Kerajaan Mataram Kuno Priode Jawa Tengah


Kerajaan Mataram Kuno, blogspot.com
Dengan menyebut nama Allah swt. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Kerajaan Mataram Kuno Periode Jawa Tengah”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Tengah” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Yogyakarta, 28 Maret 2018
Penyusun



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………………………i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG ..........................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH .....................................................................................................................4
C. TUJUAN ..........................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.. ...........................................................................................................................5
A. SEJARAH MATARAM KUNO ...........................................................................................................5
B. PENAMAAN MATARAM KUNO ......................................................................................................6
C. SUMBER SEJARAH.....................………………………………………………………………………………………………...6
D. SILSILAH RAJA-RAJA.........……………………………………………………………………………….............................8
E. HUBUNGAN DENGAN KERAJAAN LAIN………………………………………………………………………………….....15
F. KEHIDUPAN MASYARAKAT.………………………………………………………………………………………................6
           1. Bidang Ekonomi...................................................................................................................16
           2. Bidang Keagamaan...............................................................................................................17
           3. Bidang Sosial-Budaya...........................................................................................................17
G. FAKTOR KEMUNURAN..................................................................................................................18
A. KESIMPULAN.................................................................................................................................19
B. SARAN…….....................................................................................................................................19


BAB I
PENDAHULUAN
      A.    LATAR BELAKANG
Mataram kuno adalah sebuah kerajaan yang berdiri di Bhumi Mataram. Lebih tepatnya berada di wilayah Medang ri Poh Pitu. didirikan oleh Sanjaya, seorang keturunan raja Sunda. Ayahnya bernama Sanna merupakan raja ketiga kerajaan Galuh dan raja terbesar yang ada di Jawa pada saat itu. Sedangkan ibunya bernama Sannaha merupakan cucu dari ratu Shima di Kalingga.
Terdapat dua dinastiyang memerintah di kerajaan ini yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. Dinasti sanjaya menganut agama Hindu Syiwa sedangkan dinasti Syailendra menganut agama Buddha Mahayana. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadi konflik perebutan kekeuasaan diantara raja-raja Mataram kuno, karena mereka selalu bersaing memperebutkan tahta kerajaan.

      B.     RUMUSAN MASALAH
 Melalui makalah ini kita dapat menarik beberapa pertanyaan yaitu :
       1.      Bagaimana sejarah awal berdirinya Kerajaan Mataram Kuno dan mengapa dinamakan Mataram kuno ?
       2.      Apa saja sumber-sumber sejarah kerajaan Mataram Kuno ?
       3.      Bagaimana silsilah raja-raja dan hubungan Mataram kuno dengan kerajaan lain ?
       4.      Bagaimana pola kehidupan masyarakat Mataram kuno ?
       5.      Apa faktor penyebab kemunduran kerajaan Mataram kuno ?


      C.    TUJUAN
      1.      Untuk mengetahui sejarah awal berdirinya kerajaan Mataram Kuno.
      2.      Untuk mengetahui mengapa dinamakan Mataram Kuno dan apa saja yang menjadi sumber sejarah kerajaan tersebut.
      3.      Untuk mengetahui siapa saja nama raja-raja yang pernah memerintah di Mataram Kuno.
      4.      Untuk mengetahui faktor penyebab runtuhnya kerajaan tersebut.
      5.      Untuk mengetahui peninggalan-peninggalan kerajaan tersebut.


        
BAB II
PEMBAHASAN
     A.    SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN MATARAM KUNO
Kerajaan Mataram Kuno berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8 M dan berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10 M. Pusatnya berada di Bhumi Mataram (sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya). Tepatnya berada di Medang ri Poh Pitu.
Daerahnya sangat subur karena dikelilingi banyak gunung seperti Pegunungan Serayu, Gunung Prau, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Pegunungan Kendang, Gunung Lawu, Gunung Sewu dan Gunung Kidul. Serta dialiri banyak sungai seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo Dan Sungai Bengawan Solo.
Sejarahnya bermula ketika Sanna (Sena, Bratasenawa) naik tahta menjadi raja ketiga kerajaan Galuh yang berada di Jawa Barat.[1] Disebutkan ia (Sanna) menjadi raja terbesar pulau Jawa pada saat itu. Pada suatu ketika ia digulingkan oleh Purbasora (saudara seibunya) yang menginginkan tahta kerajaan Galuh pada tahun 716 M. Sanna akhirnya melarikan diri ke Pakuan dan meminta perlindungan pada raja Tarusbawa (raja kerajaan Sunda).[2] Tarusbawa sendiri merupakan sahabat baik dari Sanna. Dan karena persahabatan ini pulalah yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya atau Rakai Mataram[3] sebagai menantunya untuk dinikahkan dengan Dewi Sekar Kencana (putri Tarusbawa).
Selain meminta perlindungan dari Tarusbawa, Sanna yang mengalami kekalahan dalam menghadapi Purbasora kemudian juga mengungsi ke Jawa Tengah bersama istrinya yang bernama Sannaha (ibu dari Sanjaya).[4]
Sanjaya yang sedari awal berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora berhasil mewarisi tahta peninggalan ayahnya Sanna. Posisinya sangat kuat karena ia bisa menguasai tiga kerajaan, yaitu kerajaan Sunda melalui perkawinannya dengan Dewi Sekar Kencana, kerajaan Galuh yang merupakan tahta milik ayahnya Sanna, dan kerajaan Kalingga yang didapatnya karena ia juga merupakan keturunan dari Ratu Shima (ibunya Sannaha adalah cucu dari ratu Shima).
Setelah berhasil memuntaskan dendamnya, Sanjaya meninggalkan daerah Jawa Barat dan memberikan kerajaan Galuh beserta kerajaan Sunda kepada puteranya yang bernama Tamperan. Sekitar tahun 717 M, ia kemudian mendirikan kerajaan Mataram dengan pusatnya berada di Medang ri Poh Pitu.
   
      B.     PENAMAAN MATARAM KUNO
Kerajaan Mataram kuno juga dikenal dengan nama kerajaan Medang atau Medang Kamulan. Namun sebenarnya istilah kerajaan Medang diberikan untuk merujuk pada kerajaan Mataram periode Jawa Timur yang dikuasai oleh dinasti Isyana keturunan Mpu Sindok. Sedangkan untuk periode Jawa Tengah dinamakan kerajaan Mataram kuno yang dikuasai oleh dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. Karena pada saat itu Mpu Sindok yang merupakan menantu dari raja Wawa[5] memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan adanya bencana alam berupa letusan gunung merapi dan gangguan dari kerajaan Sriwijaya di Sumatera.
Untuk membedakannya dengan kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16 M, kerajaan Mataram periode Jawa Tengah ini juga disebut kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu. Sedangkan untuk istilah Mataram sendiri terdapat dalam prasasti Minto dan prasasti Anjuk Ladang.

      C.    SUMBER SEJARAH
      1.      Prasasti Canggal (Prasasti Wukir atau Prasasti Sanjaya)
Berangka tahun Cruti Indria Rasa atau 654 saka (1 saka sama dengan 78 M, berarti 654 saka sama dengan 732M. Ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dikeluarkan oleh raja Sanjaya. Isinya tentang :
·         Pernyataan diri Sanjaya sebagai penguasa Mataram.
·         Pendirian Lingga (simbol dewa Syiwa, lambang kekuasaan, kekuatan, pemerintahan, dan laki-laki) di bukit Stirangga untuk keselamatan rakyat dan tempat pemujaan Trimurti (Syiwa, Brahma, dan Wisnu) di daerah suci bernama Kunjarakunja.[6]
·         Pulau Jawa adalah pulau yang makmur dan kaya akan emas dan padi.
·         Dahulu sebelum Sanjaya, pulau Jawa dipimpin oleh raja yang adil dan bijaksana bernama Sanna.
·         Rakyat di Mataram hidup senang, aman dan tenteram. Bahkan rakyat dapat tidur tenang di pinggir jalan dan tidak perlu khawatir adanya pencuri, perampok atau penyamun.
      2.      Prasasti Mantyasih (prasasti Balitung atau Tembang Kedu)
Berangka tahun 902 M dan dikeluarkan oleh Dyah Balitung (raja terbesar Mataram kuno). Isinya tentang :
·         Daftar raja-raja yang memerintah Mataram sebelum Balitung dari dinasti Sanjaya.
·         Penetapan desa Mantyasih sebagai desa perdikan untuk 5 orang patih yang telah berjasa pada kerajaan.
·         Menyebutkan tentang keberadaan Gunung Susundara atau Wukir Sumbing yang sekarang dikenal sebagai gunung Sindoro dan gunung Sumbing.
      3.      Kitab Carita Parahyangan
Ditulis pada akhir abad ke-16 menggunakan aksara Sunda. Berisi tentang sejarah tanah Sunda dari awal kerajaan Galuh, termasuk asal-usul Sanna, Sannaha dan Sanjaya.
      4.      Prasasti Kalasan
Berangka tahun 700 saka atau 778 M. Ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya tentang seorang raja dari Dinasti Syailendra berhasil membujuk Rakai Panangkaran (raja kedua Mataram kuno) untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tara[7] (Boddhisattva Gautama) dan sebuah bihara untuk para pendeta, dan penghadiahan desa Kalasan untuk para sanggha (umat Buddha).
5.      Berita Abu Zayd ( seorang pengembara dari Arab) dan sebuah prasasti di Thailand yang menceritkan penyerangan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu atas kerjaan Chenla yang beragama Buddha di Kemir (Khmer atau Kamboja). Peperangan dimenangkan oleh dinasti Sanjaya dan berhasil membawa raja Chenla yang bernama Jayawarman ke Mataram untuk dijadikan tawanan.[8]

      D.    SILSILAH RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH MATARAM KUNO
Di kerajaan Mataram kuno terdapat dua dinasti yang silih berganti memimpin kerajaan yaitu dinasti Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Berdasarkan interpetasi terhadap prasasti-prasasti yang ada, diperkirakan kedua dinasti ini saling bersaing untuk berebut pengaruh dan terkadang memerintah secara bersama-sama.

      1.      Dinasti Sanjaya
Dinasti Sanjaya merujuk pada raja pertama Mataram yaitu Sanjaya dan keturunan-keturunannya. Mereka asli dari Nusantara dan menganut agama Hindu aliran Syiwa.
Poerbatjaraka menyatakan bahwa dinasti Sanjaya tidak pernah ada karena mereka merupakan anggota dinasti Syailendra. Namun pendapatnya ini masih menimbulkan banyak kebingungan karena bukti-bukti yang minim. Juga menurut teori Marwati Pusponegoro dan Nugroho Notosutanto, dinasti Sanjaya tidak pernah ada karena tidak pernah disebutkan dalam prasasti mana pun. Sanjaya dan Rakai Panangkaran merupakan anggota dinasti Syailendra namun berbeda agama. Sanjaya beragama Hindu Syiwa, sedangkan Rakai Panangkaran adalah putranya yang berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahayana.

      2.      Dinasti Syailendra
Syailendravamsa atau dinasti Syailendra adalah nama dinasti raja-raja yang berkuasa di Sriwijaya pulau Sumatera dan di kerajaan Mataram Kuno Jawa Tengah sejak tahun 752. Didirikan oleh Bhanu. Rajanya penganut agama Buddha Mahayana. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul dinasti ini :
·         Teori India.
Didukung oleh Dr. Mayundar, Nilakanta Sastri dan Ir. Moens. Berpendapat bahwa dinasti ini berasal dari India. Mereka menetap di Palembang. Namun setelah kedatangan Dapunta Hyang tahun 683 M, dinasti Syailendra lari ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang dan bala tentaranya.
·         Teori Funan
George Coedes cenderung menganggap bahwa dinasti Syailendra berasal dari Funan, Kamboja yang menyingkir ke Jawa akibat runtuhnya kerajaan Funan (Chenla). Mereka kemudian muncul sebagai penguasa di Medang ri Poh Pitu pada pertengahan abad ke-8 M dengan menggunakan nama Syailendra. Teori ini terbukti kuat. Karena raja-raja Syailendra menganggap dirinya keturunan langsung raja-raja Funan. Mereka mengatakan keturunan orang Funan yang berlindung di Jawa Tengah setelah negeri mereka ditaklukan.
·         Teori Nusantara
Teori ini menyatakan bahwa Sumatera atau Jawa sebagai asal bangsa ini. Bisa jadi mereka berasal dari Sumatera yang kemudian berpindah ke Jawa atau warga asli Jawa yang berpengaruh kuat di Sumatera. Beberapa sejarawan mengatakan bangsa ini berasal dari Sumatera yang kemudian bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke Jawa Tengah pada abad ke-7 M. Teori Nusantara ini didukung oleh Poerbatjaraka didasarkan pada Carita Parahyangan yang juga menjelaskan tentang Dapunta Salendra. Menurutnya Dapunta Salendra adalah bakal raja-raja keturunan Syailendra yang berkuasa di Medang.
Di Indonesia nama Syailendravamsa pertama kali dijumpai dalam prasasti Kalasan dari tahun 778 M. Kemudian ditemukan didalam prasasti Kelurak tahun 782 M, prasasti Abhayagiri Wihara tahun 792 Masehi, prasasti Sojomerto tahun 700 M dan prasasti Qayyum Unand 824 M. Sedangkan diluar Indonesia ditemukan pada prasasti Ligor tahun 775 dan prasasti Nalanda yang ada di India.
Namun berdasarkan prasasti Kedu (prasasti Mantyasih) nama-nama raja yang pernah memerintah Mataram kuno yaitu :

      a.      Sang Ratu Sanjaya atau Rakai Mataram(717-746 M)
Sanjaya adalah raja pertama Mataram yang mewarisi tahta tanah Jawa atas kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga. Namanya dikenal melalui Prasasati Canggal, Prasasti Mantyasih, dan Carita Parahyangan. Ia mendirikan kerajaan Mataram pada tahun 717 M dengan pusatnya di Bhumi Mataram.
Sanjaya sendiri adalah anak dari Sanna dan ibunya bernama Sannaha. Ibunya merupakan cucu dari Ratu Shima penguasa Kalingga. Sementara ayahnya merupakan penguasa pulau Jawa yang menjadi raja ketiga kerajaan Galuh. Ia juga merupakan menantu dari raja Tarusbawa dari kerajaan Sunda. Sebelumnya pada saat ayahnya masih berkuasa, ia mendapat kedudukan sebagai pemimpin di tanah Mataram. Oleh karena itu ia disebut sebagai Rakai Mataram. Ketika ia berhasil menuntut balas pada keluarga Purbasora dan mendapatkan kembali tahta ayahnya, ia pergi ke tanah Sunda dan kemudian memberikan kekuasaan atas Galuh dan Sunda kepada anaknya Tamberan. Sedangkan ia sendiri kemudian kembali lagi ke Bhumi Mataram dan menjadi raja disana.
Sanjaya memerintah dengan sangat adil dan bijaksana sehingga rakyatnya terjamin aman dan tenteram. Apalagi setelah kematian Sanna, pulau Jawa seakan-akan mengalami kedukaan yang luar biasa dan keadaan negara menjadi sangat kacau balau.
Sanjaya sangat memperhatikan masalah keagamaan, dengan cara banyak mendatangkan pendeta-pendeta Hindu aliran Syiwa untuk mengajarkan agama. Bahkan disebutkan dalam riwayat, Sanjaya meninggal dunia karena jatuh sakit akibat terlalu patuh menjalankan ajaran agamanya. Dalam Carita Parahyangan disebutkan bahwa sebelum meninggal, Sanjaya sempat memerintahkan anaknya yang bernama Rahyang Panaraban[9] untuk berpindah agama karena agamanya dinilai terlalu menakutkan.

      b.      Sri Maharaja Rakai Panangkaran atau Dyah Pancapana (746-784 M)[10]
Rakai Panangkaran adalah anak dari Sanjaya yang menggantikannya memerintah Bhumi Mataram. Pada masanya kekuasaan atas Mataram direbut oleh dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Mereka menyerang dinasti Sanjaya hingga melarikan diri ke daerah Dieng, Wonosobo. Ada yang menyebutkan dinasti Syailendra memaksa Rakai Panangkaran untuk mengubah kepercayaannya dari Hindu ke Buddha. Namun ada juga yang mengatakan ia mengubahnya atas perintah ayahnya yaitu Sanjaya
Versi lain menyebutkan dalam prasasti Wanua Tengah III bahwa Rakai Panangkaran adalah anak dari Rahyangta i Hara, sedangkan Rahyangta i Hara adalah adik dari Rahyangta i Medang. Jika dalam prasasti Mantyasih disebutkan bahwa Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang, maka dapat diduga bahwa Rahyangta i Medang dalam prasasti Wanua Tengah III tidak lain adalah Sanjaya itu sendiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Rakai Panangkaran merupakan keponakan dari Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Pada masa pemerintahan Panangkaran banyak didirikan candi-candi seperti candi Kalasan, arca Manjusri, kompleks candi Dieng, kompleks candi Gedong Songo, candi Ngawen, candi Mendut, dll.

      c.       Rakai Panunggalan atau Dharanindra (784-803 M)
Rakai Panunggalan atau Dharanindra sering disingkat Indra, merupakan raja dari Dinasti Syailendra. Namanya ditemukan dalam prasasti Kelurak. Pada masanya Mataram bisa melebarkan kekuasaannya sampai ke Semenanjung Malaya dan Indocina.
Menurut teori Slamet Muljana, Dharanindra sebagai raja Jawa telah berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya, termasuk daerah bawahannya di Semenanjung Malaya, yaitu Ligor. Prasasti Ligor B ditulis olehnya sebagai pertanda bahwa dinasti Syailendra telah berkuasa atas Sriwijaya. Daerah Ligor kemudian dijadikannya sebagai pangkalan militer untuk menyerang Campa tahun 787 dan juga Kamboja.
Dharanindra memiliki tiga julukan yaitu Wairiwarawiramardana atau "penumpas musuh-musuh perwira". Julukan yang mirip terdapat dalam prasasti Nalanda, yaitu Wirawairimathana, dan prasasti Ligor B yaitu Sarwarimadawimathana. Dalam prasasti Nalanda, Wirawairimathana memiliki putra bernama Samaragrawira yang merupakan ayah dari Balaputradewa (raja Kerajaan Sriwijaya). Sehingga dengan kata lain, Balaputradewa adalah cucu Dharanindra.

      d.      Sri Maharaja Rakai Warak atau Samaragrawira (803-827 M)
Samaragrawira adalah ayah dari Balaputeradewa (raja terbesar Sriwijaya). Informasi sejarah atas namanya sangat minim sekali, hal ini kemungkinan disebabkan karena ia kurang cakap dalam memerintah. Namun pada masa pemerintahannya ia mengutamakan agama Buddha dan Hindu agar dapat dikenal oleh masyarakat luas.
Meskipun ia dipuji sebagai pahlawan perkasa dalam prasasti Nalanda, namun raja baru ini mungkin tidak sekuat ayahnya. Hal itu terbukti dengan ditemukannya prasasti Po Ngar yang menceritakan bahwa Kamboja berhasil melepaskan diri dari penjajahan Jawa pada tahun 802 M. Saat itu Dharanindra atau Rakai Panunggalan kemungkinan sudah meninggal, sedangkan Samaragrawira sebagai raja baru tidak mampu menaklukkan negeri itu kembali.
Menurut prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah putra Samaragrawira yang lahir dari Dewi Tara, putri Sri Dharmasetu dari dinasti Soma. Kebanyakan para sejarawan berpendapat bahwa Sri Dharmasetu merupakan raja Kerajaan Sriwijaya. Dengan kata lain, Balaputradewa mewarisi takhta pulau Sumatra dari kakeknya itu. Sedangkan menurut Muljana, Balaputradewa tidak mewarisi takhta Sriwijaya dari Dharmasetu. Balaputradewa bisa menjadi raja Sriwijaya karena ia merupakan anggota dinasti Syailendra yang berkuasa di pulau Jawa dan Sumatra. Keberhasilan dinasti Syailendra menaklukkan Kerajaan Sriwijaya terjadi pada masa pemerintahan Dharanindra.

       e.       Dyah Gula (827-828 M)
Setelah Rakai Warak turun tahta sebenarnya sempat digantikan seorang raja wanita yaitu Dyah Gula. Namun karena pemerintahannya hanya bersifat sementara maka jarang ada sumber sejarah yang mengungkap peranannya atas Mataram Hindu.

      f.       Rakai Garung atau Samaratungga (828-847 M)
Rakai Garung mengeluarkan prasasti Pengging yang didalamnya terdapat penyamaan namanya dengan Patapan Puplar[11]. Tidak banyak informasi mengenai raja ini. Hanya di prasasti Karang Tengah disebutkan nama Samaratungga dan Pramodhawardhani. Pramodhawarni sendiri dikenal dengan Sri Kahulunan yang dikemudian hari dinikahkan dengan Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya demi memperbaiki hubungan kedua dinasti.
Tidak seperti pendahulunya yang ekspansionis, pada masa pemerintahannya, Samaratungga lebih mengedepankan pengembangan agama dan budaya. Dia membangun candi Borobudur yang menjadi kebanggaan Indonesia. Namun sebelum candi Borobudur selesai dibuat, dia keburu wafat dan dilanjutkan pembangunannya oleh menantunya yang bernama Pikatan.

      g.      Rakai Pikatan atau Kumbhayoni, Jatiningrat, Agastya (847-855 M)
Naik tahtanya Rakai Pikatan menjadi raja di Mataram adalah awal dari kebangkitan kembali dinasti Sanjaya. Pikatan berhasil naik tahta melalui perkawinannya dengan Pramodhawardhani atau Sri Kahulunan yang merupakan putri raja Samaratungga.[12] Pernikahan inilah yang memicu peperangan antara Pikatan bersama Pramodhawardhani melawan Balaputeradewa.[13]
Pada saat Samaratungga turun tahta, ia tidak memiliki putera laki-laki yang dapat meneruskan kekuasaannya. Sehingga tahta seharusnya jatuh ke tangan Sri Kahulunan atau Pramodhawardhani. Akan tetapi disatu sisi Pramodhawardhani sendiri merasa tidak sanggup untuk memerintah sehingga menyerahkan tahta kerajaan Mataram kepada pamannya, Balaputeradewa.
Sepeninggal Panangkaran memang terjadi konflik diantara anggota kerajaan. Hal ini disebabkan karena adanya dua dinasti yang berbeda agama memerintah di satu kerajaan. Hal tersebut berakhir setelah adanya taktik politik Pikatan yang meminang Pramodhawardhani menjadi istrinya. Taktik tersebut memang berhasil menghentikan konflik diantara dua dinasti. Namun kemudian malah memunculkan konflik internal dan memicu perang saudara dengan Balaputeradewa.
Rakai Pikatan yang memiliki ambisi untuk menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah dan mengembalikan kejayaan dinasti Sanjaya kemudian mendesak istrinya untuk meminta kembali tahta Mataram yang sebelumnya sudah diberikan kepada Balaputeradewa. Perang saudara tidak bias dihindarkan dan berakhir dengan kekalahan Balaputeradewa di Ungaran atau Ratu Boko. Akhirnya Balaputeradewa pun melarikan diri ke Sumatera dan menjadi raja di Sriwijaya. Kepindahan Balaputeradewa ke Sriwijaya menjadi penanda berakhirnya pengaruh dinasti Syailendra di kerajaan Mataram kuno.
Walaupun Balaputeradewa telah menjadi raja di Sriwijaya namun tetap tidak bisa menghapuskan dendam lama. Balaputeradewa tetap menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan yang telah menyingkirkannya. Bahkan permusuhan tetap terjadi secara turun-temurun pada generasi selanjutnya hingga nanti puncaknya pada peristiwa pertempuran di Anjuk Ladang[14] yang dimenangkan oleh pihak Mataram. Selanjutnya Mpu Sindok pun memindahkan pusat kerajaan ke daerah Jawa Timur, tepatnya di tepi sungai Brantas. Menandai berakhirnya kerajaan Mataram kuno periode Jawa Tengah dan dimulainya kekuasaan dinasti Isyana atas kerajaan Medang di Jawa Timur sebagai lanjutan dari Mataram kuno.
Pada masa Pikatan, candi Borobudur selesai dibangun sebagai bangunan peninggalan dari dinasti Syailendra yang beragama Buddha. Dan dimulai pula pembangunan candi Prambanaan sebagai candi peninggalan agama hindu.

     h.      Sri Maharaja Kayuwangi atau Dyah Lokapala (855-885 M)
Rakai Pikatan turun tahta dan digantikan oleh puteranya yang bernama Dyah Lokapala dan bergelar Sri Maharaja Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Kayuwangi, kerajaan banyak menghadapi banyak masalah dan berbagai persoalan rumit. Dalam pemerintahannya ia dibantu dewan penasihat yang merangkap staf pelaksana dan terdiri atas lima orang patih. Dewan penasihat ini diketuai oleh seorang mahapatih.
Kayuwangi juga berusaha keras memajukan pertanian. Karena pertanian adalah aspek terbesar dalam menunjang perekonomian rakyat Mataram.

     i.        Sri Maharaja Watuhumalang (894-898 M)
Berturut-turut sebelum Watuhumalang, raja-raja yang memerintah di Mataram kuno ialah Dyah Taguras (885 M), Dyah Derendra (885-887 M), dan Rakai Gurunwangi (887 M). Nama mereka tidak terlalu dikenal karena masa pemerintahannya yang terlalu singkat atau karena Balitung sendiri sengaja tidak ingin menyebutkan nama mereka dalam daftar nama-nama raja Mataram yang ada di prasasti Mantyasih.
Masa pemerintahan Watuhumalang pun dipenuhi oleh peperangan perebutan kekuasaan. Serta masa pemerintahannya tidak diketahui dengan jelas, karena dari prasasti-prasasti yang ditemukan lebih banyak membicarakan masalah keagamaan daripada politik pemerintahan.

      j.        Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung (898-913 M)
Dyah balitung adalah raja terbesar Mataram kuno. Ia berhasil mempersatukan kembali Mataram kuno dan memperluas kekuasasan dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Namanya dikenal juga sebagai Balitung Uttunggadewa (dalam prasasti Ngampihan), Rakai Watukura Dyah Balitung (dalam kitab Negarakertagama), Dharmodya Mahacumbu (dalam prasasti Kedu), dan Rakai Galuh atau Rakai Halu (dalam prasasti Surabaya).
Sebenarnya Dyah Balitung bukanlah pewaris tahta kerajaan Mataram. Ia dapat naik tahta karena kegagahberaniannya dan karena perkawinannya dengan putri raja Watuhumalang. Selama masa pemerintahannya ia sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat terutama dalam hal mata pencaharian. Kegiatan pertanian pun sangat didukungnya.
Dalam pemerintahannya pun terdapat tiga jabatan penting yaitu Rakyan i Hino (pejabat tertinggi dibawah raja), Rakyan I Halu, dan Rakyan I Sirikan. Ketiga jabatan itu merupakan tritunggal yang terus dipakai hingga zaman kerajaan Majapahit.
Masa pemerintahannya pun banyak meninggalkan prasasti seperti Prasasti Penampihan di Kediri, Prasasti Wonogiri, Prasasati Mantyasih, Prasasti Djedung Di Surabaya, dll. Berbagai bidang seperti politik, pemerintahan, ekonomi, agama dan kebuadayaan mengalami kemajuan. Salah satunya ialah Balitung berhasil menyelesaikan pembangunan candi Prambanan yang telah dirintis pada masa Rakai Pikatan. Candi tersebut dibangun megah dengan disertai ukiran relief-relief yang sangat indah.
Sesudah pemerintaahan Balitung berakhir, kerajaan mataram kuno mulai mengalami kemunduran. Raja-raja yang berkuasa setelah Balitung ialah Daksa, Tulodhong dan Wawa. Masa pemerintahan mereka sangat singkat dan tidak terjadi hal-hal yang penting. Hingga akhirnya nanti Mpu Sindok[15] memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dengan alasan menghindari gangguan Sriwijaya dan faktor bencana alam meletusnya gunung Merapi.

      E.     HUBUNGAN DENGAN KERAJAAN LAIN
·         Hubungan dengan kerajaan Galuh.
Sang Ratu Sanjaya merupakan putera dari kerajaan Galuh ketiga yaitu Sanna. Pada saat itu ayahnya menjadi raja terbesar di pulau Jawa. Namun, pada suatu hari kekuasaan Sanna diserang oleh saudaranya yang bernama Purbasora. Akibatnya Sanna beserta keluarganya terpaksa menyingkir ke daerah Jawa Tengah dengan bantuan dari Tarusbawa, raja dari kerajaan Sunda.
·         Hubungan dengan kerajaan Sunda.
Sanjaya memiliki hubungan dengan kerajaan Sunda dikarenakan ia menikahi anak dari raja Tarusbawa yang bernama Dewi Sekar Kencana. Oleh karena adanya pernikahan tersebut, sebelum kekuasaan ayahnya dijatuhkan oleh Purbasora, Sanjaya diberikan daerah kekuasaan di Bogor oleh raja Tarusbawa.
Barulah nanti ketika Sanjaya berhasil membalaskan dendamnya kepada keluarga Purbasora, ia memberikan kekuasaan atas kerajaan Galuh dan Sunda kepada salah seorang puteranya yang bernama Tamperan. Sedangkan ia sendiri kemudian mendirikan kerajaan sendiri di daerah Mataram dan memimpin disana sampai akhir hayatnya.
·         Hubungan dengan kerajaan Kalingga.
Adanya hubungan antara Mataram kuno dengan kerajaan Kalingga didapat melalui garis silsisilah Sanjaya yang merupakan cicit dari Ratu Shima. Dalam Carita Parahyangan disebutkan bahwa Ratu Shima dari Kalingga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Parwati. Putrinya ini kemudian dinikahkan dengan raja kedua dari kerajaan Galuh. Dari perkawinan mereka melahirkan seorang puteri yang bernama Sannaha. Kelak, Sannaha pun dinikahkan pula dengan saudara seayahnya yaitu Sanna sehingga melahirkan Sanjaya yang setelah menjadi raja di Mataram memiliki gelar Sang Ratu.
·         Hubungan dengan kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan yang lain yang berhubungan dengan Dinasti Syailendra adalah kerajaan Sriwijaya yang mana telah disebutkan diatas bahwa mereka memiliki hubungan yang kurang baik semenjak pernikahan Pramodawardhani dengan Rakai Pikatan. Balaputeradewa yang menyingkir ke Sriwijaya menandai berakhirnya kekuasaan dinasti Syailendra atas kerajaan Mataram kuno periode Jawa Tengah.
Sementara pengikutnya yang tersisa kemudian menyingkir dan mengungsi ke Jawa Barat dan mendirikan Kerajaan Banten Girang .Hal ini berdasarkan temuan arca-arca bergaya Jawa pertengahan abad ke 10 di situs Gunung Pulosari Banten Girang.
Selain itu, hubungan dengan kerajaan Sriwijaya pun terjalin akibat Rakai Warak menikahi puteri dari kerajaan Sriwijaya yang bernama Dewi Tara.
·         Kerajaan Mataram kuno inilah yang nantinya akan menurunkan raja-raja yang menguasai pulau Jawa. Keturunannya menjadi raja-raja di kerajaan Medang, kerajaan Kahuripan, kerajaan Kediri, kerajaan Singosari, kerajaan Majapahit, dan kerajaan Mataram Islam.


    F.     KEHIDUPAN MASYARAKAT MATARAM KUNO
     1.      BIDANG EKONOMI
Perekonomian kerajaan Mataram kuno didukung melalui sektor pertanian. Hal ini didukung oleh kondisi geografis daerahnya yang banyak dikelilingi gunung-gunung seperti gunung Merapi, gunung Sindoro, gunung Sumbing, dll. Wilayahnya sangat subur sehingga cocok untuk ditanami berbagai jenis tanaman seperti padi dan palawija.
Selain itu, sektor perdagangan dan pelayaran juga dikembangkan. Namun tidak semaju seperti sektor pertanian. Meskipun Mataram banyak dialiri oleh sungai-sungai besar seperti Bengawan Solo, akan tetapi pada saat itu pusat-pusat perdagangan dan pelayaran dunia lebih terfokus ke wilayah semenanjung Malaya yang dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Disatu sisi pun wilayah lautan yang dimiliki oleh kerajaan Mataram kurang mendukung aktifitas pelayaran karena ombaknya yang lumayan besar.

     2.      BIDANG KEAGAMAAN
Dalam bidang keagamaan terdapat dua agama yang memiliki pengaruh di kerajaan ini. Yaitu agama Hindu Syiwa yang dianut oleh keluarga Sanjaya dan mayoritas penduduk setempat. Serta agama Buddha Mahayana yang hanya dianut oleh keluarga Syailendra. Raja-raja yang memerintah di kerajaan ini pun juga tidak mengesampingkan bidang keagamaan. Hal ini terbukti dengan banyak didatangkannya pendeta-pendeta Hindu dan Buddha ke Mataram untuk mengajarkan agama. Serta pada masa Panangkaran pun pernah dibangun biara sebagai tempat beribadah penganut Buddha.
   
     3.      BIDANG SOSIAL-BUDAYA
Dalam bidang sosial, pada masa dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu menggunakan sistem kasta empat tingkatan untuk membagi masyarakatnya. Sedangkan pada masa dinasti Syailendra tidak terdapat sistem kasta karena dalam agama Buddha sendiri tidak mengenal adanya pembagian kasta dalam kelompok masyarakat.
Sementara dalam bidang budaya juga mengalami perkembangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya ditemukan candi-candi dan prasasti-prasasati yang berasal dari kerajaan ini. Antara lain :
·         Candi-candi yang bercorak Hindu diantaranya: Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, Candi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan kompleks Candi Prambanan.
·         Candi-candi yang bercorak Buddha diantaranya Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi Pawon dan Candi Sari.
·         Temuan artefak emas Wonoboyo yang menunjukkan kehalusan seni budaya kerajaan Mataram kuno.
·         Peninggalan prasasti yaitu Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Kelurak, Arca Manjusri, Prasasti Mantyasih, Prasasti Sojomerto, Prasasti Nalanda, Prasasti Ligor, Prasasti Ratu Boko, Prasasti Wanua Tengah III, Prasasti Gondosuli, dll.

    G.    FAKTOR PENYEBAB KEMUNDURAN MATARAM KUNO PERIODE JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR
     1.      Konflik perebutan tahta pada periode Jawa Tengah. Dimana raja-raja Mataram kuno seringakali saling bersaing berebut pengaruh dan tahta pemerintahan.
    2.      Adanya permusuhan yang hebat dengan Sriwijaya yang seringkali mengganggu stabilitas di Mataram kuno.
    3.      Adanya peristiwa Mahapralaya yang didalangi oleh kerajaan Wurawari yang dibantu kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini berhasil meruntuhkan kerajaan Mataram kuno atau Medang[16] pada tahun 1016 M dengan rajanya yang terakhir ialah Dharmawangsa Teguh.

BAB III
PENUTUP
   
    A.    KESIMPULAN
·         Kerajaan Mataram Kuno berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8 M dan memiliki 2 dinasti yaitu Syailendra dan Sanjaya.
·         Kerajaan Mataram Kuno pertama adalah Sang Ratu Sanjaya atau Rakai Mataram (717-746 M) dan berjaya pada masa pemerintahan Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung (898-913 M).
·         Sumber sejarah yang menyebutkan adanya kerajaan ini ialah prasasti Canggal, prasasti Mantyasih, Carita Parahyangan, dll.
·         Kerajaan Mataram kuno memiliki hubungan dengan kerajaan Sunda, Galuh, Kalingga, dan Sriwijaya.
Bahkan kemudian kerajaan inilah yang akan menurunkan raja-raja yang memerintah diseluruh pulau Jawa.
·         Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno menceritakan tentang naik turunnya dinasti Sanjaya selaku pendiri kerajaan Mataram Kuno yang dilakukan oleh dinasti Syailendra.

    B.     SARAN
Maka sebagai tindak lanjut terdapat saran yaitu :
      1.      Perlu diadakan penelitian lanjut tentang kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Tegah secara lebih detail dan mendalam. Agar mendapatkan data yang lebih lengkap untuk pembelajaran serta informasi bagi masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA


http://www.academia.edu/28372388/Mataram_kuno 

sudirman, a. (2014). sejarah lengkap indonesia. jogjakarta: DIVA Press.


 Baca Juga: Kerajaan Majapahit


[1] Prasasti Canggal berangka tahun 732 M.

[2] Tarusbawa adalah menantu dari raja Linggawarman (raja terakhir kerajaan Tarumanegara).

[3] Raja pertama Mataram kuno yang juga merupakan anak dari Sanna dengan Dewi Sannaha.

[4] Sebenarnya Sannaha adalah saudara perempuan Sanna yang berasal dari satu ayah yaitu raja Suraghana (raja kedua kerajaan Galuh). Sannaha adalah anak dari Suraghana dengan Dewi Parwati yang merupakan putri ratu Shima di kerajaan Kalingga. Sedangkan Sanna adalah putra Suraghana dengan Dewi Wulansari. Dari pernikahan mereka kelak lahir anak yang bernama Sanjaya yang menggantikan kedudukan Sanna menjadi raja di pulau Jawa.
[5] Raja terakhir Mataram Kuno periode Jawa Tengah.
[6] Menurut para ahli sejarah, bukit Stirangga adalah Gunung Wukir dan Kunjarakunja adalah Sleman.
[7] Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan.
[8] Raja Chenla ini kemudian dibebaskan dan diberi sebidang tanah di daerah Mataram. Keturunannya lah nanti yang mendirikan dinasti Syailendra dan berhasil menjatuhkan pamor dinasti Sanjaya.
[9] Dikenal Rakai Panangkaran
[10] Istilah Rakai identik dengan “Bhre” pada zaman Majapahit yang bermakna “penguasa di”.
[11] Patapan Puplar diceritakan juga dalam prasasti Karang Tengah dan prasasti Gondosuli.
[12] Kisah pernikahannya diceritakan dalam prasasti Karang Tengah.

[13] Ada sumber yang mengatakan Balaputeradewa adalah anak Samaratungga dengan Dewi Tara atau dengan kata lain Balaputeradewa adalah saudara seayah Pramodhawardhani. Namun disumber lain disebutkan Balaputeradewa adalah paman dari Pramodhawardhani. Ayahnya adalah Samaragrawira (ayah Samaratungga) dan ibunya adalah Dewi Tara, putri dari Sriwijaya.

[14] Daerah Nganjuk sekarang.
[15] Menantu raja Wawa                                                          
[16] Pada saat itu mataram sudah pindah ke jawa timur dan disebut kerajaan medang atau medang kamulan.

0 komentar:

Post a Comment