengan negara, baik itu teori, unsur, bentuk maupun tujuan
sebuah negara dan agama serta fungsi-fungsinya.
Mengetahui
hubungan agama dan negara serta konsep-konsep relasinya dalam Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Negara
Istilah
negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing yaitu state (Inggris),
staat (Belanda dan Jerman) atau etat (Perancis). Kata-kata tersebut berasal
dari kata latin status atau statum yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan
tetap. Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di
antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu , hidup
di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Negara juga
merupakan perpaduan antara alat (agency) dan wewenang (authority) yang mengatur
dan mengendalikan persoalan-persoalan bersama. [1]
Tujuan
negara yaitu memperluas kekuasaan, menyelenggarakan ketertiban hukum dan
mencapai kesejahteraan umum. [2]
Unsur-unsur
terbentuknya negara yaitu :
Rakyat
Rakyat
adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
Wilayah
Wilayah
adalah unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa
ada batas-batas teritorial yang jelas.
Pemerintah
Pemerintah
adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk
mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara. Pemerintahan terbagi dalam
dua bentuk yaitu parlementer dan presidentil.
Pengakuan
negara lain
Pengakuan
negara lain ini hanya bersifat menerangkan tentang adanya negara. Ada dua macam
pengakuan atas suatu negara yaitu de jure dan de facto. Pengakuan de jure yaitu
pengakuan akan sahnya suatu negara atas dasar pertimbangan yuridis menurut
hukum sedangkan pengakuan de facto yaitu pengakuan atas fakta adanya negara.[3]
Semua
unsur tersebut sangatlah menentukan terbentuknya sebuah negara, jika salah satu
unsur di atas tidak terpenuhi maka tidak bisa di katakan sebagai sebuah negara.
Jadi, untuk membentuk sebuah negara unsur-unsur tersebut sangatlah berpengaruh
sebagaimana contohnya negara kita RI yang telah memenuhi unsur-unsur tersebut
dengan berbagai cara dan upaya.
Teori-teori
terbentuknya negara yaitu :
Teori
kontrak sosial
Teori
ini dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat. Penganut teori ini
yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau.
Teori
ketuhanan
Teori
ini ditemukan baik di Timur maupun di Barat. Teori ini berpandangan bahwa hak
pemerintah yang dimiliki berasal dari Tuhan.
Teori
kekuatan
Teori
ini dapat diartikan bahwa negara terbentuk karena adanya dominasi negara kuat,
melalui penjajahan. Menurut teori ini kekuatan menjadi pembenaran dari
terbentuknya suatu negara. [4]
Bentuk-bentuk
negara, secara umum dalam teori modern, negara terbagi ke dalam dua bentuk,
yaitu:
Negara
kesatuan
Bentuk
negara yang merdeka dan berdaulat dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa
dan mengatur seluruh daerah. Negara ini dalam pelaksanaannya terbagi ke dalam
dua sistem pemerintahan yaitu sentral dan otonomi. Contohnya : NKRI
Negara
serikat
Bentuk
negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian. Contohnya : Malaysia.
Di
samping dua bentuk negara di atas, dari sisi pelaksana dan mekanisme
pemilihannya, bentuk negara dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
Monarki
Pemerintahan
dikepalai oleh oleh raja atau ratu. Contohnya: Inggris
Oligarki
Bentuk
negara ini diperintah oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau
kelompok tertentu.
Demokrasi
Bentuk
pemerintahan yang bersandar pada kedaulatan rakyat.
[5]
Menurut
kami dari bentuk-bentuk negara di atas jika dikaitkan dengan negara Indonesia yang
mayoritas warga negaranya Islam, bentuk negara Indonesia adalah negara
kesatuan. Hal ini dapat kita lihat dari maksud negara kesatuan yaitu bentuk
negara yang merdeka dan berdaulat dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa
mengatur seluruh daerah.
Indonesia
merupakan negara kesatuan karena Indonesia adalah negara yang merdeka yang
diperoleh dari berbagai upaya dan usaha melawan penjajahan. Negara Indonesia
juga diperintah oleh satu pemerintah yaitu presiden yang mengatur seluruh
daerah.
Indonesia
dalam pelaksanaan pemerintahannya ada dua sistem yang dijalankan yaitu sistem
pemerintahan sentral dan otonomi. Sistem pemerintahan sentral yaitu sistem
pemerintahan yang langsung dipimpin oleh pemerintahan pusat. Sedangkan sistem
otonomi merupakan sistem dimana kepala daerah diberi kewenangan untuk mengatur
dan mengurus pemerintahannya sendiri. Contohnya : Aceh
Sedangkan
dilihat dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bnetuk negara Indonesia
termasuk ke bentuk demokrasi karena pilihan dan kehendak rakyat ditentukan
melalui mekanisme pemilihan umum (pemilu). Hanya saja system pemerintahan dan
pemerintah yang menjalankannya tidak mengindahkan segala tanggungjawab yang
telah diberikan oleh masyarakat.
B.
Agama
Agama
merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai
bangsa dalam perjuangan mereka mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam
kehidupan manusia. (J. M. Yinger, Religion, Society and the Individual). [6]
Menurut
Turner ada dua fungsi sosial agama yaitu:
Sebagai
suatu bentuk ikatan (cement) sosial yang menciptakan suatu pertalian atau
hubungan di antara individu-individu yang mengalami pertentangan potensial.
Sebagai
suatu bentuk racun sosial yang memaksa konflik kepentingan di antara
kelompok-kelompok yang saling bertentangan. [7]
Dalam
perspektif budaya yang luas, agama menjalankan dua fungsi :
Sebagai
suatu prinsip kontinuitas dan konservasi.
Sebagai
satu sumber kehidupan spiritual baru. [8]
C.
Hubungan Agama dan Negara
Dalam
memahami hubungan agama dan negara, ada beberapa konsep hubungan agama dan
negara menurut beberapa aliran, antara lain paham teokrasi, paham sekuler dan
paham komunis.
Hubungan
agama dan negara menurut paham teokrasi
Menurut
paham ini, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan menurut paham ini
dijalankan berdasarkan aturan-aturan atau firman Tuhan, segala tata kehidupan
dalam masyarakat, bangsa dan negara dilakukan atas titah Tuhan.
Hubungan
agama dan negara menurut paham sekuler
Menurut
paham ini, norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak
berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan meskipun mungkin norma-norma
tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.
Hubungan
agama dan negara menurut paham komunisme
Menurut
paham ini, kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian
menghasilkan masyarakat negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi
fantastis makhluk manusia dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. [9]
D.
Konsep Relasi Agama dan Negara Dalam Islam
Dalam
lintasan historis Islam, hubungan agama dengan negara dan sistem politik
menunjukkan fakta yang sangat beragam. Banyak para ulama tradisional yang
berargumentasi bahwa Islam merupakan sistem kepercayaan di mana agama memiliki
hubungan erat dengan politik. Islam memberikan pandangan dunia dan makna hidup
bagi manusia termasuk bidang politik. Dari sudut pandang ini maka pada dasarnya
dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Ketegangan perdebatan
tentang hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung
antara Islam sebagai agama dan negara.
Dalam
lintasan sejarah dan opini para teoritis politik Islam, ditemukan beberapa
pendapat yang berkenaan dengan konsep hubungan agama dan negara. Konsep
tersebut yaitu:
Paradigma
Integralistik
Paradigma
ini menganut konsep hubungan agama dan negara yaitu satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dan dua lembaga yang menyatu (integrated). Konsep ini
menegaskan bahwa Islam tidak mengenal pemisahan antara agama (din) dan politik
atau negara (dawlah). Dalam pergulatan Islam dan negara modern, pola hubungan
integratif melahirkan konsep tentang agama-negara yang bahwa kehidupan
kenegaraan diatur dengan menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Paradigma ini
dianut oleh negara kerajaan Saudi Arabia dan kelompok Islam Syi’ah di Iran. Kelompok
pencinta Ali ini menggunakan istilah imamah sebagaimana dimaksud dengan istilah
dawlah yang banyak dirujuk kalangan Ulama Sunni.
Paradigma
Simbiotik
Paradigma
ini yaitu hubungan agama dan negara berada pada posisi saling membutuhkan dan
bersifat timbal balik (simbiosis mutualita). Dalam konteks ini, agama
membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan
agama. Sebaliknya, negara memerlukan agama karena agama membantu negara dalam
pembinaan moral, etika dan spiritualitas warga negaranya. Contohnya Mesir dan
Indonesia.
Paradigma
sekularistik
Paradigma
ini beranggapan bahwa ada pemisahan antara agama dan negara. Agama dan negara
merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan
masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu
sama lain melakukan intervensi. Negara adalah urusan manusia dengan manusia
lain atau urusan dunia sedangkan agama merupakan hubungan manusia dengan Tuhan.
Contohnya Turki. [10]
Dari
tiga paradigma tersebut, Indonesia yang mayoritas beragama Islam termasuk ke
paradigma simbiotik. Di mana antara agama dan negara berada pada posisi saling
membutuhkan dan bersifat timbal balik. Agama membantu pada pembinaan moral,
etika dan sebagainya sedangkan negara sebagai instrumen melestarikan agama
tersebut.
E.
Hubungan Islam dan Negara di Indonesia
Masalah
hubungan Islam dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk
dibahas, karena tidak saja Indonesia merupakan mayoritas warga negaranya
beragama Islam, tetapi karena kompleksnya persoalan yang muncul. Mengkaji
hubungan agama dan negara di Indonesia, secara umum dapat digolongkan ke dalam
dua bagian yaitu hubungan yang bersifat antagonistik dan hubungan yang bersifat
akomodatif.
Hubungan
agama dan negara yang bersifat antagonistik
Hubungan
ini merupakan sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antara negara
dengan Islam sebagai sebuah agama.
Contoh
hubungan antagonis agama dan negara yaitu pada masa orde baru. Di mana antara
negara orde baru dengan kelompok Islam ada kecurigaan dan pengekangan kekuatan
Islam yang berlebihan dilakukan presiden Soeharto.
Hubungan
agama dan negara yang bersifat akomodatif
Hubungan
ini lebih dipahami sebagai sifat hubungan di mana negara dan agama satu sama
lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi
konflik.
Contoh
hubungan akomodatif agama dan negara yaitu ditandai dengan adanya kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan dan keagamaan serta kondisi dan
kecenderungan akomodatif umat Islam sendiri. Di mana pemerintah mulai menyadari
akan potensi umat Islam sebagai kekuatan politik yang potensial. [11]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agama
dan negara mempunyai hubungan yang saling berkaitan, di mana agama itu
berhubungan dengan persoalan-persoalan negara. Namun di antara agama dan negara
tidak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman agama yang berbeda,
bukan saja karena alasan sejarah yang berbeda, tetapi masyarakat Indonesia
sendiri memiliki perbedaan-perbedaan.
Indonesia
adalah negara yang secara konstitusional bukan negara Islam ataupun negara
agama, tetapi Indonesia mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam.
Konsep
negara Indonesia adalah ijtihad inklusif kelompok Islam dalam era pembentukan
negara Indonesia. Di mana kewajiban umat Islam, sebagaimana kelompok lainnya
adalah menjaga dan melestarikan kesepakatan para pendiri bangsa tersebut.
Hubungan
agama dan negara di Indonesia lebih menganut pada asas keseimbangan yang
dinamis. Keseimbangan dinamis adalah tidak ada pemisahan antara agama dan
politik, namun masing-masing dapat saling mengisi dengan peranannya
masing-masing dan agama memiliki kedudukan tersendiri terhadap negara, begitu
pula halnya dengan negara.
B.
Kritik dan Saran
Dari
beberapa penjelasan di atas tentang konsep relasi agama dan negara dalam Islam
pasti tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat serta
penyusunannya. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
seperti yang di harapkan oleh para pembaca khususnya pembimbing mata kuliah
ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kepada para pembaca mahasiswa dan dosen
pembimbing mata kuliah ini agar memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dalam terselesaikannya makalah yang selanjutnya.
[1]
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani , ICCE UIN syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan The Asia
Foundation, Ciputat Jakarta Selatan, 2000, hlm. 24.
[2]
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani , hlm. 25.
[3]
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani , hlm 27-29.
[4]
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani , hlm. 30-34.
[5]
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani , hlm. 34-35.
[6]
J. M. Yinger dalam buku Sosiologi Agama , Ed. 2 Cet. 1 – Jakarta : Kencana,
2004, hlm. 35.
[7]
Turner, Bryan S. dalam buku Agama Modernisasi & Sekularisasi, Yogyakarta :
PT. Tiara Wacana, 1994, hlm. 11.
[8]
M. Rusli Karim, Agama Modernisasi & Sekularisasi, Yogyakarta : PT. Tiara
Wacana, 1994, hlm. 11-12
[9]
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakaat
Madani , Jakarta : Prenada Media, 2000, hlm. 58-61.
[10]
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakaat Madani , hlm. 61-64.
[11]
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakaat Madani , hlm. 64-67.
Baca Juga: Mu'tazilah
0 komentar:
Post a Comment